Skip to content

Apakah Poligami Sebuah Kesunahan?

Sebagian orang kerap memopulerkan jargon poligami itu sunah. Namun, apakah benar Nabi menyeru demikian? Berikut jawaban Syekh Ahmad Ath-Thayyib.

FOTO Ilustrasi
FOTO Ilustrasi

Pertanyaan: Sebagian orang kerap kali memopulerkan jargon yang menyatakan bahwa, “sebagian dari sunah ialah, seorang lelaki menikahi empat perempuan”, dengan dalih, bahwa Rasulullah SAW sendiri berpoligami. Apakah benar, bahwa sunah Nabi menyeru laki-laki untuk berpoligami?

📰
Tanya jawab ini dimuat di Surat Kabar Al-Ahram pada hari Jumat, 16 Rabiulawal 1419 H - 10 Juli 1998 M

Jawaban: Jargon yang kadung populer ini sejatinya sudah aneh, baik ditinjau dari ruh maupun tujuan Islam. Bahkan juga bertentangan dengan nas-nas Al-Quran yang mensyaratkan keadilan mutlak dalam kasus poligami. Sehingga pelaksanaannya pun hampir menjadi beban dan tanggung jawab yang berat, bahkan oleh laki-laki yang dikenal akan ketakwaannya sekalipun. Cukuplah adanya ketimpangan keadilan di antara para istri--sebagaimana masyhur dalam hadits--membuat suami akan dibangkitkan pada Hari Kiamat dalam keadaan separuh tubuhnya terjatuh atau tinggi sebelah.

Saya kira, Anda semua telah memperhatikan, bahwa ayat ta’addud (poligami) langsung dilanjutkan di tempat yang sama dengan firman Allah taala:

﴿ ... فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً ... ﴾ [سورة النساء: ٣]

“… Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja ….” [Surah An-Nisa: 3].

Artinya, ayat ini memberi isyarat, bahwa tujuan dan ruh yang ingin disampaikan oleh Al-Quran bukanlah ta’addud (poligami). Saya pun tidak tahu, hadits shahih mana yang menyeru laki-laki untuk berpoligami dalam menikah! Faktanya, mereka yang mengklaim adanya nas eksplisit yang menyeru berpoligami, baik dengan perintah asertif ataupun tidak, telah berdusta atas nama Al-Quran dan sunah.

Munakahat

Kumpulan tulisan dengan topik pernikahan dan keluarga islami dapat teman-teman temukan

di sini

Memang benar bahwa Islam membolehkan poligami. Namun, itu dalam kondisi darurat dan hajat. Bukan malah membuka pintu selebar-lebarnya, seperti yang diklaim oleh orang-orang yang ingin memuaskan hawa nafsunya atas nama sunah.

Barangkali etika Baginda Nabi SAW dalam menikahi Umahat Al-Muminin (Ibunda Kaum Muslimin) dapat dijadikan teladan yang dapat diikuti dalam kasus ini. Sebagaimana dibuktikan dari sirahnya, Nabi SAW tidak berpoligami karena motif perubahan mental dan selera sensual, tidak pula berpoligami dengan perempuan yang berusia lebih muda. Sebaliknya, motif tersebut adalah untuk tujuan yang lebih besar dan solusi problematika sosial, yang itu semua adalah ilham dari Allah taala kepada Nabi-Nya. Bahkan sebagian besar istrinya--kecuali Sayidah Aisyah--adalah perempuan yang lebih tua, sudah pernah menikah, atau mempunyai kondisi sosial yang sulit.

Jadi, tidak benar jika mengiaskan hal tersebut dengan kondisi Nabi SAW. Sebab, sebagaimana disepakati oleh para ulama, hal itu merupakan kekhususan bagi Baginda Nabi SAW. Jika tidak, seharusnya kita juga berhak menikahi sembilan atau sebelas perempuan, seperti halnya Nabi SAW.

Terakhir, alangkah lebih baik lagi jika mereka yang menganut paham sunah poligami membantu tiga orang bujang untuk menikah, alih-alih mengawini empat orang perempuan atas nama sunah, sedangkan sunah sendiri berlepas diri dari mereka.


💡
Artikel FATWA ini diterjemahkan dari buku Syekh Ahmad Ath-Thayyib berjudul Min Dafatiri Al-Qadimah, oleh Amirul Mukminin

Latest