Skip to content

Bersikap Adil kepada Perempuan Sejak dalam Pikiran

Kelompok pemuda muslim bertanya kepada Imam Akbar Syekh Ahmad Ath-Thayyib. Mereka menggali jawaban mengapa stereotip muslimah sampai mengemuka.

FOTO Shaykh Ahmad Ath-Thayyib, Syekhul-Azhar
FOTO Shaykh Ahmad Ath-Thayyib, Syekhul-Azhar

Mari kita mulai perjalanan kita bersama Syekh Ahmad Ath-Thayyib tentang isu perempuan melalui video serial Ramadan 1444 H tema pertama, episode pertama.

Setelah gambaran muslimah dalam benak kelompok pemuda muslim-muslimah dari Barat tampaknya mengganggu pikiran, mereka menggali lebih jauh mengenai hal itu. Mereka bertanya kepada Imam Akbar Syekh Ahmad Ath-Thayyib alasan mengapa stereotip muslimah bisa muncul. Pendeknya, karena Islam menjadi satu-satunya penghalang dari ambisi dunia global, yang agenda utamanya menjadikan Barat sebagai satu-satunya pusat peradaban dunia modern.

Tentu saja Syekh Ahmad Ath-Thayyib menyadari bahwa stereotip muslimah, tidak hanya digencarkan masyarakat Barat. Stereotip muslimah sekaligus diafirmasi oleh kalangan muslim sendiri. Mereka adalah kalangan yang terlalu memegang erat tradisi, mereka menganggap seolah tradisi tersebut bersumber dari hukum Islam (fikih), padahal sejatinya tidak demikian. Tetapi mereka tak (mau?) tahu itu.

Klasifikasi cara pandang terhadap isu perempuan dalam perspektif Syekh Ahmad Ath-Thayyib tidak muncul begitu saja sebab ia menjabat Syekhul-Azhar. Klasifikasi dan kesadaran ini telah hadir sejak tahun 80-an. Dalam bukunya At-Turats wa At-Tajdid Munaqasyat wa Rudud, Syekh Ahmad Ath-Thayyib mengklasifikasi dan mengilustrasikannya dengan sangat halus; seperti halnya terdapat kalangan konservatif, liberal-progresif, dan tradisionalis-moderat dalam membaca turats, cara pandang terhadap isu perempuan juga sama.      

Pada akhirnya, umat Islam sendiri yang paling dirugikan. Secara eksternal, mereka dianggap “buruk” di mata dunia. Secara internal, mereka terpecah dalam beberapa kalangan. Di antara mereka, ada kalangan yang seakan mengafirmasi anggapan “buruk” itu. Mereka tak tahu (atau tak mau tahu?) bahwa agama mereka sangat memuliakan pemeluknya, sangat memuliakan perempuan.

Oleh karena itu, Syekh Ahmad Ath-Thayyib mencoba untuk memperbaiki dua hal. Ia meluruskan konsep ideal Islam tentang perempuan yang disalahpahami, sekaligus menghapus stereotip muslimah dalam pikiran masyarakat dunia, khususnya masyarakat Barat.

Dalam wawancara eksklusif dengan Syekhul-Azhar di Majalah Wa’izhat Al-Azhar, ia mengatakan bahwa isu-isu perempuan yang muncul di permukaan saat ini sebetulnya merupakan persoalan sosial, bukan persoalan agama. Lalu bagaimana persoalan sosial menjadi persoalan agama dalam kajian perempuan?

Simone de Beauvoir dalam The Second Sex menyatakan, persoalan perempuan muncul karena faktor budaya sosial. Perempuan dituntut untuk tunduk pada norma sosial yang berlaku dalam masyarakat (yang patriarkis).

Resensi

Kumpulan ulasan buku dan kitab menarik dapat teman-teman baca

di sini

Patriarki yang saya maksud di sini ialah dorongan untuk membatasi ruang gerak perempuan, ia menjelma sebagai sesuatu yang korup. Pandangan patriarkis bukanlah sifat alamiah, dibawa sejak lahir, atau bersifat genetik. Pandangan ini tumbuh-berkembang sebab diperoleh dan dipelajari dari orang lain. Ia nyata dan—disadari atau tanpa disadari—telah menjadi budaya, diamini bersama hingga hari ini.

Kemudian—setelah patriarki itu ada, lalu menjadi budaya—lambat laun muncul upaya untuk melanggengkan dan meningkatkan tingkatan korup yang terjadi. Orang-orang yang mengamini budaya patriarki mengusahakan hal itu. Mereka berusaha agar budaya ini terus langgeng untuk memenuhi kepentingan mereka, seperti kepentingan kaum laki-laki atas ketiadaan saingan antara laki-laki dan perempuan di ruang publik.

Saya kira salah satu usaha mereka yang cukup efektif: menafsiri agama dengan penafsiran yang patriarkis dan misoginis. Agaknya dari sinilah edukasi agama menjadi chaos. Kita tidak mampu membedakan kapan kita seharusnya membincang persoalan sosial; membincang agama sebagai syariah; agama sebagai akidah; agama sebagai akhlak personal; agama sebagai akhlak sosial.

Kembali pada wawancara eksklusif tadi. Ketika isu perempuan merupakan persoalan sosial, maka Syekh Ahmad Ath-Thayyib secara intens membincang tema perempuan dalam ceramah, diskusi, karya, kebijakan dan sumbangsih pada kemanusiaan, termasuk kemanusiaan perempuan.

Dalam ceramah, diskusi dan karyanya, Syekh Ahmad Ath-Thayyib memberi edukasi konsep ideal Islam tentang perempuan. Kita masih ingat betul beberapa konsepsi nyatanya sering kali disalahpahami. Edukasi semacam ini menjadi sangat penting, ia menjadi fondasi dalam misi kemanusiaan perempuan. Tanpa upaya ini, saya yakin sikap-sikap dan kebijakan yang ramah terhadap perempuan akan sulit terwujud.

Dalam kebijakan dan sumbangsihnya, Syekh Ahmad Ath-Thayyib membentuk, di antaranya: forum Wa’izhat Al-Azhar (penceramah perempuan Al-Azhar) dan divisi Fatwa Perempuan. Yang pertama berada dalam naungan Akademi Riset Islam Al-Azhar, kedua berada di bawah Pusat Fatwa Elektronik Al-Azhar.

Ada sebab mengapa saya sengaja menyebutkan forum dan divisi ini. Selama dua tahun terakhir, forum Wa’izhat Al-Azhar begitu populer di media sosial saya. Forum dengan fokus pengembangan potensi perempuan ini, cukup efisien bergerak dalam pendidikan dan pelatihan perempuan. Bagi saya, keberadaan forum Wa’izhat seperti oase di tengah padang pasir. Kemudian divisi Fatwa Perempuan adalah divisi fatwa khusus mufti-mufti perempuan. Mustafti perempuan akan lebih leluasa bertanya terkait permasalahannya kepada para mufti ini. Beberapa bulan saya belajar di Darul Ifta’ cukup membuktikan hal itu.

Syekh Ahmad Ath-Thayyib tidak hanya membicarakan konsep ideal muslimah dengan membiarkannya mengawang di langit, ia berupaya agar konsep ideal itu bisa dirasakan secara faktual di muka bumi. Syekh Ahmad Ath-Thayyib memuliakan perempuan dengan mengembalikan kegemilangan agama lewat cara berpikir baru mengenai isu perempuan, ia telah bersikap adil kepada perempuan sejak dalam pikiran.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Sawdah A. Fawzi

Latest