Skip to content

Fenomena UAS dan Tantangan Dakwah Islam

Isu ekstremisme menjadi perhatian negara-negara di dunia. Ditolaknya UAS di Singapura mempertegas tantangan dakwah Islam di tengah ruang publik.

FOTO Ustadz Abdul Somad dalam salah satu ceramah (public domain)
FOTO Ustadz Abdul Somad dalam salah satu ceramah (public domain)

Salah satu tantangan umat Islam hari ini adalah menyesuaikan dakwah Islam dengan perkembangan zaman. Menyebarkan ajaran agama memang sebuah kewajiban, akan tetapi memperhatikan ruang publik dan sensibilitas masyarakat jauh lebih penting, khususnya, di era kiwari ini. Berita ditolaknya kunjungan Ustadz Abdul Somad (UAS) oleh pemerintah Singapura beberapa tempo hari menurut saya tak perlu dilebih-lebihkan. Reaksi 212 yang akan menggelar aksi demonstrasi dan yang sudah dilakukan sejumlah pendukungnya dari Pertahanan Ideologi Sarekat Islam (Perisai) tentu berlebihan. Tuntutan mereka kepada Dubes Singapura agar meminta maaf menurut saya justru berpotensi merusak hubungan diplomatik Indonesia dengan Singapura.

Mereka tidak mengerti bahwa negara memiliki ruang publik dan sensibilitas agamanya masing-masing. Alasan penolakan Singapura lebih banyak dilatari oleh latar belakang negara tersebut yang sekuler di mana stabilitas ruang publik dan keamanan negara lebih diutamakan. Ditambah isu ektremisme hari ini tidak hanya membayang-bayangi negara kecil seperti Singapura, melainkan juga seluruh negara-negara di dunia. Sehingga diterima atau ditolaknya UAS di sana sama sekali tidak berkaitan dengan islamophobia atau upaya mendiskreditkan dakwah Islam—sebagaimana yang dilontarkan oleh sebagian pihak—, melainkan sebuah tindakan yang sah secara hukum dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun. Sebuah keputusan yang murni atas kedaulatan suatu negara dan hak prerogratifnya

Perangkat Ilmu Bahasa Arab yang Wajib Dikuasai Dai
Apa jadinya jika seorang dai tidak menguasai bahasa Arab dan perangkatnya?

UAS bukan hanya kali ini ditolak untuk berceramah. Sejak beredarnya konten ceramah UAS di dunia maya—khususnya yang mengarah pada ekstremisme, banyak negara yang menolak kedatangan UAS, seperti Jepang, Belanda, Swiss, Timor Leste, hingga daerah-daerah lokal Indonesia. Singapura juga tidak hanya menolak UAS, negara tersebut juga pernah menolak Ismail Menk asal Zimbabwe dan Haslin Baharim dengan alasan yang sama (CNN). Arab Saudi pun pernah menolak kedatangan Yusuf Al-Qaradhawi dan Salman Audah yang belakangan ditemukan mendorong gerakan ekstremis Ikhwanul Muslimin.

Klarifikasi panjang UAS yang beredar luas memang menunjukkan reaksi dan tanggapan bahwa dirinya sudah meralat pemikirannya yang dulu. Bahwa UAS sudah tak se-'keras' dulu dalam berdakwah. Akan tetapi jejak digital ceramah-ceramahnya—terutama yang mengarah pada intoleransi—sulit untuk dihapus sehingga rekam jejak tersebut tetap menjadi penilaian intelijen Singapura.

Merevisi Pemahaman Ekstrem dan Takfiri
Buku Al-Fahm Al-Munir yang ditulis oleh Syekh Usamah Al-Azhari hadir menjawab kesalahan-kesalahan penafsiran ayat yang berujung fatal.

Selain soal intoleransi, menurut saya fenomena UAS di atas berkaitan erat juga dengan tantangan dakwah Islam di tengah heterogenitas ruang publik. Sebagaimana menurut Habermas, ruang publik yang bebas itu berpengaruh besar pada sosial imajiner dan sensibilitas masyarakat. Indonesia dengan sensibilitas agama yang tinggi membentuk ruang publik agama secara terbuka dan luas. Sementara itu, Singapura dengan sistem sekuler membatasi urusan agama dalam ruang publik secara ketat. Sehingga tindakan menolak kedatangan UAS dilakukan untuk menghindari clash akibat nilai-nilai intoleransi dalam ceramah UAS. Jika UAS berhasil masuk dan berceramah di negara tersebut jelas akan membuat kegaduhan yang besar. Penyebutan UAS bahwa salib Kristen rumah jin kafir akan menyebabkan reaksi besar masyarakat Singapura di saat ruang publik mereka menuntut toleransi dan hak agama secara ketat dan sejauh mungkin menghindari kegaduhan isu intoleran.

Rasulullah

Kumpulan tulisan dengan spirit kecintaan kepada Rasulullah SAW dapat teman-teman temukan

di sini

Ruang Publik Dakwah Islam

Dengan demikian tantangan dakwah Islam ke depan adalah kemampuan untuk seimbang di tengah heterogenitas ruang publik agama. Ruang publik sebagaimana Habermas katakan, bersifat otonom, terbuka, transparan dan bisa diakses siapapun. Nilai-nilai dalam ruang publik akan dipengaruhi secara kuat oleh sensibilitas masyarakat. Untuk menghindari terjadinya clash, diperlukan adanya nalar komunikatif yang mensyaratkan kebenaran, kejujuran, dan ketepatan. Begitu juga dalam konteks dakwah Islam yang juga menjadi sensibilitas umat beragama di dunia.

Ruang publik dalam konteks metodologi dakwah Islam termasuk dalam bagian “mukhathab” dalam arti objek yang didakwahi. Jika di zaman Nabi, mukhathab masih terbatas door to door yang notabenenya berhadapan langsung, tetapi hari ini mukhathab telah meluas dari dunia nyata menuju dunia maya yang tak tak dibatasi ruang dan waktu. Mukhathabdalam dunia maya juga tidak dibatasi dari kalangan apa dan di mana. Itulah ruang publik agama hari ini. Oleh sebab itu,kaidah “mura’atu ahwal al-mukhathabin” (memperhatikan hal-ihwal jamaah) menjadi urgen.

Sepercik Tata Krama Para Ulama Nahwu
Laku ulama yang penuh tata krama patut menjadi teladan bagi masyarakat muslim. Dalam memilih istilah, para ahli nahwu menjaga betul sikap santun.

Daripada itu, semangat mengajarkan Islam dan menyebarkannya jangan sampai menembus batas-batas toleransi antar umat beragama, bahkan pada seluruh manusia. Mengingat Nabi kita itu diutus bukan hanya kepada umat Islam saja, melainkan kepada seluruh dunia (rahmatan Lil Alamin). Sebagaimana beliau bersabda, “Seluruh para nabi (terdahulu) itu diutus hanya untuk kaumnya saja, sedang aku diutus secara khusus untuk seluruh umat manusia” (Hadits Riwayat Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim).  Maka, karakteristik dakwah Islam itu harus membawa pesan perdamaian global dan asas toleransi yang tinggi (Risalah As-Salam Al-'Alami).

Dengan demikian, saya yakin UAS—dengan kapabilitas keilmuannya— juga menyadari tantangan ini setelah mengalami reaksi penolakan di atas. Harapan masyarakat luas dan para pecintanya –atas kealimannya di bidang fikh dan usul fikih— tentu besar pada ceramah-ceramahnya yang menenteramkan nan humoris. Bukan lagi ceramah yang dikotori banalitas politik, hinaan, dan caci maki yang mengarah pada intoleransi. Ceramah yang penuh pesan damai itulah yang akan sanggup diterima masyarakat luas, bahkan kepada seluruh dunia. Tabik!

💡
Baca juga artikel lain di rubrik OPINI atau tulisan menarik Lukman Hakim Rohim

Latest