Skip to content

Gerbang Menuju Pembaharuan Pemikiran Islam

Salah satu karakteristik Islam adalah selalu baru. Ia juga punya unsur yang tak dapat berubah. Kuasai 5 ilmu ini untuk masuk ke dunia pembaharuan.

FOTO Ilustrasi (Unsplash/Peter Mason)
FOTO Ilustrasi (Unsplash/Peter Mason)

Salah satu karakteristik Islam adalah selalu baru dan segar. Sebab ia diperuntukkan untuk seluruh umat manusia yang hidup di lintas masa, tempat, dan budaya. Sudah barang tentu ia harus selalu bisa menyesuaikan dengan kehidupan manusia dalam tiga dimensi kehidupan tadi.

Meski Islam memiliki sifat dasar selalu baru dan segar, peran para pemeluknya untuk membawakannya agar sesuai dengan sifat dasarnya adalah sebuah keniscayaan. Tanpa upaya pembaharuan dan penyegaran dari pemeluknya, ia akan terlihat usang dan layu. Selanjutnya akan ada banyak hal yang hilang darinya dan banyak pula unsur liyan yang menempel dan menutupi jati dirinya, sehingga sifat dasarnya menjadi kabur dan lambat laun bisa hilang.

Sesuatu yang menjamin kemurnian dan kebaharuan Islam adalah adanya dua unsur beda sifat dalam tubuh Islam, yaitu tsawabit (sesuatu yang tetap) dan mutaghayyirat (sesuatu yang bisa berubah). Unsur tsawabit inilah yang menjamin kemurnian Islam. Sementara unsur mutaghayyirat menjamin kebaharuan dan kesegarannya. Kesalahan dalam mengidentifikasi dua unsur ini akan berakibat fatal terhadap Islam, sebab jika yang tsawabit dianggap mutaghayyirat, yang terjadi adalah paham ekstrem-kiri. Sementara jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka akan memunculkan paham ekstrem-kanan. Kedua paham ini dianggap menyimpang dalam ajaran Islam.

Pemikiran lahir dari aktivitas berpikir. Aktivitas berpikir adalah proses kerja akal dalam mengelola dan mengolah pengetahuan untuk melahirkan pengetahuan baru. Jika akal berinteraksi dengan empat sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al-Quran, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas, maka lahirlah pemikiran Islam dengan kedua kategori yang telah disebut di atas. Proses ini sering disebut sebagai ijtihad atau tajdid dengan ketentuan dan syarat yang telah diatur di dalam ilmu usul fikih.

Pembaharuan pemikiran Islam hanya bisa dilakukan pada salah satu unsur di dalam tubuh Islam, yaitu pada Mutaghayyirat. Pembaharuan ini dilakukan dengan cara membaca dan menilai ulang hasil pemikiran para ulama agar sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman, tempat, dan budaya. Tentu pembacaan dan penilaian ulang ini bukan hanya melihat pada hasil pemikiran ulama saja, melainkan juga dibarengi dengan analisa terhadap sumber pokoknya. Sehingga proses ijtihad dan tajdid inilah yang bisa menjamin kebaharuan dan kesegaran pemikiran Islam.

Jalan untuk menuju ijtihad dan tajdid masih terlampau jauh. Syarat dan peranti yang dibutuhkan sangatlah banyak dan rumit. Sehingga dibutuhkan adanya usaha keras untuk memenuhi syarat dan peranti yang dibutuhkan. Selanjutnya, barulah proses ijtihad dan tajdid bisa terealisasi dengan baik.

Tasawuf

Kumpulan tulisan bertema tasawuf dapat teman-teman baca

di sini

Gerbang utama untuk memenuhi syarat dan peranti yang dibutuhkan dalam ijtihad dan tajdid adalah memahami pemikiran Islam dengan benar. Untuk bisa memahami pemikiran Islam dengan benar, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Hasan Asy-Syafi’i dalam kitab Qaul fi At-Tajdid, setidaknya ada lima ilmu pokok yang harus dipelajari dan dikuasai dengan benar, yaitu ‘Ulumul Quran, ‘Ulumul Hadits, Ilmu Kalam, Fikih, dan Usul Fikih.

Dua ilmu yang disebutkan pertama itu sangat penting, sebab keduanya berkaitan dengan sumber paling pokok dalam pemikiran Islam. Sementara itu, ilmu kalam merupakan landasan dari semua ilmu keislaman yang lain. Ia bersinggungan dengan banyak unsur tsawabit -meski bukan seluruhnya- dalam Islam. Adapun unsur mutaghayyirat kebanyakan -meski juga bukan seluruhnya- dimuat di dalam ilmu fikih.

Jika landasan dan sumber utama ilmu kalam dan ilmu fikih adalah Al-Quran dan hadits, maka ilmu usul fikih merupakan metode atau manhaj yang digunakan untuk menggali pemikiran yang termuat di dalam ilmu kalam dan ilmu fikih dari sumber utamanya, yaitu Al-Quran dan hadits. Di samping itu, tatacara berinteraksi dengan sumber lain, seperti ijma’, qiyas, dan istidlal juga dijelaskan di dalam ilmu ini. Sehingga kita dapat pahami bahwa ilmu usul fikih bukan hanya sebagai metode memahami dalil untuk melahirkan ilmu fikih saja, tetapi untuk melahirkan seluruh pemikiran Islam, termasuk ilmu kalam.

Singkatnya orang yang menguasai lima ilmu pokok di atas berarti dia benar-benar memahami sumber pokok pemikiran Islam melalui Ulumul Quran dan Ulumul Hadits. Di samping itu, ia juga memahami produk pemikiran Islam warisan dari ulama sebelumnya yang bersumber pokok dari Al-Quran dan hadits. Selain memahami produk dan bahannya (sumber), ia juga mengetahui metodologi dan tata cara mengolah bahannya agar bisa menghasilkan produk pemikiran Islam. Dengan memahami seluk-beluk pemikiran Islam dari akar, pohon, dan buahnya, ia akan bisa menentukan mana wacana yang mungkin serta perlu diperbaharui dan mana yang tidak.

Meski terlihat sederhana, pada praktiknya upaya untuk memasuki dunia ijtihad dan tajdid seringkali mengalami kegagalan. Terlebih bagi para pelaku yang tidak melewati gerbang utama yang telah disebut di atas. Alih-alih upayanya dianggap sebagai pembaharuan, justru yang lahir adalah sebaliknya, yakni perusakan.

Memang ada beberapa rintangan yang seringkali menghalangi jalannya upaya tajdid dan membelokkannya menjadi perusakan atau penghancuran (tabdid). Rintangan yang paling sering mengganjal adalah dua hal, yaitu tidak memahami dengan baik ilmu-ilmu pokok yang telah disebut di atas dan kesalahan identifikasi tsawabit dan mutaghayyirat. Dua hal ini terjadi secara berurutan. Sering kali hal yang kedua adalah konsekuensi logis dari yang pertama.

Jika seseorang tidak memahami dengan baik lima ilmu pokok yang disebut di atas, ia juga tidak akan bisa memahami pemikiran Islam. Maka konsekuensinya dia tidak bisa mengidentifikasi mana yang tsawabit dan mutaghayyirat. Kalau tetap memaksakan diri untuk melangkah dan menentukan mutaghayyirat yang hendak ia perbaharui, tentu kemungkinan salahnya akan lebih banyak daripada tepatnya. Ini merupakan akar penyimpangan dalam pemikiran Islam. Sebab yang terjadi hanya dua kemungkinan, yaitu ekstrem-kiri atau ekstrem-kanan. Belum lagi upaya pembaharuannya tidak berbekal ilmu usul fikih sebagai metodologi. Hal ini akan semakin memperparah keadaan.

Kondisi miris ini diperparah dengan adanya upaya untuk menganalisa sumber pemikiran Islam dengan metode yang tidak sesuai dengan karakter dan sifat dasar dari sumber tersebut. Metode tafsir hermeneutika pelan-pelan memasuki pikiran umat Islam dan dibenar-benar diterapkan sebagai metode untuk menganalisa sumber pokok di atas tanpa adanya penyaringan dan penyesuaian. Hal ini semakin menambah tebalnya dinding penghalang antara keinginan tajdid dan realisasinya.

Walhasil, pembaharuan adalah sebuah keniscayaan dalam pemikiran Islam. Ia harus selalu hadir pada waktu, tempat, dan budaya yang menuntut. Pembaharuan harus dilandasi dengan pemahaman yang baik terhadap pemikiran Islam. Gerbang untuk memahami pemikiran Islam dengan baik adalah lima pokok disiplin ilmu, yaitu Ulumul Quran, Ulumul Hadits, Ilmu Kalam, Fikih, dan Usul Fikih. Sehingga gerbang untuk menuju pembaharuan pemikiran Islam adalah memahami dan menguasai lima ilmu pokok tersebut. Wallahu A’lam Bishshawab.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Munawar Ahmad Sodikin

Latest