Hukum Maulidan di Luar Rabiul Awal

Bulan Rabiul Awal telah berlalu, namun di beberapa tempat, perayaan maulid masih kerap dijumpai berlangsung secara meriah dan khidmat. Terlebih lagi di negeri Indonesia yang memang masyhur sebagai negara yang sangat antusias dan bersemangat tiap kali menyambuti datangnya bulan maulid.

Di Indonesia, perayaan maulid Nabi Muhammad dilaksanakan oleh masyarakat muslim di seantero negeri. Tidak hanya di kota-kota besar, perayaan maulid juga dilaksanakan secara semarak di pelosok-pelosok berbagai wilayah Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim. Bahkan masing-masing daerah punya tradisi perayaan sendiri-sendiri yang khas dan unik.

Meriahnya Maulid Nabi di Masjid Sayidina Al-Husain Mesir
Sebelum masa wabah, masyarakat Mesir merayakan maulid Nabi secara meriah. Malam puncak Al-Lailah Al-Kubra digelar di Masjid Sayidina Al-Husain.

Yang menarik dan lantas menjadi bahan kajian tulisan ini, pelaksanaan acara-acara dalam rangka menyambut bulan Maulid itu tidak dilaksanakan serentak. Ada yang tepat di tanggal 12 Rabiul Awal, ada yang di tanggal-tanggal awal sudah melaksanakan ihtifal (perayaan) maulid, ada yang di pertengahan bulan Rabiul Awal, ada pula yang memilih di tanggal-tanggal akhir bulan, bahkan ada yang pelaksanaan acara maulidnya tidak berada di bulan Rabiul Awal. Lantas, bagaimana sejatinya waktu yang paling tepat untuk melaksanakan ihtifal maulid ini? Bolehkah kita melaksanakan perayaan maulid, tapi tidak di dalam bulan Rabiul Awal?

Syahdan, jika kita merujuk pada keterangan dari berbagai literasi Islam yang ada, peringatan maulid Nabi SAW boleh dilaksanakan kapan pun. Artinya, peringatannya tidak harus dilkasanakan di dalam bulan Rabiul Awal.

Para ulama pun sejak abad ke-4 telah merayakan Maulid Nabi dengan aneka macam ibadah dengan ketentuan waktu yang tidak terbatas. Tidak pula terkhusus pada pembacaan syair pujian atas nabi, bertadarus, bersedekah makanan, dzikiran, tapi juga aneka kegiatan positif lainnya. Spesifik tentang waktunya, memang tidak terkhusus hanya di tanggal 12 Rabiul Awal saja. Barangkali ini dipengaruhi faktor adanya khilaf tanggal lahir Nabi Muhammad SAW.

Jumhur ulama memang mengatakan beliau Nabi Muhammad lahir tanggal 12 bulan Rabiul Awal, ada ulama yang mengatakan tanggal 8 Rabiul Awal, ada pula yang mengatakan tanggal 21 Rabiul Awal. Terkait ini, ada pernyataan menarik dari Syekh Ali Jum’ah ihwal adanya perbedaan tanggal hari lahir Nabi Muhammad SAW.

Hunian Para Talib Tunanetra di Masjid Al-Azhar
Dulu, Al-Azhar mempunyai sebuah hunian khusus untuk para talib tunanetra. Para pencari ilmu yang berkebutuhan khusus itu tercatat dalam sejarah.

Yaitu, bahwa dari perbedaan itu, seolah-olah Allah SWT menyembunyikan kepastian hari kelahiran Rasulullah, serupa ketika Allah menyembunyikan kapan pastinya Lailatul Qadar. Menurut mantan mufti Mesir tersebut, justru ada hikmah tersirat yang bisa diambil. Bahwa hendaknya kita tidak merayakan hari kelahiran beliau pada satu hari saja di bulan Rabiul Awal, tapi merayakan selama sebulan penuh, bahkan hingga setahun penuh. Hal itu pun telah dijelaskan pula oleh banyak ulama tarikh maupun hadis, di antaranya Ibnu Al-Jauzi, Ibnu Katsir, Ibnu Dihyah Al-Andalusi, Ibnu Hajar dan Jalaluddin As-Suyuthi.

Walhasil, karena ihtifal maulid merupakan acara yang sangat dianjurkan oleh para ulama dan merupakan adat istiadat positif masyarakat kita yang tidak ada nas khusus terkait kapan waktu pelaksanaannya, maka para ulama lantas membolehkan kapan saja. Terlebih lagi maulid juga merupakan manifestasi rasa cinta kita pada Nabi SAW yang tentunya bisa mendatangkan rahmat dan fadilah dari Allah jika itu terus diselenggarakan. Artinya boleh dilaksanakan pada awal bulan Rabiul Awal, tanggal 12 Rabiul Awal, bahkan boleh di bulan Sya'ban, bulan Rajab ataupun bulan-bulan lainnya. Keterangan lebih jauh seputar hal itu bisa dirujuk dan dibaca sendiri dalam kitab Haula Al-Ihtifal bi Dzikra Al-Maulid An-Nabawi Asy-Syarif, halaman 22-35 atau dalam kitab Mafahim Yajibu An-Tushahhahu, hal 314 atau kitab-kitab lainnya.


Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Ahmad Muhakam Zein