Skip to content

Hukum Suami yang Menonton Film Porno Meski Sudah Punya Istri

Seorang istri mengadu bahwa suaminya kerap sekali menonton video porno. Syekh Ahmad Ath-Thayyib menjawab hal ini dan menjelaskan hukum fikihnya.

FOTO Ilustrasi (Unsplash/Demure Storyteller)
FOTO Ilustrasi (Unsplash/Demure Storyteller)

Pertanyaan: Suami saya menghabiskan banyak waktu setiap hari untuk menonton film porno yang tersimpan di komputer. Ia mengatakan bahwa menonton hal-hal tersebut diperbolehkan (halal), karena sebatas hiburan dan menghabiskan waktu. Namun saya menolaknya, karena saya yakin bahwa itu tidak diperbolehkan (haram). Lalu apa hukum yang benar?

Jawaban: Anda benar dan suami Anda salah. Kemudian, seyogianya ia mengetahui bahwa waktu yang ia habiskan untuk menonton film-film ini akan dihisab dalam timbangan buruknya kelak.

Islam tidak mengenal konsep “menghabiskan waktu”. Sebaliknya, Islam mengenal konsep “menginvestasikan waktu” untuk hal- hal yang bermanfaat bagi individu dan masyarakat.  Apa yang sedang ia tonton ini adalah aurat yang diharamkan dan dilarang dalam Islam untuk dilihat, karena keluar dari norma dan moral yang baik, juga berdampak pada psikologis buruk yang ditimbulkan akibat menonton ini pada kepribadian mereka yang melihat kepada aurat.

Ia harus kembali mengingat-ingat, bahwa menutup aurat dan rasa malu kala melihatnya sudah menjadi fitrah yang telah tertanam dalam diri manusia pertama. Maka hendaklah ia baca kembali firman Allah taala dalam kisah Nabi Adam dan Hawa:

فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْءٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِۚ وَعَصٰٓى اٰدَمُ رَبَّهٗ فَغَوٰى

“Lalu, mereka berdua memakannya, sehingga tampaklah oleh keduanya aurat mereka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga. Adam telah melanggar (perintah) Tuhannya dan khilaflah dia.” [Surah Thaha: 121].

Hal ini supaya ia tahu, bahwa menutup aurat dan menghindari melihatnya sudah menjadi fitrah seorang manusia, juga menjadi indikator kewarasannya dalam memiliki malu layaknya manusia.

Cukuplah ia mengetahui, bahwa jika seorang laki-laki atau perempuan melaksanakan salat tanpa menutupi auratnya, maka salatnya batal. Begitu pula jika dia melihat auratnya saat salat, maka salatnya juga batal. Sungguh, menonton hal-hal beginian merupakan perbuatan menyimpang yang dilarang oleh agama, moral, dan kesehatan psikis.

***

Pertanyaan: Suami saya adalah seorang yang religius. Ia sering menunaikan ibadah haji dan umrah. Namun, ia kerap menonton film yang menampilkan wanita telanjang dan memandanginya, yang melukai perasaan saya sebagai seorang istri yang cemburu terhadap agama dan suaminya. Ia membenarkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa itu hanya rasa ingin tahu saja, tidak membangkitkan nafsu apapun dalam dirinya.  Apa hukumnya melihat hal-hal tersebut? Apakah suami saya dianggap religius padahal ia terlihat sudah biasa dalam hal ini?

Jawaban: Siapa pun yang gemar melihat tubuh-tubuh bugil penggoda, menghabiskan sebagian besar malamnya untuk menonton hal itu, lalu mengira dirinya religius dan patuh akan ajaran Islam, sungguh, telah bertentangan dengan dirinya sendiri. Sebab, dalam Islam sudah jelas bahwa perilaku tersebut merupakan jenis perbuatan tidak senonoh yang haram dan terlarang, karena hal tersebut berujung pada rusaknya akhlak yang mulia, pemikiran yang benar, dan perilaku yang lurus. Padahal, semua yang rusak itu merupakan pilar berharga seorang insan dan masyarakat dalam pandangan Islam.

Pria religius sejati yang taat beragama akan menahan diri agar tidak terjerumus ke dalam rawa-rawa ini. Ia juga akan meyakinkan keluarga dan anak-anaknya bahwa seni berstandar rendah ini tidak menghasilkan apapun kecuali ketegangan saraf, kecemasan psikologis, dan skizofrenia. Sebuah jawaban pergolakan tajam yang ada dalam psikologi seseorang, yaitu antara godaan yang teramat menarik, dan norma kebaikan yang tersimpan di alam bawah sadar, yang senantiasa mengingatkannya dari jauh dan menegurnya atas apa yang muncul.


💡
Artikel FATWA ini diterjemahkan dari buku Syekh Ahmad Ath-Thayyib berjudul Min Dafatiri Al-Qadimah, oleh Amirul Mukminin

Latest