Skip to content

Hunian Orang-orang Jawi di Masjid Al-Azhar

Dalam sejarahnya, masjid Al-Azhar mengenal sistem hunian yang bernama riwaq. Riwaq Al-Jawiyyah untuk para pendatang dari Kepulauan Nusantara salah satunya.

Foto: Para mujawir di halaman tengah terbuka (sahn) di masjid Al-Azhar. (Creswell/AUC)
Foto: Para mujawir di halaman tengah terbuka (sahn) di masjid Al-Azhar. (Creswell/AUC)

Pada galibnya, riwaq (hunian) di Masjid Al-Azhar dinamai sesuai negeri asal para mujawir (orang yang mendekat/tinggal di masjid) yang menghuninya. Setidaknya terdapat 18 riwaq yang dikhususkan bagi mereka yang datang dari luar Mesir.

Ada Riwaq Asy-Syawwam untuk para talib dari Negeri Syam. Riwaq Al-Magharibah untuk Negeri Barat Mesir. Riwaq Al-Atrak untuk negara Turki, Yugoslavia, Albania, Rusia, dan Turkistan. Riwaq Al-Haramain untuk Negeri Hijaz. Riwaq Al-Yamaniyyah (Yaman). Riwaq Al-Barnu (Senegal, Nigeria, Guinea, Ghana). Riwaq Al-Jabartiyyah (Ethiopia, Eritrea, Somalia). Riwaq Al-Barabirah (Mauritania dan sekitaran).

Ada pula As-Sulaimaniyyah untuk para talib dari negara yang sekarang ini wilayah Afghanistan. Riwaq Al-Hunud untuk orang-orang India. Riwaq As-Shin dan Janub Afriqiyah untuk Cina dan Afrika Selatan. Satu yang menjadi topik bahasan kali ini adalah Riwaq Al-Jawiyyah, hunian yang dikhususkan untuk para talib pendatang dari sejumlah negeri di arah Jawa.

Berdasarkan beberapa manuskrip yang bertanda wakaf dan sejumlah buku, riwaq ini disebut dengan beberapa nama berbeda. Riwaq Al-Jawah, Ar-Riwaq Al-Jawi, atau yang paling banyak berulang adalah Riwaq As-Sadah Al-Jawiyyah. Dari semuanya, nisbat Jawa yang dimaksud tentunya tidak terbatas pada pulau Jawa yang kita kenal, melainkan mencakup negeri-negeri di Kepulauan Nusantara atau Dunia Melayu. Wilayah ini sekarang menjadi bagian dari negara modern Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei, dan Filipina.

As-Subki, Sepanjang Hidup untuk Ilmu dan Al-Azhar
Riwayat hidup ulama bernama Abdullathif As-Subki. Sosok yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk ilmu dan Al-Azhar.

Penamaan riwaq di masjid Al-Azhar memang kerap menggunakan nisbat yang disertai huruf ta' li-dalalat al-jam'. Riwaq Al-Jawiyyah salah satunya. Ta' yang terbaca wakaf pada Jawiyyah menunjukkan makna jamak pada lafal sebelumnya. Yakni Hunian Orang-orang Jawi.

Lalu, kenapa Kepulauan Nusantara disebut dengan nisbat Jawa? Jawaban yang paling mungkin bahwa Jawa adalah penjuru yang paling pas untuk ditunjuk dari kawasan Arab oleh khalayak di zaman itu.

Alkisah, tersebutlah seorang yatim bernama Utsman. Utsman Qazdughli Katkhuda. Ia adalah anak asuh Hasan, ayah Abdurrahman yang disebut di video Pendar Lampu Belajar. Saat menjadi amir, Utsman juga dikenal punya banyak amal.

Ia tercatat sebagai orang yang mendirikan sejumlah riwaq di Masjid Al-Azhar pada tahun 1148 H. Zawiat Al-‘Umyan, Riwaq Asy-Syawwam, Riwaq As-Sulaimaniyyah, dan tentu riwaq yang diapit keduanya, Riwaq Al-Jawiyyah. Tak sekedar mendirikan, ia juga mewakafkan banyak petak sawah dan hasil bumi demi mencukupi kebutuhan riwaq.

Riwaq Al-Jawiyyah terbilang kecil jika dibandingkan dengan beberapa riwaq lain. Tentunya karena jumlah penghuninya pun tak banyak. Namun, riwaq mungil ini mampu menggaji tinggi para mujawir yang menghuninya plus 3 pegawai. Urusan kebersihan, fasilitas, dan pengisi air.

Hunian ini juga dilengkapi khazanah yang menghimpun 46 jilid kitab. 11 roti dijatah untuk 2 hari sekali. Sedangkan tiap harinya, penghuni Riwaq Al-Jawiyyah disyaratkan mendaras 6 juz Al-Quran.

Mudahnya Mempelajari Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat kerap dianggap rumit untuk dipelajari hingga peminatnya kian sedikit. Padahal ilmu ini tidaklah susah jika kita mau mulai mengenalnya.

Pada 1954 rencana pembangunan Madinat Al-Bu'uts Al-Islamiyyah diresmikan oleh pemerintah. Asrama itu rampung dibangun 5 tahun setelahnya. Para penghuni masjid Al-Azhar dialihkan ke asrama berkonsep kota mini itu. Sebagian riwaq pun menghilang. Namun, Riwaq Al-Jawiyyah adalah salah satu yang masih bertahan di dalam masjid meski posisinya harus bergeser sebab penataan ulang.

Ia tak lagi berada di antara Riwaq Asy-Syawwam dan Riwaq As-Sulaimaniyyah. Namanya pun beralih menjadi Riwaq Indunisiya meski penghuninya juga mencakup para talib asal Siyam, Filipina, dan Semenanjung Malaya. Dalam bukunya, seorang peneliti Mesir Mona Abaza merekam keberadaan riwaq ini di awal dekade 90-an.

Para mujawir asal Asia Tenggara dikenal solid, pandai beradaptasi, dan bergaya mutakhir. Mereka pun tak ketinggalan berita aktual. Kecintaan mereka pada negeri nan jauh tak pupus bin lekang dari hati.

Para mujawir Jawi tercatat pernah membentuk sejumlah organisasi di beberapa masa yang berbeda. Sebut saja Al-Jam’iyyah Al-Khairiyyah li Ath-Thalabah Al-Azhariyyah Al-Jawiyyah, Persatuan Pelajar Indonesia dan Melayu (Perpindom), dan Jam'iyyah Ad-Difa' 'An Istiqlal Indunisiya (Organisasi Perjuangan Kemerdekaan Indonesia).

Hari ini, sistem riwaq dan istilah Mujawir di Masjid Al-Azhar sudah tiada lagi. Namun, keduanya tak begitu saja serejang menghilang. Seperti banyak hal di dunia ini, ia beralih wujud secara perlahan dan menyesuaikan zaman.

Dengan repihan kisah para pendahulu, akankah talib Asia Tenggara menyadari bahwa merekalah para Jawi hari ini?


Baca juga artikel lain di rubrik TARIKH atau tulisan menarik Mu'hid Rahman

Latest