Kesalahpahaman tentang Ziarah Makam Wali

Di suatu diskusi mengenai ziarah ada salah satu dari audiens berkomentar bahwa selagi di Indonesia masih ada pemikiran ala Wahabi, maka selama itu pula amaliah yang sudah dilaksanakan bahkan menjadi tradisi muslim Sunni yang ada di Indonesia akan terus dipersoalkan. Bahkan pengamal ziarah akan dituduh musyrik dan dikafirkan oleh mereka. Perkataan ini benar adanya. Para tokoh Wahabi di Indonesia sangat keras sekali mengenai amaliah-amaliah Sunni di Indonesia.

Berbicara Sunni, pada muktamar di Chechnya yang mengangkat topik mengenai siapakah yang termasuk Ahlus-sunnah wal Jamaah, para muktamirin pada waktu itu salah satunya Syekh Ahmad Ath-Thayyib menyepakati bahwa muslim yang berpola pikir ala Wahabi tidak termasuk Ahlus-sunnah wal Jamaah atau Sunni. Kenapa demikian, karena karakteristik Sunni tak pernah mengkafirkan sesama muslim walau berbeda pemikirannya. Berbeda dengan kelompok Wahabi ini. Maka jelas, mereka bukan bagian dari Sunni.

Benarkah Asy’ariah Terbelakang dan Membingungkan?
Sekilas mengenal Asy’ariyah yang sempat disebut terbelakang dan membingungkan oleh seorang dosen. Mazhab yang diugemi Al-Azhar Asy-Syarif, Kairo.

Kembali mengenai pola pikir Wahabi ini, para tokoh Wahabi begitu keras dalam pandangannya mengenai amaliah-amaliah Sunni. Seperti problematika mengenai ziarah. Ziarah kepada makam-makam ulama adalah  sunnah dan perkara yang dianjurkan oleh syariat Islam. Namun, para tokoh Wahabi dan orang yang terpengaruh oleh pemahaman Wahabi menganggap orang yang berziarah kepada para orang-orang salih, ulama, para wali, makam nabi dianggap sebagai orang yang melakukan laku musyrik; menyekutukan Allah.

Pandangan ini tak mungkin tanpa alasan. Faktor terbesar kesalahan dari kalangan Wahabi adalah pembagian tauhid menjadi tiga atau Tri Tauhid, yaitu Tauhid Uluhiyyah, Rububiyyah, dan Asma Wash-Shifat. Pembagian ini yang menyebabkan mereka menjustifikasi kafir atau musyrik kepada umat muslim karena dianggap tidak sesuai dengannya.

Tauhid Rububiyyah yang dimaksud adalah menunggalkan bahwa Allah yang menciptakan. Tidak ada yang menciptakan kecuali Allah. Sedangkan Uluhiyyah adalah menunggalkan Allah yang wajib disembah. Dengan cara ini mereka menganggap bahwa kafir Quraisy sudah bertauhid Rububiyyah karena menurut mereka ketika ditanya siapa pencipta bumi dan langit, mereka (kafir Quraisy) menjawab Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Tetapi mereka musyrik atau menyekutukan Allah karena beribadah kepada sesembahan mereka; yaitu patung-patung yang diciptakannya. Dalam arti mereka tidak bertauhid uluhiyyah.

Pemahaman yang aneh ini oleh mereka dibawa kepada umat muslim. Secara tegas mereka mengatakan bahwa para pelaku ziarah dari kalangan umat muslim berarti telah menyekutukan Allah SWT. Karena para pelaku ziarah telah bertentangan dengan Tauhid Uluhiyyah. Mereka menganggap pelaku ziarah meminta kepada selain Allah dan beribadah kepada selain-Nya. Walaupun ia beriman kepada Tauhid Rububiyyah.

Pada akhirnya pemahaman seperti ini yang menyebabkan pengkafiran umat muslim yang berbeda pemahamannya dengan para Wahabi.

Ketika Hasrat Berbicara Melampaui Kepakaran
Betapa Islam begitu menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan segala konsekuensi yang mengikutinya: kepakaran.

Hukum Ziarah Kubur Menurut Agama Islam

Jika ditinjau dari pemahaman agama Islam, banyak dalil hadits Rasulullah yang justru menganjurkan seorang muslim untuk menziarahi makam umat muslim secara mutlak. Dalam arti, dianjurkan oleh agama Islam baik menziarah ke makam para kerabat, orang tua, kinansih Allah, sahabat Rasulullah, makam-makam para wali atau ziarah ke ulama yang alim nan salih.

Rasulullah SAW bersabda:

كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها

"Dahulu, saya melarang kalian berziarah kubur, tapi sekarang berziarahlah kalian" (HR. Muslim)

Praktik ziarah pun diajarkan secara langsung oleh Rasulullah SAW. Bahkan Rasulullah rutin berziarah ke Pemakaman Al-Baqi'. Ketika ia hendak menziarahi sanak familinya, para sahabat-sahabatnya, dan umat muslim secara umum yang telah meninggal lebih dulu darinya, beliau mengucapkan salam kepada mereka dengan kesopanan dan adab yang baik serta mengawalinya dengan mengucapkan salam kepada mereka ke arah makam-makam:

السلام عليكم دار قوم مؤمنين وأتاكم ما توعدون، غدا مؤجلون ، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون ، اللهم اغفر لأهل البقيع الغرقد

Syekh Syauqi 'Allam, Mufti Agung Mesir menegaskan bahwa ziarah makam para kekasih Allah yang salih adalah suatu perkara yang disukai. Tidak dianggap syirik. Ia menegaskan bahwa tempat-tempat tersebut adalah tempat turunnya rahmat dan keberkahan. Sebab menurutnya, para wali salih yang di masa hidupnya selalu dituruni rahmat, begitu pun di makam-makamnya. Ia mengisyaratkan bahwa duduk beserta orang-orang salih mempunyai kemanfaatan yang banyak. Begitu pun berdiam di makam para kekasih Allah yang alim nan salih sambil saling bertukar ilmu dan zikir kepada Allah SWT dianggap sebagai pintu dari kebaikan-kebaikan dan termasuk dari pintu-pintu zikir yang diperintahkan di dalam Islam.

Mengapa Ahlussunnah Tetap Relevan Hari ini
Menjamurnya radikalisme dan islamofobia adalah problem terbesar dunia Islam hari ini. Ahlussunnah sanggup secara nyata merespon isu-isu tersebut.

Kesimpulannya, ziarah kubur yang selama ini dipraktikkan oleh Sunni; berdo'a dan berzikir bukanlah sedang meminta kepada orang yang diziarahi, melainkan itu hanyalah suatu jembatan perantara (washilah) diterimanya amal dan dikabulkannya hajat oleh Allah SWT, tersebab kesalihan para wali Allah yang diziarahi tersebut. Wallahu a'lam.


Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Irfan Rifqi Fauzi