Kurban dan Ihwal Ibadah Sosial

Hari Raya Idul Adha dikenal juga dengan Hari Raya Idul Kurban. Idul Adha sendiri terdiri dari dua kata, yaitu Id dan Adha. Id secara bahasa artinya kembali dan Adha artinya pengorbanan. Secara umum bisa diartikan bahwa kita harus kembali pada semangat perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS tatkala menerima dan menjalankan perintah Allah untuk menyembelih putra tercinta demi tegaknya agama Allah di muka bumi ini.

Berkurban dalam momen Idul Adha ini juga merupakan wujud keimanan dan ketaatan dalam bentuk pengorbanan kita yang dipersembahkan secara tulus dan ikhlas kepada Ilahi Rabi setiap Hari Raya Idul Adha. Pelaksanaan ibadah Kurban ini bisa dilaksanakan mulai 10 Dzulhijah sampai hari Tasyrik berakhir yakni 11, 12, dan 13 Dzulhijah. Adapun salah satu dalil dan perintah dari Tuhan untuk melaksanakan ibadah kurban telah ditegaskan di dalam Al-Quran, yaitu:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya: “Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (Surah Al-Kautsar: 2)

Hari Raya Idul Adha yang penuh cinta juga sekaligus menjadi ajang melatih kepekaan sosial dengan berbagi daging kurban kepada sesama manusia yang membutuhkan. Dari momen Idul Adha, nilai-nilai cinta dan kepedulian sosial memang sangat bisa kita rasakan, terutama dari ritual ibadah kurban. Secara simbolik dan filosofis, ibadah Kurban dimana dalam ritualnya ada praktik menyembelih hewan kurban bisa juga menjadi simbol dan penguatan komitmen kita untuk menyembelih perangai-perangai buruk yang banyak dimiliki hewan yang terdapat dalam kedirian kita sebagai manusia. Dari penyembelihan tersebut, lantas kita ubah menjadi cinta dalam bentuk pembagian daging sembelihan kita kepada orang-orang yang membutuhkan.

Dalam satu ayat-Nya, Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah menundukkan hewan-hewan kurban tersebut untuk kepentingan manusia agar mereka bersyukur. Penundukan itu menunjukkan kekuasaan Allah atas segala ciptaan-Nya dan kemudahan yang diberikan-Nya kepada manusia untuk melaksanakan ibadah kurban. Rasa syukur yang dimaksud tersebut adalah rasa syukur yang tulus kepada Allah atas segala nikmat dan karunia yang diberikan, serta kesadaran akan pentingnya berbagi, peka dan peduli terhadap sesama manusia.

وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: "Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri) (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur."

Syahdan, menumbuhkan kepedulian sosial dan empati kepada sesama muslim memang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan memiliki rasa kepedulian dan kepekaan sosial yang tinggi, kita semua bisa lebih memahami nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas yang diajarkan dalam Islam. Sehingga, kita bisa menjadi manusia yang memberikan manfaat kepada sesama. Sebab menjadi manusia yang peduli dan bermanfaat kepada sesama merupakan salah satu ajaran mulia dalam agama Islam. Bahkan, Islam mengajarkan bahwa manusia terbaik adalah mereka yang paling bermanfaat terhadap sesamanya. Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain.” (HR Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi)

Munakahat

Kumpulan tulisan dengan topik pernikahan dan keluarga islami dapat teman-teman temukan

di sini

Momentum Hari Raya Idul Kurban merupakan waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan hadits di atas tersebut. Sebab pada momen Idul Adha kita dianjurkan untuk berkurban, sebagai ekspresi kepatuhan dan ketaatan terhadap perintah Allah SWT serta sebagai bentuk sikap kepedulian sosial dan empati kepada sesama manusia. Dengan berkurban, selain menjadi bentuk kepatuhan dan wujud syukur setiap Muslim kepada Allah, juga memiliki makna sosial yang sangat dalam, yaitu merasakan empati terhadap sesama yang kurang beruntung secara ekonomi sekaligus memperkuat rasa kebersamaan dalam membagi rezeki. Oleh sebab itu, ibadah kurban harus benar-benar dibangun atas dasar kesadaran dan kepedulian yang tinggi kepada saudara-saudara yang kurang mampu, sehingga orang-orang yang berkurban akan melakukannya dengan penuh ikhlas karena Allah semata. Dan, semua ini tidak bisa kita raih selain dilandasi dan didasari oleh ketakwaan kepada-Nya. Berkaitan dengan hal ini, Allah berfirman dalam Al-Quran:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Artinya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.” (Surah Al-Hajj: 37)

Perintah untuk membangun kepedulian sosial kepada kerabat, saudara, fakir-miskin dan lainnya, tertuang dalam Al-Quran surat An-Nisa’:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki.” (Surah An-Nisa’: 36)

Termasuk sebagai dalil bahwa Rasulullah menganjurkan untuk peduli terhadap sesama, dalam suatu Hadisnya Rasulullah juga menegaskan bahwa tidak sempurna iman orang yang hanya berpikir tentang perutnya sendiri dan mengenyangkannya, tanpa mempedulikan saudara dan tetangganya yang kelaparan. Dalam hadits yang berasal Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ

Artinya: “Tidaklah beriman, orang yang selalu kenyang, sementara tetangganya lapar sampai ke lumbungnya.” (HR Al-Baihaqi)

Walhasil, Idul Adha merupakan momentum untuk membina kepedulian sosial dan empati terhadap sesama melalui ritual berkurban. Oleh karenanya, mari kita bersama-sama menjadikan momentum Idul Adha ini benar-benar sebagai ajang mengasah spirit kepekaan sosial, kepedulian dan empati kita kepada orang-orang yang tidak mampu dan membutuhkan.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Ahmad Muhakam Zein