Membentuk Karakter ala Al-Azhar

Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia menggelar sarasehan bersama Wakilul-Azhar Syekh Muhammad Adh-Dhuwaini pada Kamis (09/03/2023) lalu, di Hotel Borobudur, Jakarta. Dalam kesempatan itu, Syekh Muhammad Adh-Dhuwaini menyampaikan beberapa poin yang membentuk karakter ala Al-Azhar pada diri seorang Azhari (At-Takwin Al-Ma'rifi).

Wakilul-Azhar: Al-Azhar Berbangga Atas Peran Alumni Indonesia
Di sela kehadirannya di Indonesia, Syekh Muhammad Adh-Dhuwaini bertemu alumni Al-Azhar. Dalam acara sarasehan di Jakarta, ia menyampaikan sejumlah pesan.

Penulis berkesempatan hadir dan merangkum sejumlah poin dari penuturan Wakilul-Azhar sebagaimana berikut:

1. Keilmuan yang bersambung
Wakilul-Azhar Syekh Muhammad Adh-Dhuwaini menegaskan bahwa rantai keilmuan (sanad) adalah cahaya ilmu. Dengannya, ilmu diperoleh langsung dari guru ke muridnya, begitu seterusnya. Jika kita meninggalkan sanad, niscaya kita akan tersesat dalam ilmu tersebut. Ia menyitir pesan ulama-ulama terdahulu, "Barangsiapa menjadikan kitab-kitabnya sebagai imamnya, niscaya akan banyak salahnya sedikit benarnya."

2. Mulianya objek yang diajarkan
Syekh Muhammad Adh-Dhuwaini menyatakan bahwa ilmu-ilmu yang diajarkan di Al-Azhar berada di sekeliling Al-Quran dan hadits. Bagi orang yang memikirkan secara serius Al-Mabadi' Al-'Asyrah (10 Prinsip Mendasar) dari setiap fan ilmu, ia akan menemukan bahwa tujuan setiap ilmu adalah penjagaan dan perlindungan. Perlindungan hati dari akidah yang sesat, penjagaan akal dari pemikiran yang batil serta pengambilan dalil yang keliru, penjagaan lisan dari kesalahan tata bahasa, juga penjagaan dari prilaku yang melenceng.

FOTO Penulis mewawancara Wakilul-Azhar secara lebih spesifik.

3. Pengetahuan komprehensif dalam beragam ilmu
Komprehensif (asy-syumuliyyah) yang dimaksud oleh Wakilul-Azhar pada pertemuan itu adalah menggabungkan ilmu teks (naql), akal, rasa, ilmu kehidupan, ilmu alat (wasail) dan ilmu tujuan (maqashid) dalam membangun pemahaman yang terbarukan yang mampu mengantarkan pemahaman seseorang dari yang belajar ilmu tersebut dari satu lingkup ke lingkup yang lain dan lebih bisa diterima serta lebih luas.

Syekh Muhammad Adh-Dhuwaini menegaskan bahwa syariat Islam datang untuk membahagiakan manusia di dunia dan akhirat. Tidak mungkin hanya mengejar bahagia di dunia tetapi lantas tidak mencapai kebahagiaan di akhirat. Jalan kebahagiaan di akhirat harus mencapai kebahagiaan di dunia. Sementara kebahagiaan di dunia tidak akan terealisasikan kecuali mengikuti apa yang datang dari Al-Quran dan hadits Rasulullah SAW.

Al-Quran

Kumpulan tulisan dengan kata kunci Al-Quran dan cabang ilmunya bisa teman-teman temukan

di sini

Pada kesempatan sarasehan itu, Wakilul-Azhar juga memaparkan apa saja kewajiban seorang Azhari. Ia lantas menejaskan beberapa poin berikut:

A. Menjaga Turats Islam
Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa kecakapan mengamati dan mengambil poin dari turats serta mencermati bacaan di dalamnya juga meletakkannya di konteks yang sesuai akan mencegah kita dari kejumudan (stagnan) dari apa yang dinyatakan di dalamnya dan bahkan mengambilnya dengan penuh pertimbangan serta terbuka dengan realita yang terjadi yang meliputinya dan hal-hal yang selalu berubah itu dijamin akan bisa membangun keseimbangan pemahaman kalian.

B. Keseimbangan dalam berpikir
Akal dan nas tidak saling bertentangan. Akal adalah mata untuk melihat sedangkan nas seperti halnya cahaya yang membutuhkan mata untuk melihatnya.

C. Mengetahui kemajemukan pemikiran
Seorang Azhari mampu mempelajari berbagai macam pemikiran dan dalil. Lihat saja dalam bab akidah, para talib membaca kalam-kalam Asyari, Maturidi, Muktazilah, Murjiah dalam hubungan satu kesatuan.

Dai Intoleran dan Krisis Dakwah Bil Akhlaq
Bukan sekali ini khalayak dibuat ramai oleh ucapan pendakwah. Fenomena ini menegaskan bahwa muslim Indonesia dilanda krisis dakwah bil akhlaq.

D. Kelembutan bertutur serta beretika
Didikan Al-Azhar terkenal dengan kelembutannya, bagus bicaranya, dan perkataannya menggetarkan kalbu.

Coba lihatlah para ulama Al-Azhar, betapa zuhud terhadap apa yang ada di tangan manusia. Dengan penuh adab dan akhlak dalam diri Azhari dengan penuh kelembutan dan tidak memberatkan. Penuh adab dan akhlak itulah karakteristik pada diri Azhari.

Ia mencontohkan dalam i'rab kalimat Saaltullaha (سألت الله), aku meminta kepada Allah. Lafal Allaha beri-i'rab nashab karena ta'zhim (mengagungkan). Padahal i'rab pada contoh itu adalah maf'ul bih. Persis sebagaimana kisah masa kecil Syekh Muhammad Al-Ghazali yang tertuang dalam Sepercik Tata Krama Para Ulama Nahwu di Tawazun ID.

E. Menjaga dan menciptakan keamanan negara
Seorang Azhari tidak hanya belajar mengenai ilmu dan mempelajari masalah-masalah ilmu. Bahkan jika tidak menebarkan rasa aman dan damai di tengah masyarakat, maka seorang Azhari itu tidak benar-benar paham landasan Al-Azhar.

Seorang dai dan alim didikan Al-Azhar harus merealisasikan keamanan hidup dan keamanan berpikir di negaranya. Oleh karena itu, terdapat jurusan As-Siyasah Asy-Syar'iyyah (Kebijakan Publik Berbasis Syariah) di Universitas Al-Azhar. Kita akan memilih mana manhaj yang selalu mengafirkan dan membawa kerusakan atau memilih manhaj yang berkarakteristik sabar, menerima maaf, dan memberi ruang bagi orang yang berbeda paham, sebagai jalan kita untuk berdakwah memahamkan mereka.

Inilah beberapa poin dari Wakilul-Azhar Syekh Prof. Dr. Muhammad Adh-Dhuwaini untuk segenap alumni di Indonesia. Semoga bermanfaat.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik MOZAIK atau tulisan menarik Irfan Rifqi Fauzi