Skip to content

Menata Niat, Seribu Jalan Menghamba kepada Tuhan

Selain ibadah ritual, kita bisa beribadah kepada Tuhan dengan berbagai cara. Kuncinya ada pada niat yang ditata.

FOTO: Ilustrasi menata niat untuk beribadah dan menghamba kepada Tuhan. (Hello I'm Nik/Unsplash)
FOTO: Ilustrasi menata niat untuk beribadah dan menghamba kepada Tuhan. (Hello I'm Nik/Unsplash)

Kita sering lupa bahwa selain ibadah ritual yang tata caranya sudah digariskan oleh Allah SWT. dan Rasul-Nya, kita bisa menghamba kepada Tuhan dengan berbagai cara, dalam berbagai tempat dan keadaan. Kita sering lupa bahwa menghamba pada Tuhan bisa kita lakukan kapan pun dan di mana pun. Kita pula sering lupa bahwa menghamba pada Tuhan bisa kita lakukan dengan cara yang paling lugu nan sederhana.

Jika salat, puasa, zakat, dan haji memerlukan laku fisik atau bahkan materi, maka betapa luas penghambaan selain itu yang hanya membutuhkan gerak hati. Jika ibadah-ibadah ritual di atas sering kali kita asosiasikan dengan presepsi dan pengharapan kepada penilaian orang lain, maka penghambaan gerak hati justru bersifat sangat pribadi dan intim.

Inna mā al-a’mālu bi an-niyyāt, wa inna mā li kulli imriin mā nawā. Sesungguhnya, segala amal laku perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sungguh ganjaran—itu ditetapkan—bagi setiap hamba sesuai apa yang ia niatkan. Begitu sabda Rasul SAW.

Karena niat berada di hati, gerak hati sejatinya menjadi poros dan pusat utama laku spiritualitas kita. Ia menjadi penentu apakah kita benar-benar menghamba pada Tuhan atau selain-Nya. Ia pula menjadi penentu apakah laku keseharian kita berlalu begitu saja, atau menjadi penghambaan yang tulus kepada Tuhannya.

Kami Ini Belukar yang Gegar Berkibar
Dua puisi pilihan Ahmad Muhakam Zein

Saat kita makan dengan niat supaya badan sehat dan kuat, yang mana kalau sehat kita bisa beribadah ritual dengan maksimal, membantu sesama dengan total—serta laku ibadah-kebaikan lainnya, maka sejatinya kegiatan kita yang begitu sederhana dan reguler—yaitu makan—menjadi penghambaan yang tulus dan luar biasa kepada Tuhan.

Saat kita menyemir sepatu dan menyetrika pakaian agar saat pergi bekerja bisa memberikan impresi yang baik bagi klien misalnya, yang semua itu berujung pada kemampuan kita memenuhi kewajiban menafkahi keluarga, dan semua itu tak lain demi memenuhi perintah Tuhan, maka laku sesederhana itu menjadi penghambaan yang luar biasa kepada-Nya.

Kita lupa bahwa menyapu, memasak, menyingkirkan batu di tengah jalan—dan segala apa yang kita pandang sebagai aktivitas sederhana dan biasa saja—bisa jadi justru itulah penghambaan paling tulus kita kepada-Nya dibanding ibadah ritual. Ya, sekali lagi pada dasarnya setiap laku yang diiringi gerak hati penghambaan menghasilkan penghambaan pula.

Ya, penghambaan manusia atas Tuhannya tidak melulu dihimpun dalam laku formal-ritual. Ia bisa diterjemahkan dan diejawantahkan dalam berbagai laku, tak terbatas. Kalam perintah Rasul SAW. agar kita senantiasa berasama, mengingat, dan menghamba pada Tuhan menjadi begitu relevan ketika kita menghayati laku samacam ini. Pada akhirnya, seperti kata pepatah “Ada seribu jalan menuju Roma”, ada pula seribu jalan untuk menghamba.


Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Azuma Muhammad

Latest