Meneguk Spirit Optimisme Lafal Basmalah

Dalam menghadapi banyak tekanan hidup, tak jarang manusia kehilangan arah. Terutama terjadi pada manusia pemuja modernitas yang seringkali berakhir stres, gila, dan bunuh diri. Karena tekanan kerja, birokrasi, dan bayangan masa depan, tak jarang mereka justru menderita dalam kegemilangannya, terasing dalam kediriannya, kehilangan makna kehidupan yang sebenarnya. Dari situlah agama hadir menjadi pegangan hidup dan membatasi ruang hasrat buruk manusia yang melampaui batas. Agama yang oleh beberapa orang dituduh membunuh kebebasan, justru menjadi jawaban akan krisis masa modern.

Dalam Islam, perbuatan manusia pertama-tama diukur kehendak hatinya (niat). Sejauh mana kebaikan atau keburukan yang dihasrati, di situ pulalah dampaknya pada kehidupan dan dirinya. Sebagaimana tutur nabi, “Innamal a’malu binniyyat, wa innama likullim ri’in ma nawa.” Menata hati akan berpengaruh besar dalam perbuatan dan keseharian manusia. Khususnya ketika manusia telah kehilangan arah akibat tekanan-tekanan hidup tersebut. Oleh sebab itu, Islam menekankan niat sebagai tolok ukur tindakan manusia, baik itu bersifat duniawi maupun ukhrawi.

KDRT Tidak Pernah Dibenarkan Islam
Potongan video ceramah aktris yang juga pendakwah Islam kesohor belakangan menjadi buah bibir. Bagaimana sebetulnya tindak KDRT dalam hukum Islam?

Untuk menata hati yang optimis, Islam mengajarkan kita semua mengucapkan basmalah sebelum melakukan sesuatu. Hal itu yang pertama diajarkan Al-Quran dalam wahyu yang pertama turun, “Iqra’ Bismirabbikalladzi Khalaq”. Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda, “kullu Amrin dzi balin la yubda’u fihi bi bismillahirrahmanirrahim fahuwa aqtha'” (dalam redaksi lain, “abtar”). Basmalah dengan demikian sebuah ajakan untuk menyertakan Tuhan yang disertai totalitas ikhtiar nan tawakkal dalam mengerjakan sesuatu.

Mengenai hal itu, terdapat pemaknaan menarik dari dalam kitab tafsir Lathaif Al-Isyarat milik Imam Al-Qusyairi. Menurut sang imam, basmalah sebagai pembuka dari setiap surah memiliki makna spiritual dan ontologis. Huruf Ba’ di dalam basmalahberfungsi sebagai tadhmin—  menyimpan makna akumulatif setelahnya—di mana tersimpan makna ontologis di dalamnya. Basmalah dengan demikian berarti “Hanya dengan Allah itulah muncul seluruh entitas yang baharu, dengannya muncul seluruh makhluk, tidak ada satupun kejadian di dunia ini: berupa sumber, jejak, debu, termasuk batu, tanah, pohon hingga sistem-sistem kosmos di dalam anasir-anasir itu melainkan keberadaannya disebabkan Allah Yang Maha Benar”.

Menyoal Antroposentrisme dan Islam
Antroposentrisme dipandang sebagai biang keladi rusaknya lingkungan hidup. Cara pandang ekosentris pun ditawarkan. Lantas di manakah posisi Islam?

Dengan perenungan di atas, basmalah sebenarnya adalah bentuk lain dari kontemplasi tauhid secara ontologis. Bahwa tidak ada sesuatu pun yang ‘ada’ di dunia ini, kecuali keberadaannya berdasarkan kehendak Yang Maha-Ada (Wajib Al-Wujud). Sedangkan makna spiritualnya, pertama-tama kita melihat bahwa lafal basmalah menyertakan kata ismunsebelum lafal Allah. Tidak kemudian billah secara langsung. Hal itu menurut Imam Al-Qusyairi adalah bentuktabarrukan (mengharap berkah) dengan nama Allah (Ismullah). Dalam makna yang lebih mendalam, agar tibanya lafal“Allah” itu tidak serta merta langsung pada ucapan kita dan hati kita. Melainkan tiba pada kondisi hati yang sudah bersih (munaqqan) serta kondisi diri yang sudah lepas dari egonya (mushaffan).

Lebih jauh lagi, Imam Al-Qusyairi menyebutkan beberapa tafsir kaum sufi ketika membaca basmalah. Corak pertama, mereka menafsirkan Ba’ dalam basmalah sebagai kebaikan Allah (birrahu) kepada para kekasihnya. Sin adalah rahasia Allah (sirrahu) kepada para hamba-hambanya yang saleh. Mim adalah pemberian Allah (minnatuhu) kepada hamba-hambanya. Sehingga dengan kebaikan Allah, mereka bisa mengetahui rahasianya dan dengan pemberiannya, mereka menjaga perintah-Nya.  Terakhir, dengan dzat Gusti Allah mereka mengetahui kemaha-kuasaannya.

Al-Quran

Kumpulan tulisan dengan kata kunci Al-Quran dan cabang ilmunya bisa teman-teman temukan

di sini

Sebagian dari kaum sufi lainnya, merenungkan Ba’ sebagai terbebasnya Allah  (bara’atullah) dari segala bentuk keburukan, Sin bermakna selamatnya Allah (salamatuhu) dari segala kecacatan, dan Mim adalah mulianya Allah (majduhu) berkat keagungan sifat-sifatnya. Sebuah perenungan yang mendalam dalam mentauhidkan Allah dan mensucikannya.

Itulah makna ontologis dan spiritual yang tersirat dari bacaan basmalah, yang bahkan muncul dari masing-masing hurufnya. Mula-mula kita membaca basmalah sebagai bentuk kesadaran eksistensial: bahwa keberadaan kita, dahulu, kini dan yang akan datang murni berada pada genggaman Yang Maha Ada. Basmalah dengan demikian memasrahkan wujud kita pada Sang Pemilik Wujud.

Ketika mengingat kebaikan Allah yang tersingkap dari huruf Ba’, mula-mula menampar ego sombong dan ujub atas segala kebaikan yang pernah kita perbuat. Sebaliknya, justru bisa menambah spirit rasa syukur yang melahirkan semangat untuk terus berbuat kebaikan dan ketaatan, baik pada diri sendiri maupun sesama. Itulah sifat dasar jiwa manusia yang menurut agama kita begitu menghasrati kebaikan (fithrah).

Syair Ghazal Walladah, Penyair Perempuan dari Andalusia
Mengenang Walladah bintu Al-Mustakfi, seorang penyair di Negeri Andalusia. Figur perempuan yang menganggit syair-syair bercorak Ghazal yang pilu.

Begitu juga mengingat rahasia Allah di antara para kekasihnya dalam huruf Sin, kita semakin termotivasi untuk menambah amal ibadah dan ketaatan. Di samping itu, terus merasa hina dan tidak berdaya di hadapan-Nya. Dengan demikian, kita semakin sadar untuk mendekat kepada para ulama dan waliyullah, bukan mengandalkan diri sendiri. Terakhir, pada Mim yang berarti pemberian Allah yang tak terbatas, kita semakin optimis untuk menjalani kehidupan di dunia. Bahwa ikhtiar di dunia ini, akan selalu beriringan dengan takdir yang terbaik. Maka tidak ada kata putus asa untuk hari esok.

Dari perenungan-perenungan ini, kita akan semakin mengerti bahwa tasawuf –sebagaimana menurut Haidar Bagir, adalah telaga dan jawaban dari kekeringan zaman ini. Di tengah pincangnya keseimbangan banyak hal di dunia: antara agama dan dunia, intelektualitas dan spiritualitas, bekerja dan beribadah, kita perlu menengok pada dasar dari segala persoalan itu: hati. Kembali melihat persoalan dari bagian yang terdalam sekaligus dominan pada seluruh entitas di dunia ini. Oleh sebab itu, mari kembali sertakan dan biasakan Bimillahirrahmanirrahim pada setiap langkah dan lari kehidupan kita. Barangkali, berangkat dari hal yang sederhana itu kita mendapatkan keberkahan yang melimpah-limpah. Amin.

💡
Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Lukman Hakim Rohim