Skip to content

Mengenal Kitab Tafsir Karangan Syekh Muhammad Al-Maraghi

Tafsir Al-Maraghi sudah cukup dikenal khalayak. Namun, ada Al-Maraghi lain yang juga mempunyai sebuah kitab tafsir dan diterbitkan oleh Al-Azhar.

FOTO: Halaman muka kitab Tafsir Al-Maraghi karangan Syekh Muhammad Al-Maraghi.
FOTO: Halaman muka kitab Tafsir Al-Maraghi karangan Syekh Muhammad Al-Maraghi.

Sebagai orang yang pernah bermukim di Indonesia dan Mesir, saya melihat adanya perbedaan besar ketika Al-Maraghi disebut. Bagi masyarakat Indonesia, khususnya kalangan pelajar ilmu agama, nisbat itu merujuk kepada sosok pengarang Tafsir Al-Maraghi, yakni Syekh Ahmad Al-Maraghi.

Berbeda halnya dengan Mesir, negeri asal nisbat Al-Maraghi. Jika disebutkan Al-Maraghi, ialah Syekhul-Azhar Muhammad Al-Maraghi yang muncul di benak. Kemasyhuran beliau melambung tinggi melampaui sejumlah sosok dengan nisbat Al-Maraghi lainnya.

Masing-masing Al-Maraghi di atas mempunyai karangan Tafsir Al-Maraghi. Seperti kebiasaan umumnya orang Indonesia yang mengenal sosok besar hanya dengan nisbat saja, bahkan saking masyhurnya, nisbat ulama terkadang sampai dianggap sebagai sebuah nama. Sebut saja seperti Imam Bajuri, Syarqawi, Damanhuri, dan Maraghi. Alhasil, ketika dikatakan siapa pengarang Tafsir Al-Maraghi, ya Syekh Al-Maraghi namanya, tanpa tahu Al-Maraghi mana dan tafsir apa yang dimaksud. Hal ini bahkan masih bisa ditemukan di kalangan pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Mesir. Dalam banyak tulisan dan perbincangan mereka mengatakan bahwa Tafsir Al-Maraghi karangan Ahmad sebagai karangan Muhammad.

Muhammad bin Muhammad Asy-Syafi’i Azh-Zhawahiri, Sang Alim dari Keluarga Ulama
Riwayat hidup Syekh Muhammad, putra ulama besar Al-Azhar, cucu alim kabir Mesir dari keluarga Azh-Zhawahiri yang hidup di jalan ilmu dan pendidikan.

Keluarga

Dua sosok pemilik Tafsir Al-Maraghi di atas adalah kakak beradik. Mereka berdua memiliki seorang ayah bernama Mushthafa yang dianugerahi 12 orang anak; 8 laki-laki dan 4 perempuan. Muhammad Al-Maraghi yang bernama lengkap Muhammad bin Mushthafa bin Muhammad bin Abdulmun’im Al-Maraghi, adalah anak pertama kelahiran tahun 1881 M. Adapun Ahmad Al-Maraghi, adalah anak kedua yang lahir dua tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1883 M.

Mereka bernisbat Al-Husaini, sebab di dalam diri mereka mengalir darah Sayidina Al-Husain bin Sayidina Ali. Selain itu, mereka juga dinisbatkan kepada Al-Maraghi tempat kampung halaman mereka. Begitu juga dengan nisbah Al-Azhari yang merujuk kepada Al-Azhar tempat mereka belajar.

Masing-masing dari keduanya mengarang tafsir Al-Quran tersendiri. Sang adik, Ahmad Al-Maraghi memiliki tafsir bernama Tafsir Al-Maraghi yang menafsirkan semua isi Al-Quran dari juz pertama hingga terakhir. Karena Tafsir Al-Maraghi karangan Ahmad Al-Maraghi kadung masyhur di Indonesia, maka pada tulisan kali ini saya ingin mengenalkan sosok lain, yakni Muhammad Al-Maraghi dan tafsirnya. Apalagi mengingat kedudukan beliau yang tinggi di Al-Azhar, namun sangat minim orang yang mengetahui tafsirnya.

Tafsir Al-Imam Al-Maraghi

Berbeda dengan metode penafsiran yang ditulis oleh sang adik, Syekh Muhammad Al-Maraghi menuliskan tafsirnya dengan bentuk kajian dan muhadarah. Model penafsiran beliau juga berbeda. Jika sang adik menafsirkan ayat dan surah Al-Quran secara keseluruhan, sang kakak hanya menuliskan beberapa ayat dan surah saja dalam bentuk tafsir maudhu’i (tematik) yang beliau sajikan dalam beberapa munasabah, seperti pengajian Ramadan, seminar umum, ceramah agama, dan sebagainya. Selain tematik, terkadang beliau juga menuliskannya dengan corak tahlili (analitis) dan muqaranah (komparatif). Setelahnya, sebagian tafsir tersebut dicetak menjadi sebuah kitab risalah. Ada juga yang dimuat di Majalah Al-Azhar dalam sebuah rubrik tafsir.

Mudahnya Mempelajari Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat kerap dianggap rumit untuk dipelajari hingga peminatnya kian sedikit. Padahal ilmu ini tidaklah susah jika kita mau mulai mengenalnya.

Setelah wafat, risalah tafsir Syekh Muhammad Al-Maraghi tersebar di banyak maktabah dan majalah sehingga timbullah gagasan untuk menggabungkan semua tafsir tersebut menjadi satu kitab secara utuh. Meski terbilang terlambat, kitab ini akhirnya digarap langsung oleh Haiah Kibar Al-‘Ulama, salah satu lembaga tertinggi Al-Azhar yang terdiri dari para ulama senior. Kitab tersebut pertama kali diterbitkan pada Pameran Buku Internasional Kairo tahun 2020. Kitab dengan tebal 656 halaman ini dijual di stan resmi Al-Azhar hanya dengan harga 35 EGP atau sekitar Rp 35.000,-.

Selain cetakan ini, pada dasarnya kajian tafsir beliau sudah pernah dibukukan oleh Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah pada tahun 2007 silam dengan nama Tafsir Al-Quran Al-Karim dengan kata pengantar dari Syekh Muhammad Sayyid Thanthawi, Syekhul-Azhar sebelum Syekh Ahmad Ath-Thayyib. Namun, karena tidak pernah melihat isi dalam bukunya, saya belum bisa meresensi apapun mengenai cetakan ini. Yang jelas, dua tahun sebelum adanya terbitan Haiah Kibar Al-‘Ulama, Tafsir Syekh Muhammad Al-Maraghi kembali dibukukan oleh Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah. Pembukuan tersebut diberi judul Hadits Ramadhan yang dijadikan sebagai hadiah Majalah Al-Azhar edisi bulan Ramadan 1439 H (Mei 2018 M). Judul ini sangat sesuai karena kebanyakan tafsir Al-Quran yang beliau tulis tersebut dijadikan materi muhadarah pada bulan Ramadan tiap tahunnya.

Hanya saja, tafsir yang dibukukan oleh Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah itu hanya mengambil lima surah: Surah Al-Furqan, Luqman, Al-Hujurat, Al-Hadid, dan Al-‘Ashr. Dan sayangnya lagi, kelima surah tersebut tidak dikumpulkan dan disajikan secara utuh. Ada sejumlah ayat, mukadimah, isi, dan khatimah yang tidak ditulis, bahkan dihapus oleh penerbit. Bisa dibilang cetakan ini telah mengubah isi kitab yang telah ditulis oleh Syekh Muhammad Al-Maraghi semasa hidup. Setelah ditelusuri lebih dalam, cetakan Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah hanya mencetak ulang apa yang pernah dicetak oleh Dar Al-Hilal pada tahun 1970 dan tahun 1982. Alhasil, kesalahan awal bermula dari cetakan Dar Al-Hilal. Meskipun, sudah semestinya Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah juga meneliti ulang mengenai kealpaan ini, bukan hanya mengetik ulang dan mencetaknya.

‘Ala kulli hal, berbeda halnya dengan tafsir yang dibukukan oleh Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah, kitab yang dibukukan oleh Haiah Kibar Al-'Ulama ini disajikan secara lengkap dan tanpa adanya penghapusan isi. Semua tafsir yang pernah beliau tulis, baik untuk muhadarah, kajian, seminar, dan artikel majalah dikumpulkan dalam satu kitab berjudul Tafsir Al-Imam Al-Maraghi li Ayat min Al-Quran Al-Karim.

Dr. Mahmud Al-Bathal, sebagai seorang yang diamanahi oleh Haiah Kibar Al-‘Ulama untuk meriset tafsir Syekh Muhammad Al-Maraghi menyatakan dalam salah satu mukadimahnya bahwa ia menyusun semua tafsir yang tersebar itu sesuai dengan tertib mushaf, di mulai dari juz satu hingga juz tiga puluh. Karena jika mengurutkannya sesuai tertib waktu penulisannya, maka penyajian tiap ayat dan surat tidak akan berurutan. Hal itu akan menyebabkan kebingungan bagi para pembaca. Apalagi jika pembaca belum mengetahui perbedaan metode penafsiran secara madhu’i (tematik), tahlili (analitis), maupun muqaranah (komparatif).

Jika menghitung dari semua yang telah dikumpulkan oleh Haiah Kibar Al-‘Ulama, diketahui bahwa kajian dan muhadarah tafsir Syekh Muhammad Al-Maraghi dalam bentuk tulisan adalah sebanyak 33 kajian tafsir dari 16 surah Al-Quran.

Tafsir Ontologis Alif Lam Mim
Meski asing, tafsir ontologis Al-Quran adalah gagasan menarik. Ibnu Arabi, sang teosofi itu mampu memasukkan tema-tema filosofis dalam tafsirnya.

Metode Penyajian Tafsir

Dalam mukadimah riset Haiah Kibar Al-‘Ulama yang bisa jadi menukil dari cetakan Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah tahun 2007, Syekh Muhammad Sayyid Thanthawi mengatakan bahwa manhaj Syekh Al-Maraghi dalam tafsirnya memiliki karakteristik yang jelas lagi mencerahkan, pemilihan pendapat yang sahih dan paling muktamad, serta banyak menjelaskan Al-Quran sebagai sebuah hidayah bagi seluruh alam. Tak hanya sampai di sana, Syekh Thanthawi juga menambahkan bahwa setidaknya ada empat pendekatan Syekh Al-Maraghi dalam metode tafsirnya:

Pertama, apresiasinya dalam mengikuti langkah para mufasir dan muhadis terdahulu, yakni dengan menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, hadis, dan penjelasan para mufasir dan muhadis dalam ayat-ayat Al-Quran. Sampai Syekh Al-Maraghi berkata dalam salah satu tafsirnya, “Semua yang kami tulis ini tidak lain adalah karena buah dari apa yang telah ditanam oleh ulama mulia kami terdahulu dan bunga dari kebun-kebun mereka.”

Kedua, tidak banyak mengulik hal-hal yang masih mubham (samar) di dalam Al-Quran. Seperti contoh ayat puasa dalam Surah Al-Baqarah 183. Syekh Al-Maraghi berkata, “Amaliah yang mirip bukan berarti benar-benar serupa. Kami beriman bahwasanya puasa diwajibkan bagi umat terdahulu. Namun, kami tidak tahu kadar dan tata-caranya. Karena puasa juga telah lama dikenal oleh berbagai umat lain dengan cara yang berbeda.”

Ketiga, pandangan terhadap problematika masyarakat dengan syariat Islam sebagai obatnya. Dalam hal ini, Syekh Al-Maraghi berkata dalam salah satu tafsirnya, “Sesungguhnya akal, jika tidak diberi petunjuk dengan syariat, maka kesesatannya akan lebih banyak dari pada benarnya.” Beliau juga menambahkan bahwasanya umat yang mendapat petunjuk syariat akan bahagia, naik derajat, kuat, dan mulia.

Keempat, perhatian terhadap syiar bahwasanya syariat Islam memerintahkan para pengikutnya untuk melihat isyarat dan sebab dari semua perkara.

Keempat metode yang disampaikan oleh Syekh Thanthawi setidaknya dapat menjadi pintu masuk bagi para pembaca untuk mengenal dan menelaah isi Tafsir Al-Imam Al-Maraghi ini. Dan tentunya, usaha Haiah Kibar Al-‘Ulama dalam mengumpulkan semua tafsir Syekh Muhammad Al-Maraghi adalah usaha mulia, yang dengannya, tafsir beliau dapat dibaca secara utuh dan tidak tersebar di makatbah-maktabah lama yang tak kunjung dicetak ulang.

💡
Baca juga artikel lain di rubrik TAKARIR atau tulisan menarik Amirul Mukminin

Latest