Skip to content

Menikah karena orang tua, bercerai karena orang tua. Bagaimana batasan ketaatan kepada mereka?

Seorang lelaki bertanya soal keluarganya. Ia menikah atas permintaan orang tuanya, begitu juga saat cerai. Begini nasihat Syekh Ahmad Ath-Thayyib.

FOTO Ilustrasi (Unsplash/Jackson Simmer)
FOTO Ilustrasi (Unsplash/Jackson Simmer)

Saya (lelaki) menikah atas dasar permintaan ayah dan ibu saya.  Karena saya adalah anak satu-satunya. Sekarang, istri saya telah melahirkan dua anak perempuan. Suatu ketika, terjadilah perselisihan yang wajar antara saya dan istri saya. Lalu, kami diminta berpisah (cerai), lagi-lagi atas dasar keinginan orang tua saya. Padahal, saya begitu mencintai istri saya, begitupun sebaliknya, dia begitu mencintai saya. Teman-teman saya mencoba membantu menyatukan kami kembali, tetapi gagal. Bahkan, orang lain juga menyarankan saya untuk rujuk dengan istri saya, apalagi anak saya perempuan. Namun, saya takut akan murka orang tua saya, apalagi mengetahui mereka adalah lulusan perguruan tinggi yang berpendidikan. Apa pendapat para ulama mengenai ini?

Jawabannya: Ketaatan kepada orang tua itu wajib. Hal itu tidak diragukan lagi. Rida mereka merupakan koridor syariat untuk kebaikan dunia dan akhirat. Syariat Islam mewajibkan berbakti kepada orang tua, baik itu anak laki-laki maupun perempuan. Hanya saja, ketaatan kepada orang tua bukanlah ketaatan mutlak tanpa batas, sebagaimana anggapan sebagian orang, melainkan ketaatan yang dibatasi pada hal-hal yang baik dan diridai Allah, serta tidak merugikan orang lain.

Munakahat

Kumpulan tulisan dengan topik pernikahan dan keluarga islami dapat teman-teman temukan

di sini

Tidak dapat dipungkiri bahwa menghancurkan rumah tangga, menceraikan seorang istri, dan meninggalkan dua anak perempuan karena perselisihan yang wajar terjadi di kalangan pasutri termasuk dosa besar yang keji. Tidak seorang pun boleh ditaati di dalamnya. Dalam syariat Islam, orang tua tidak mempunyai hak untuk menggantungkan rida mereka atas kehancuran rumah tangga. Ini adalah kezaliman dan kekejaman terhadap anak lelaki mereka sendiri, sebelum istri dan anak-anak si lelaki.

Jadi, jawaban kami terhadap si penanya, agar ia segera rujuk dengan isterinya, sesuai dengan tuntunan syariat yang berlaku. Kemudian, hendaknya ia mengetahui. Bahwa rujuknya kepada sang istri tidak berarti durhaka kepada orang tuanya, tidak sedikit pun. Setelah itu, hendaknya ia meminta rida orang tuanya dengan kesopanan dan rasa hormat yang setinggi-tingginya.


💡
Artikel FATWA ini diterjemahkan dari buku Syekh Ahmad Ath-Thayyib berjudul Min Dafatiri Al-Qadimah, oleh Amirul Mukminin

Latest