Menjawab Tuduhan Ilmu Kalam Tidak Memiliki Sumber Syariat

Ilmu kalam sering dituduh sebagai ilmu baru yang tidak memiliki sumber syariat. Ilmu ini disebut tidak berlandaskan Al-Quran dan Hadis. Bagaimana Al-Azhar Mesir menjawab tuduhan tersebut?

Syekh Nazhir Muhammad 'Ayyad, Sekjen Akademi Riset Islam Al-Azhar menjelaskan hal ini dalam video berikut.

Terjemah Syekh Nazhir Muhammad 'Ayyad tentang Ilmu Kalam dalam Islam

Dalam pertemuan sebelumnya, kita sampai pada pembahasan salah satu ilmu yang sangat penting. Yaitu, ilmu akidah atau ilmu kalam. Kami telah menjelaskan derajat ilmu ini dalam agama. Dengan derajat ini dan tugas mulia yang dimiliki oleh ilmu ini dalam upaya menjaga agama, hanya saja terdapat beberapa kritikan yang dilayangkan untuk ilmu ini.

Mungkin, di antara kritikan yang paling penting untuk dibahas adalah dari seseorang yang mengingkari bahwa ilmu ini memiliki dasar yang kuat atau asal-usul yang kuat dalam Al-Quran dan dalam hadis yang diriwayatkan dari Nabi SAW.

Dan ini membuat kita ragu terhadap sumber-sumber ilmu ini berasal, atau ilmu ini muncul. Semoga saja ketika kita membahas tema ini, kita akan mengetahui bahwa tema ini berkisar tentang, atau bahwa pembahasan ilmu ini berkisar mengenai Allah Ta'ala dari sisi dzat, sifat, dan perbuatannya. Begitu juga mengenai kenabian dan hari kiamat.

Kenyataannya hal-hal ini mengandung pembahasan rukun iman yang ada 6. Dan itu tersebar dalam Al-Quran dan hadis Nabi SAW. Dan ini membuktikan pada kita bahwa sumber pertama  yang melahirkan ilmu ini adalah Al-Quran. Dengan bukti, ketika engkau meneliti ayat-ayat Al-Quran engkau akan dikejutkan bahwa Al-Quran, dari awal hingga akhir, membahas tentang Allah dari sisi dzat, sifat, dan perbuatannya. Maka, ia mengungkap hakikat dzat Tuhan dan apa yang wajib, boleh, dan mustahil bagi-Nya.

"Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa." [Surah: Al-Baqarah:163]

"Sesungguhnya Aku bersama kalian berdua, Aku mendengar dan melihat." [Surah Taha: 46]

"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia." [Surah As-Syura: 11]

"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat." [Surah Al-Qiyamah: 22-23]

Bukan ini saja, bahkan Allah Ta'ala membahas tentang dzat-Nya dengan berfirman: "Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia" [Surah Al-Ikhlas; 4]

Maka, ketika engkau melihat ayat-ayat ini, engkau akan mengetahui tujuannya yang sebenarnya, yaitu seputar sifat-sifat Allah, berupa kemuliaan, keindahan, dan kesempurnaan, serta apa yang boleh bagi-Nya dan mustahil bagi-Nya

Dan samakan hal tersebut pada hal-hal yang berhubungan dengan kenabian. Al-Quran memberi tahu kita tentang Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad SAW, dan tentang tanda kenabiannya, dan apa yang ia lakukan dan apa yang dilakukan oleh kaumnya. Al-Quran memberi tahu kita tentang hari kiamat dan peristiwa-peristiwanya dan macam-macamnya, dan tentang surga dan neraka, dan masalah-masalah lainnya yang termasuk dalam akidah, yang termasuk dalam ilmu ini.

Dan tidak jauh berbeda dalam sunah Nabi SAW, karena Al-Quran adalah wahyu, dan Sunah juga wahyu. Hanya saja, bedanya, Al-Quran secara lafal dan makna berasal dari Allah Ta'ala. Kemudian, bersama Al-Quran, sunah juga membahas Alllah dari sisi dzat, sifat dan perbuatannya. Begitu juga mengenai perkara yang berhubungan dengan kenabian dan hari kiamat dan peristiwa-peristiwanya. Dan cukuplah bagi kita, ketika masih ragu tentang salah satu hal-hal ini, memahami keterangan seputar qadla dan qadar ketika Nabi SAW berkata kepada anak pamannya:

"Wahai anak muda, aku akan mengajarimu sebuah kalimat, jagalah Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah Allah maka engkau akan menemukan-Nya di hadapanmu, ketika engkau meminta maka mintalah pada Allah, dan ketika engkau meminta tolong maka minta tolonglah kepada Allah"

"Ketahuilah jika orang-orang bersatu untuk memberimu sebuah manfaat, maka mereka tidak akan memberimu manfaat kecuali dengan apa yang telah Allah takdirkan padamu"

"Jika orang-orang bersatu untuk membahayakanmu, maka mereka tidak akan membahayakanmu kecuali dengan apa yang telah Allah takdirkan padamu"

Dalam hadis Jibril, Nabi SAW mengisyaratkan adanya 6 rukun iman. Tetapi pada kenyataannya, orang yang mengkritik ilmu ini menyangka bahwa ia berlebihan dalam menggunakan dalil akli, atau bahwa ia membangun logikanya berdasarkan dalil aqli. Ini jauh dari cara berpikir yang benar dan pandangan agama yang benar. Nyatanya ini tidaklah benar, karena Nabi SAW melatih sahabatnya langsung dengan praktik atas perlunya menggunakan akal, mengaturnya, memanfaatkannya dan ketentuan-ketentuannya.

Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat, ada yang dengan jelas dan ada yang dengan isyarat, yang mengajak untuk menggunakan akal dan mempelajari alam semesta dan kitab yang tertulis (Al-Quran) dan dalam diri manusia, serta mempelajari dunia atas (langit) dan dunia bawah (bumi).

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri." [Surah Fushshilat: 53]

"Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan." [Surah Az-Zariyat: 21]

Dan Nabi SAW menerapkan pandangan akal ini dan analogi akli ini dengan langsung mempraktikkan, ketika menggunakan analogi ini untuk seseorang yang datang kepada Nabi SAW, yang menuduh istrinya berbuat zina, tetapi ia tidak memperjelas tuduhannya, karena takut jika diminta bukti atau dihukum had. Maka ia berkata: "Wahai Rasulallah, istriku melahirkan anak yang hitam"

Lalu Nabi SAW menjawab:
"Apakah kamu punya unta?"
Ia menjawab: "Iya". Kemudian ia berbicara tentang warna unta ini.

Lalu Nabi SAW bertanya kepadanya tentang adanya warna yang lain.
Ia pun menjawab: "Ada"

Lalu Nabi berkata padanya: "Apa alasannya?"
Ia menjawab: "Disebabkan keturunan"

Lalu Nabi pun berkata padanya: "Apa yang membuatmu tahu? Mungkin saja anak ini juga seperti itu"

Maka, hadis ini membuktikan bahwa ilmu ini bersandar atas dalil naqli dan menggunakan dalil akli. Pastinya, ia berangkat dari ajakan Al-Quran yang jelas dan praktik Nabi SAW. Dan hal ini membuktikan keaslian ilmu ini dalam lingkungan Islam. Dan walaupun ilmu ini di sebagian pembahasannya bergantung pada dalil akli, maka itu disebabkan oleh ajakan yang jelas ini dalam Al-Quran dan Sunah untuk mempertimbangkan akal, dan memberikan kemampuannya dan bagiannya, namun dengan meletakkannya pada batasan-batasannya dan tidak melewatinya.

Sampai berjumpa kembali.

💡
Simak terjemahan lain di kanal YouTube Tawazun ID dan Subscribe untuk mengikuti update terkini.

Penerjemah: Ahmad Nasrullah
Penyelaras: M. Ali Arinal Haq