Skip to content

Muktamar Kementerian Agama Sedunia Digelar, Begini Hasilnya

Kementerian Wakaf Mesir jadi tuan rumah muktamar para menteri agama sedunia. Simak 15 poin rekomendasinya plus Piagam Kairo yang dideklarasikan.

FOTO Menteri Wakaf Mesir Syekh Muhammad Mukhtar Jum'ah. (Awkafonline)
FOTO Menteri Wakaf Mesir Syekh Muhammad Mukhtar Jum'ah. (Awkafonline)

TAWAZUN.ID — Kementerian Wakaf Mesir sukses menjadi tuan rumah konferensi internasional ke-32 yang dihelat di Kairo, Mesir dengan dimotori Al-Majlis Al-A'la li Asy-Syu'un Al-Islamiyyah, yakni lembaga tertinggi yang dimilikinya. Konferensi yang menjadi momen berkumpulnya para menteri agama sedunia Islam ini terlaksana pada Sabtu dan Ahad (12-13 Februari 2022) kemarin. Konferensi yang bernama resmi Al-Mu’tamar Ad-Dauli Ats-Tsani wa Ats-Tsalatsin li Al-Majlis Al-A’la li Asy-Syu’un Al-Islamiyyah ini dihadiri para menteri agama, mufti, ulama, pemikir, budayawan, legislator, penulis, dan jurnalis dari berbagai negara Islam.

Salah satu sesi muktamar. (Awkafonline)

Sebagaimana dilansir dalam rilis resmi Kementerian Wakaf Mesir, konferensi yang dihelat selama dua hari ini terbagi dalam sebelas sesi. Tema besar yang dibahas dalam pertemuan para ulama dan tokoh agama ini adalah ‘Aqd Al-Muwathanah wa Atsaruhu fi Tahqiq As-Salam Al-Mujtama’i wa Al-‘Alami (Kontrak Kewarganegaraan dan Pengaruhnya dalam Mewujudkan Perdamaian Sosial dan Internasional).

Salah satu sesi muktamar. (Awkafonline)

Di akhir rangkaian pertemuan, Menteri Wakaf Mesir Syekh Muhammad Mukhtar Jum’ah membacakan 15 poin rekomendasi muktamar kali ini. Selain itu, ia juga mendeklarasikan Piagam Kairo untuk Perdamaian (Watsiqah Al-Qahirah li As-Salam) yang juga merupakan hasil muktamar.

Berikut 15 poin rekomendasi yang merupakan hasil dari muktamar ini:

  1. Penegasan bahwa konsep negara adalah konsep yang fleksibel dan berkembang. Usaha membatasi konsep negara pada suatu preseden bersejarah tertentu dan memaksakan bentuk tetap atau format baku tiada lain akan berujung pada kemunduran, kejumudan, dan melawan perputaran roda zaman yang menyebabkan lumpuhnya pergerakan kehidupan. Karena perkembangan adalah sunatullah.
  2. Apabila para alim ulama menetapkan bahwa fatwa dapat berubah dengan perubahan zaman, tempat, dan situasi, maka medan yang lebih luas (fleksibel) ialah Siyasah Syar’iyyah (kebijakan publik berbasis syariah) dalam hal membangun negara dan mengaturnya.
  3. Agama memberikan ruang kebolehan untuk pemerintah dalam mengambil kebijakan demi menjaga prinsipnya. Sifat fleksibel dan luwes ini bersumber dari keagungan agama dan harapannya dalam mewujudkan kemaslahatan bagi negara dan warganya. Di mana ada kemaslahatan yang nyata, maka di sanalah sikap agama.
  4. Konsep Kewarganegaraan (al-muwathanah) adalah istilah yang telah lama dikenal dalam Islam. Ia melampaui konsep dan justru lebih dekat pada tindakan nyata. Kewarganegaraan yang hakiki tidaklah disertai marginalisasi dan diskriminasi. Dengan khazanah dan pengalaman yang kaya, pemikiran islami menjamin usaha pembangunan peradaban yang berdiri di atas konsep bernegara yang nyata dan jauh dari diskriminasi atas dasar kepercayaan, warna kulit, atau ras.
  5. Menegaskan bahwa negara bangsa adalah pondasi keamanan seluruh elemen masyarakat. Upaya mewujudkan dan memperkokoh kebernegaraan yang interaktif dan positif adalah tuntutan zaman (wajib al-waqti). Membangun negara serta menjaganya adalah kewajiban dalam beragama dan bernegara. Menghalau setiap usaha perusakan dan gangguan stabilitas negara adalah keharusan, baik dalam beragama maupun bernegara demi menciptakan keamanan dan ketenteraman di tengah khalayak.
  6. Menegaskan bahwa hubungan antara individu dan negara adalah hubungan timbal balik, apapun kepercayaan yang dianut atau asal etnisnya. Yakni hubungan yang menghormati privasi setiap individu dari segi hak dan juga menghormati hak masyarakat seutuhnya dari segi kewajiban. Demikian juga halnya menghormati hak bersama (umum).
  7. Menekankan pentingnya membuat program perlindungan sosial untuk masyarakat menengah ke bawah dan kelompok yang berkekurangan. Muktamar juga memberikan apresiasi kepada Mesir atas usaha dan program-programnya terkait perlindungan sosial. Terkhusus untuk program Hayah Karimah (Hidup Mulia) yang diprakarsai oleh Presiden Mesir Abdulfattah As-Sisi dan menyasar masyarakat pelosok Mesir.
  8. Mengembangkan pemahaman bernegara sejak dini bagi anak-anak, mengadakan pelatihan kader-kader nasionalis, khususnya pemuda, demi menciptakan kesadaran pentingnya bernegara dan saling menghormati serta menegaskan kebebasan dalam memilih kepercayaan dan hak dalam beribadah.
  9. Menegaskan bahwa negeri kita adalah amanah di pundak yang wajib dijaga bersama sekuat tenaga dan pikiran, baik oleh individu maupun lembaga, masyarakat maupun pemerintah.
  10. Mengoptimalkan bahasa keagamaan dan jurnalistik untuk mendakwahkan etika berinteraksi di tengah masyarakat digital. Menyosialisasikan seluruh masyarakat supaya tidak menyebarkan kabar-kabar bohong atau disinformasi yang cenderung membahayakan keamanan dan menghembuskan fitnah. Juga meningkatkan hukuman bagi tindak kriminal semacam ini dengan maksud mewujudkan kedisiplinan dan menghalau perilaku menyimpang secara tegas.
  11. Melatih para imam, tenaga pengajar, dan pembawa acara televisi, baik yang bersifat keagamaan, kebudayaan, dan jurnalistik demi menanamkan nilai-nilai toleransi, kehidupan bersama yang damai, dan nilai-nilai kemanusiaan.
  12. Bersama-sama dalam upaya global untuk memerangi ujaran rasisme dan kebencian. Hal ini dengan mengoreksi pemahaman yang menyulut pertikaian dan menyajikan tafsir yang sahih terhadap teks-teks keagamaan yang selama ini dimanfaatkan oleh para ekstremis untuk menyebarkan ideologi mereka.
  13. Menegaskan peran parlemen dalam mengokohkan negara bangsa yang tidak ada diskriminasi berdasar SARA, yang mengimani keragaman, dan yang menghormati pluralisme, serta melihatnya sebagai kekayaan yang dimiliki.
  14. Negara harus berada di posisi pertama dalam meneguhkan hak. Negara bangsa adalah pondasi utama yang menopang perdamaian masyarakat, baik lokal maupun global. Segala upaya pelemahan negara yang mengancam keselamatan dan stabilitasnya adalah ancaman terhadap perdamaian dan keamanan masyarakat. Hal itu juga berarti membuka ruang bagi kelompok teroris dan milisi sektarian yang membahayakan negeri dengan laku kejinya.
  15. Mengapresiasi pengalaman Mesir di bawah kepemimpinan Presiden Abdulfattah As-Sisi yang berhasil mengembalikan dan menjaga stabilitas negara, utamanya dalam melawan terorisme dan mengokohkan negara bangsa, dan membangun republik yang baru dan berkembang lebih baik bagi segenap warga negaranya. Juga dalam mengawal hak dan kewajiban setiap individu terlepas dari agama dan kepercayaannya, serta membuka pintu lebar-lebar pintu bagi seluruh anak bangsa tanpa pembedaan.
Salah satu sesi muktamar. (Awkafonline)

Sementara itu, dalam deklarasinya, Syekh Muhammad Mukhtar Jum'ah juga membacakan Piagam Kairo untuk Perdamaian (Watsiqah Al-Qahirah li As-Salam) yang berisi 7 poin berikut:

  1. Menciptakan perdamaian adalah tuntutan dalam beragama, bernegara dan kemanusiaan, yang diupayakan oleh setiap manusia mulia. Tuntutan ini memiliki dasar yang kuat dalam syariah Islam.
  2. Dialog antar individu sama halnya dengan kesepahaman yang diteken antar lembaga, dan negosiasi yang dilakukan antar negara. Mewujudkan hal ini secara nyata mendukung perdamaian sosial dan global.
  3. Mengajak untuk menerbitkan perjanjian internasional yang mampu menyeret tindakan pelecehan agama dan simbol-simbolnya. Melawan ujaran kebencian dan rasisme serta memasukkannya dalam daftar kejahatan yang membahayakan perdamaian dan keamanan global.
  4. Perdamaian yang kita harapkan adalah perdamaiannya pemberani yang berdiri di atas kebenaran, keadilan, dan proporsionalitas; yang muncul dari pemikiran yang kuat dan yang bersifat menjaga, bukan malah berlaku lalim. Perdamaian dibuat oleh orang-orang kuat dan pemberani, sementara keberanian untuk mengusung perdamaian tak lebih rendah dari keberanian untuk berperang dan berkonfrontasi, karena keduanya sama-sama merupakan tekad dan keputusan.
  5. Perdamaian bukan sebatas tidak ada perang, melainkan juga tidak ada tindakan menyakiti antar sesama. Kita sebaiknya berupaya agar tidak ada tindakan menyakiti orang lain dalam bentuk apapun, baik fisik maupun verbal. Kita juga sebaiknya berupaya memperoleh hak memeluk kepercayaan, memegang teguh prinsip beragama dan bernegara. Selain itu, kita seyogianya menghargai privasi orang lain dalam hal agama, budaya, sosial, kultur, maupun tradisi. Setiap negara hendaknya tidak mengintervensi urusan dalam negeri di negara lain, atau malah berusaha menggagalkan, melemahkan, atau menjatuhkan negara lain. Hal ini berangkat dari prinsip yang berbunyi, “Berlakulah baik pada orang-orang sebagaimana engkau menyukai diperlakukan baik oleh orang lain. Tanpa takabur dan angkuh.”
  6. Jika saja umat manusia mampu berupaya maksimal dalam mengusung kesadaran lingkungan dan meminimalisasi efek perubahan iklim, serta membantu negara-negara yang terancam bahaya nyata ini -membantunya dengan sejumlah 10% saja dari dana yang dipakai untuk perang-, (digunakan untuk) memperbaiki dunia dan mewujudkan perdamaian.
  7. Seyogianya upaya-upaya kampanye budaya damai lebih dioptimalkan dan beralih dari budaya pemungutan suara ke budaya kemasyarakatan, keumatan, dan kebangsaan sehingga budaya damai menjadi nilai yang tertanam di tengah penduduk bumi yang penuh dengan keragaman agama dan budaya. Budaya kerjasama, persatuan, dan perdamaian diharapkan mampu menggantikan budaya permusuhan, peperangan, dan konflik berdarah. (hid)
💡
Baca juga warta lain di rubrik AKHBAR atau pilih ragam tulisan lain di Situs Tawazun ID

Latest