Pertanyaan: Sebagian orang mengatakan bahwa tafsir dari firman Allah taala yang berbunyi:
“Sesungguhnya tugas Kamilah untuk mengumpulkan (dalam hatimu) dan membacakannya. Maka, apabila Kami telah selesai membacakannya, ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya tugas Kami (pula)-lah (untuk) menjelaskannya.” [Surah Al-Qiyamah: 17-19].
…itu bahwasanya Allah SWT di lain waktu akan mengutus seseorang yang akan menafsiri Al-Quran dan menerangkannya setelah (wafat) Baginda Nabi Muhammad SAW. Apakah perkataan ini benar? Lalu, apa tafsir yang benar berkenaan dengan ayat ini?
Jawaban: Jika yang dimaksud dari perkataan ini bahwasanya Allah taala akan memberikan umat manusia di tiap-tiap zaman sosok ulama yang mumpuni lagi mendalam ilmunya, yang mampu menyelaraskan antara perkembangan zaman, Al-Quran, dan sunah, maka perkataan ini benar adanya.
Namun, jika yang dimaksud adalah Allah taala akan mengutus seorang rasul dan sosok tertentu setelah Baginda Nabi Muhammad SAW, yang akan menerangkan Al-Quran kepada manusia, maka perkataan ini benar-benar batil. Karena salah satu fakta yang pasti, Islam adalah risalah terakhir, rasulnya adalah penutup para rasul, dan kenabiannya adalah kenabian terakhir. Realitas dan sejarah turut membenarkan fakta ini. Buktinya, 14 abad telah berlalu sejak munculnya Islam, tidak ada sosok yang mengaku nabi dan rasul serta mengklaim memiliki pengikut, lalu para manusia membenarkan klaim tersebut dan menyetujui pernyataannya.
Hal ini juga telah ditetapkan Al-Quran dalam banyak nas yang jelas, seperti firman Allah taala:
“… melainkan dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi ….” [Surah Al-Qiyamah: 40].
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu ….” [Surah Al-Maidah: 3].
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar agar Dia mengunggulkannya atas semua agama ….” [Surah At-Taubah: 85].
“Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya ….” [Surah Ali Imran: 85].
Oleh karena itu, menafsirkan ayat Surah Al-Qiyamah tersebut dengan munculnya seorang “rasul” yang akan menjelaskan Al-Quran kepada manusia adalah tafsir yang bias, mengolok-olok hakikat Al-Quran, lagi menyesatkan. Apalagi penjelasan Al-Quran kepada manusia sudah sangat jelas.
Adapun tafsir yang benar sesuai dengan apa yang termaktub di dalam kitab-kitab tafsir berkenaan dengan ayat ini yaitu, bahwasanya Nabi Muhammad SAW tatkala diwahyukan ayat Al-Quran selalu menggerakkan lisannya. Hal ini karena indahnya wahyu yang didengar serta khawatir lupa akan apa yang diwahyukan. Maka, turunlah ayat yang mengungkapkan ketergesaan Nabi dalam menerima Al-Quran, seraya menyatakan bahwa Allahlah yang akan menjamin terkumpulnya isi Al-Quran ke dalam sanubari Nabi SAW, menjamin bacaannya melalui lisan Nabi SAW, dan menjamin penjelasannya kepada manusia, hingga siapapun yang mendengarnya mampu memahami Al-Quran.
Ayat-ayat ini mengarahkan kepada Nabi SAW untuk tidak tergesa-gesa dalam menerima wahyu Al-Quran. Adapun padanan ayat-ayat di atas ialah firman Allah taala pada ayat lain:
“… Janganlah engkau (Nabi Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qur’an sebelum selesai pewahyuannya kepadamu ….” [Surah Thaha: 114].
“Kami akan membacakan (Al-Quran) kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau tidak akan lupa.” [Surah Al-A’la: 6].
Dari pertanyaan mengenai ayat yang bersangkutan, jelaslah sudah bahwa 3 hal yang dimaksud (mengumpulkan Al-Quran ke dalam sanubari Nabi SAW, bacaan melalui lisannya, dan penjelasannya kepada manusia), Allah sendirilah yang menjamin terpenuhinya semua hal ini.
Maka, kesimpulan bahwa Allah akan meninggalkan penjelasan Al-Quran kepada rasul yang akan datang setelah Nabi Muhammad SAW adalah kesimpulan yang bertentangan dan berlawanan dengan makna Al-Quran itu sendiri, baik secara lafaz maupun makna.