Seberapa Penting Ilmu Kalam Dalam Islam

Selain ilmu tafsir, hadis, dan fikih, umat muslim juga dituntut untuk mempelajari ilmu kalam atau yang dikenal juga dengan ilmu tauhid dan akidah. Apa itu ilmu kalam? Dan seberapa penting ilmu ini untuk dipelajari?

Syekh Nazhir Muhammad 'Ayyad, Sekjen Akademi Riset Islam Al-Azhar menjelaskan hal ini dalam video berikut.

Teks Terjemahan Syekh Nazhir Muhammad 'Ayyad

Kita masih membicarakan beberapa permasalahan yang diperdebatkan dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang benar. Sekarang kita berada pada pembahasan salah satu dari ilmu syar'i dan akli, yang dipandang oleh sebagian orang bahwa ia telah terlepas dari agama. Padahal kenyataannya sama sekali berbeda. Walaupun demikian, kita mendapati pada sebagian orang yang berpemikiran sempit, yang memandang ilmu ini secara sewenang-wenang dan mengingkarinya serta peran-perannya, dengan menyangka bahwa ia berada dalam pemahaman yang tepat, dengan bersandar pada pemikiran yang tidak benar, bahwa ilmu ini tidak memiliki dasar dari Al-Quran dan sunah, juga tidak berasal dari lisan ulama terdahulu.

Ilmu ini, perkenankan saya mengatakan, bahwa ia termasuk ilmu syariat yang paling penting dan tinggi derajatnya. Mengapa tidak? Ia membahas terkait sifat Allah dari sisi dzat, sifat, dan perbuatan-Nya. Mengapa tidak? Ia membahas kenabian dan kerasulan, dan yang terkait dengan keduanya. Mengapa tidak? Ia berkaitan dengan waktu yang dijanjikan (hari kiamat).

Jika kita melihat perkataan ini, kita akan mengetahui bahwa ia berkisar seputar 6 rukun iman, yang keterangannya tercantum dalam Al-Quran dan dalam sunah Nabi SAW. Dan cukuplah saya menjelaskan hadis ini yang dikenal dengan hadis Jibril. Yaitu, ketika Nabi SAW bertanya mengenai Islam, lalu ia menjawabnya, dan mengenai iman, lalu ia menjawabnya dengan perkataan:

"Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir dan qadar”

Walaupun ilmu ini berkaitan dengan rukun iman, tetapi kami menemui sekelompok orang saat ini, bahkan juga di setiap zaman, yang mengkritik ilmu ini dengan alasan ia tidak bersumber dari Al-Quran dan sunah.

Ilmu ini adalah ilmu kalam, atau ilmu tauhid, ilmu akidah, ilmu ushuluddin, ilmu asma wa sifat. Namanya banyak sekali dan tidak terhitung. Ilmu ini, menurut para peneliti yang objektif, termasuk dari ilmu pokok dalam agama Islam.

Mengapa tidak? Ilmu pokok dalam Islam itu ada tiga, yaitu ilmu kalam, ilmu fikih, dan ilmu mantik. Mengapa tidak? Ilmu ini dipandang sebagai undang-undang ilmu, bahkan standar keilmuan. Mengapa tidak? Ilmu ini dipandang sebagai alat, yang dengannya, tercapai keterbukaan peradaban antara orang-orang muslim dan non-muslim. Maka, ilmu ini adalah yang mengkritik peradaban Islam dan menerima peradaban pendatang dan memurnikannya dari hal-hal yang memasukinya serta meriwayatkannya dengan cara yang terbaik, benar, dan independen.

Ilmu ini, sebagaimana yang telah saya katakan, dipandang sebagai salah satu ilmu yang paling utama dan paling tinggi derajatnya, sebab berhubungan dengan rukun iman. Di samping itu, ia mempunyai tugas yang mulia. Tugas yang mulia ini, menurut sebagian orang, adalah untuk menjaga akidah Islam. Ini adalah kemuliaan yang tak tertandingi. Menurut sebagian orang yang lain, adalah untuk menjaga agama, seluruhnya.

Mungkin kita dapat memahaminya dari pengertian ini yang disebutkan oleh Abu Nashr Al-Farabi untuk mendefinisikan ilmu ini, bahwasanya, ilmu kalam adalah kerja pikiran yang dapat digunakan untuk mendukung perkataan dan pendapat yang dikatakan oleh peletak agama (Allah) dan menjaganya dari gangguan bidah atau pun ahli bidah.

Dan jika ilmu ini, tugasnya, adalah menjaga agama ini dari sisi akidah, syariat dan suluk, maka adakah keutamaan lagi selain itu? Bukan ini saja. Tetapi ilmu ini memiliki tujuan yang mulia. Tujuan tersebut adalah mendorong manusia agar berusaha mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan di dunia adalah ketika manusia bisa mewujudkan tauhid yang murni. Maka, ia terbebas dari belenggu penghambaan kecuali kepada Allah Ta'ala. Dan di sini, ia dapat merasakan kemanusiaan yang sempurna. Sebab seorang hamba tidak akan menjadi manusia sempurna kecuali jika menyembah Allah semata.

Kemudian, mendapat kebahagiaan di akhirat, karena mewujudkan ikhlas dalam beribadah dapat mengantarkan ke surga seluas langit dan bumi, yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa. Dan tidak ada yang dapat menunjukkan hal itu lebih dari bahwa Allah Ta'ala memerintah hambanya agar ikhlas dalam ibadah dan mengajak untuk melakukannya dalam Al-Quran dan sunah. Sebab ikhlas adalah penentu amal diterima, di dunia dan akhirat.

💡
Simak terjemahan lain di kanal YouTube Tawazun ID dan Subscribe untuk mengikuti update terkini.

Penerjemah: Ahmad Nasrullah
Penyelaras: M. Ali Arinal Haq