Sejarah dan Hikmah Nisfu Sya’ban

Nisfu Sya’ban adalah salah satu momentum dalam Islam yang selalu diperdebatkan terkait boleh tidaknya kita mengistimewakannya. Untuk tahun 2023 ini, Nisfu Sya’ban di Indonesia jatuh pada hari Selasa 7 Maret 2023 besok, atau bertepatan dengan malam Rabu Pon 8 Maret 2023. Akankah umat Islam di Indonesia (di tahun ini) masih juga terjebak dengan debat kusir seputar hukum mengistimewakan dan merayakan Nisfu Sya’ban? Semoga sih tidak!

Nah, agar tidak semata ikut-ikutan latah memperdebatkan boleh tidaknya, ada baiknya kita pelajari terlebih dahulu sejarah dari munculnya momen Nisfu Sya’ban. Secara harfiah, Nisfu Sya’ban diartikan sebagai separuh atau pertengahan (bulan) Sya’ban. Secara zahir, Nisfu Sya’ban bagi umat Islam menjadi istimewa dan spesial karena pada malam tanggal 15 Sya’ban itu terjadi peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah umat Islam. Di antaranya pemindahan kiblat salat yang asalnya dari Baitul Muqaddas Palestina, dipindah menuju arah Ka’bah yang berada di Masjidil Haram, Makkah.

Dari sisi histori, syahdan awal mula adanya perayaan meriah dan gempita perayaan Nisfu Sya’ban menurut Al-Imam Al-Qasthalani (wafat 923 H) dalam kitabnya Al-Mawahib Al-Laduniyah adalah sebagai berikut:

وقد كان التابعون من أهل الشام، كخالد بن معدان، ومكحول يجتهدون ليلة النصف من شعبان فى العبادة، وعنهم أخذ الناس تعظيمها، ويقال: إنه بلغهم فى ذلك آثار إسرائيلية، فلما اشتهر ذلك عنهم اختلف الناس، فمنهم من قبله منهم، وقد أنكر ذلك أكثر العلماء من أهل الحجاز، منهم عطاء، وابن أبى مليكة، ونقله عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن فقهاء أهل المدينة، وهو قول أصحاب مالك وغيرهم، وقالوا: ذلك كله بدعة

Bahwasanya Tabi'in tanah Syam seperti Khalid bin Ma'dan dan Makhul, mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam Nisfu Sya'ban. Nah dari mereka inilah orang-orang kemudian ikut mengagungkan malam Nisfu Sya'ban. Dikatakan, bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat (kabar atau cerita yang bersumber dari Ahli Kitab, Yahudi dan Nasrani yang telah masuk Islam) tentang hal tersebut. Kemudian ketika perayaan malam Nisfu Sya'ban viral, orang-orang berbeda pandangan menanggangapinya. Sebagian menerima, dan sebagian lain mengingkarinya. Mereka yang memgingkari adalah mayoritas ulama Hijaz, termasuk dari mereka Atha' dan Ibnu Abi Malikah. Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari kalangan fuqaha' Madinah menukil pendapat bahwa perayaan malam Nisfu Sya'ban seluruhnya adalah bid'ah. Ini juga merupakan pendapat Ashab Maliki dan ulama selainnya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang mula-mula memulai peringatan malam Nisfu Sya'ban adalah segolongan ulama Tabi'in daerah Syam. Dalam arti, peringatan malam Nisfu Sya'ban belum pernah dilakukan pada zaman Rasulullah dan Sahabat, baru dilakukan ada pada zaman Tabi'in. Peringatan malam Nisfu Sya'ban yang kini diamalkan itu dasarnya adalah mengikuti perbuatan segolongan ulama Tabi'in negeri Syam atau Suriah.

Bulan Sya’ban sendiri adalah salah satu nama bulan dalam kalender hijriah yang berarti “berkelompok” (sebab bangsa Arab berkelompok mencari nafkah di bulan ini). Secara spiritual, Sya’ban termasuk menjadi bulan yang mulia dan istimewa bagi Rasulullah SAW, oleh karenanya beliau banyak berpuasa pada bulan ini. Hal ini senada dengan anjuran berpuasa bulan Sya’ban yang termaktub dalam kitab Sunan An-Nasai:

أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ أَبُو الْغُصْنِ شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِم

Bahwasanya Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasul aku tidak melihatmu puasa pada bulan-bulan lain seperti pada Bulan Sya’ban? Rasul menjawab, “Bulan ini adalah bulan yang dilupakan manusia, antara bulan Rajab dan Ramadan. Dan bulan ini saat dilaporkannya amal perbuatan (manusia) kepada Tuhan semesta alam. Sementara aku senang jika amalku dilaporkan, sedang aku dalam keadaan puasa.”

Terkait hikmah dan faedah keistimewaan bulan Sya’ban, keterangannya pun sudah banyak disebutkan dalam Hadits Rasulullah SAW, di antaranya sebagaimana tertulis dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Ibn Majah dalam kitabnya di juz 1 halaman 444, Hadits nomor 1388:

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ ثنا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا ابْنُ أَبِيْ سَبْرَةَ عَنْ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُوْل اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا. فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا. فَيَقُوْلُ أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

Bahwasanya dari Ali bin Abu Thalib, beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda: Apabila telah datang malam Nisfu Sya’ban, maka hidupkanlah malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, sesungguhnya (rahmat) Allah turun pada malam itu ke langit yang paling bawah tatkala terbenamnya matahari. Kemudian Allah menyeru: “Adakah orang yang meminta maaf kepada-Ku, maka akan Aku ampuni. Adakah orang yang meminta rizqi, maka Aku akan melimpahkan rizqi kepadanya. Adakah orang yang sakit, maka akan Aku sembuhkan”. Dan adakah hal-hal yang lain (yang kalian minta) sampai terbitnya fajar.”

Hadits di atas menjadi contoh nyata, bahwa Rasulullah SAW di malam dan siang hari pertengahan Sya’ban (Nisfu Sya’ban) beliau menjadikannya sebagai momen khusus untuk lebih menguatkan hubungannya dengan Allah melalui ibadah. Tentunya kita sebagai umatnya lebih punya kewajiban untuk juga memaksimalkan ibadah, meneladani serta menjalankan segala kesunahan-kesunahan dari Kanjeng Nabi Muhamad SAW.

Dalam redaksi yang berbeda, terdapat sebuah keterangan yang menegaskan bahwa Nisfu Sya’ban memang merupakan malam yang sangat istimewa, tersebab di malam ini diyakini bahwa Allah SWT akan menghapuskan dosa bagi mereka yang memohon pengampunan atas segala dosa-dosa yang telah diperbuat. Ini sebagaimana pernyataan Nabi Muhammad dalam Hadits Rasulullah SAW berikut: "Apabila tiba malam Nisfu Sya’ban, maka malaikat berseru menyampaikan dari Allah: adakah orang yang memohon ampun maka aku ampuni, adakah orang yang meminta sesuatu maka aku berikan permintaannya” (HR Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman).

Rasulullah

Kumpulan tulisan dengan spirit kecintaan kepada Rasulullah SAW dapat teman-teman temukan

di sini

Pernyataan dalam Hadits ini kemudian dikuatkan dengan sebuah Hadits lain yang menunjukan keistimewaan malam nisfu Syaban, bahkan sampai-sampai (rahmat) Allah SWT turun ke bumi untuk mengampuni dosa-dosa hamba-Nya.

ينزل الله إلى السماء الدنيا ليلة النصف من شعبان فيغفر لكل شيء، إلا لرجل مشرك أو رجل في قلبه شحناء

(Rahmat) Allah SWT turun ke bumi pada malam nisfu Sya’ban. Dia akan mengampuni segala sesuatu kecuali dosa musyrik dan orang yang di dalam hatinya tersimpan kebencian (kemunafikan),” (HR Al-Baihaqi).

Nah, mengenai hukum mengisi dan menghidupkan malam Nisfu Sya’ban, utamanya bagi umat Islam yang mengimani dan mengugemi kebolehannya, berikut ini sepilihan Hadits dan referensi yang cukup mu’tabar dari beberapa kitab yang pernah saya baca dan biasa menjadi rujukan guru-guru kita. Yang jelas, semua ritual atau amaliah yang umat muslim laksanakan di malam Nisfu Sya’ban ada pijakan hukumnya. Sebagaimana telah dikatakan Syekh Al-Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfah Al-Ahwadzi:

اعلم أنه قد ورد فى فضيلة ليلة النصف من شعبان عدة أحاديث مجموعها يدل أن لها أصلا

Ketahuilah bahwa sesungguhnya beberapa Hadits yang berkaitan dengan keutamaan malam Nisfu Sya’ban itu memang benar-benar ada, yang mana secara keseluruhan menunjukan bahwa fadlilah malam Nisfu Sya’ban ada pijakan dalilnya.”

Lebih lanjut, Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) juga meriwayatkan sebuah Hadits yang terdapat dalam kitab Al-Musnad terkait keutamaan malam Nisfu Sya’ban:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ

Dari Abdillah ibn ‘Amru, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT akan memantau makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban kemudian mengampuni dosa-dosa hamba-Nya, kecuali bagi seorang pendengki dan orang yang membunuh jiwa manusia.”

Meski menurut Al-Mundziri sanad Hadits ini kualitasnya dha’if (lemah), karena terdapat perawi bernama Abdulah ibn Lahi’ah Al-Mishri. Namun perlu kita ketahui, bahwa Hadits ini statusnya adalah Hadits Hasan li Gairihi karena substansinya diriwayatkan juga melalui beberapa jalur riwayat lain. Dan status perawi Abdulah ibn Lahi’ah Al-Mishri adalah bukan perawi yang fasik dan pendusta.

Kemudian, Hadits yang identik dengan substansi Hadits di atas adalah Hadits dari Mu’adz ibnu Jabal yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani dalam Al-Ausath, Imam Ibnu Hiban dalam kitab shahihnya dan Imam Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman. Pun Imam A-Tirmidzi juga meriwayatkan dengan redaksi dari jalur berbeda:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ، فَإِذَا هُوَ بِالبَقِيعِ، فَقَالَ: أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ

“Dari Aisyah RA, ia berkata: ‘Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah SAW, kemudian saya keluar, ternyata beliau sedang berada di area makam Baqi’. Beliau lantas bersabda: ‘Apakah kamu takut akan didzalimi Allah dan Rasul-Nya?’ Saya berkata, wahai Rasulullah aku kira engkau sedang mendatangi istri-istrimu, beliau lalu bersabda ‘Sesungguhnya Allah SWT turun ke langit dunia pada malam pertengahan bulan Sya’ban, lalu Allah mengampuni manusia sejumlah hitungan bulu kambing.”

HR. Imam Ahmad. At-Tirmidzi berkata: "Imam Al-Bukhari mendha'ifkan hadits ini". (Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar bin Abdil Malik Al-Qasthalani, Al-Mawahib Al-Laduniyah, [Kairo, Maktabah At-Taufiqiyah], juz III, halaman 300).

Subhanallah, begitu istimewa dan mulia Nisfu Sya’ban ini, marilah kita jadikan momen ini sebagai momentum peningkatan kuantitas dan kualitas ibadah kita. Mengenai pro-kontra Nisfu Sya’ban atas lemahnya Hadits yang dijadikan referensi, seyogianya itu tidak perlu jadi alasan dan bahan perdebatan lagi. Tersebab dalam ilmu Hadits, sudah dirumuskan bahwa kategori Hadits Hasan Lighairihi termasuk jenis Hadits yang makbul dan bisa dijadikan hujah. Maka, tidak perlu lagi kita saling menghujat atau saling salah-menyalahkan satu sama lain. Sekira kita tidak mengimani dan tak ingin melakukan amaliah Nisfu Sya’ban, seyogianya kita tak perlu anarkis lalu memvonis bid’ah dan kafir kepada yang mengamalkannya. Dan bagi pihak yang mengamalkan hikmah-hikmahnya, tak perlulah merasa menjadi si paling sunah dan si paling suci!


💡
Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Ahmad Muhakam Zein