Skip to content

Syair Ghazal Walladah, Penyair Perempuan dari Andalusia

Mengenang Walladah bintu Al-Mustakfi, seorang penyair di Negeri Andalusia. Figur perempuan yang menganggit syair-syair bercorak Ghazal yang pilu.

FOTO: Ilustrasi penyair perempuan Walladah bintu Al-Mustakfi dari Andalusia. (Diego Allen/Unsplash)
FOTO: Ilustrasi penyair perempuan Walladah bintu Al-Mustakfi dari Andalusia. (Diego Allen/Unsplash)

Dalam dunia syair Arab, sebenarnya perempuan tak kalah hebat dibanding laki-laki. Sejarah mencatat beberapa nama perempuan yang memiliki kemampuan menulis syair yang hebat. Salah satunya Laila Al-Akhyaliyyah, penyair perempuan di era Umawiyyah yang syairnya dipuji oleh penyair-penyair besar kenamaan seperti Abu Tammam dan Abu Al-'Ala Al-Ma'arri. Bahkan Abu Nawas, penyair Abbasiyyah kenamaan itu konon menghafal Diwan Laila Al-Akhyaliyyah dan meriwayatkan syair dari 60 orang perempuan.

Tersebutlah seorang bernama Basysyar bin Burd, penyair tunanetra pada masa Umawiyyah dan Abbasiyyah yang sempat mengungkapkan bahwa perempuan biasanya lemah ketika membuat syair. Lalu, ia ditanya, "Bagaimana dengan Al-Khansa'?" Al-Khansa' adalah seorang penyair perempuan mukhadhram, yakni yang hidup di dua zaman: Jahiliyyah dan Islam.

Basysyar bin Burd menjawab, "Syairnya (Al-Khansa') mengalahkan Fuhul!" Istilah Fuhul adalah gelar tertinggi bagi seorang penyair.

Memorabilia 20 Tahun Naguib Mahfouz dalam Koran Al-Azhar
Koran Al-Azhar menayangkan memorabilia sebuah wawancara bersama Naguib Mahfouz. Sastrawan Mesir itu bercerita beberapa hal kepada Sout Al-Azhar.

Al-Khansa' sendiri pernah disuruh Sayidina Umar bin Al-Khattab untuk membaca syair ratapannya atas saudara Al-Khansa' yang bernama Shakhr. Sayidina Umar yang mendengar syair itu langsung menangis sembari mengingat saudaranya, Zaid bin Al-Khattab yang syahid dalam peperangan.

Penyair Perempuan dari Andalusia

Dalam tulisan kali ini, penulis ingin mengenang seorang penyair perempuan lain. Seorang penyair Andalusia yang barangkali jarang didengar oleh kebanyakan orang ataupun pelajar. Inilah kisah penyair perempuan yang sangat masyhur di abad ke-5 H, Walladah bintu Al-Mustakfi. Putri dari seorang khalifah di Andalusia bernama Al-Mustakfi Billah.

Walladah adalah perempuan blasteran berdarah Arab dan Eropa. Ibunya orang Eropa dan sang ayah berasal dari Arab. Ia memadukan pesona Arab dan keanggunan Eropa. Inilah seorang penyair perempuan yang syair-syairnya dikagumi oleh para sastrawan dan penyair di zamannya. Syair-syairnya indah dan menakjubkan hingga rumahnya dijadikan kiblat para sastrawan dan para penyair untuk mendiskusikan syair-syairnya.

Ibnu Bassam mengatakan, "Walladah adalah perempuan yang menakjubkan pada zamannya. Ia memiliki kisah dan juga paras yang memikat. Ia juga memliki peringai yang indah dan nasab yang mulia. Kecerdasannya adalah salah satu tanda kebesaran Allah SWT!"

Imam Jalaluddin As-Suyuthi juga memujinya dalam kalimat, "Walladah terkenal sebagai sosok yang menjaga 'iffah (harga dirinya)."

Sementara penyair besar Mesir, Ash-Shafadi mengatakan, "Ia (Walladah) adalah sosok perempuan yang memiliki adab, kelembutan, dan kecerdasan yang luar biasa. Ia menemui serta berdiskusi bersama para pembesar penyair dan sastrawan."

Dengan kelebihan sedemikian itu, Walladah bintu Al-Mustakfi menjadi perempuan terviral di zamannya. Para pembesar Andalusia dan para penyairnya berlomba-lomba untuk merebut hati Walladah. Akan tetapi hanya seorang bernama Ibnu Zaidun, penyair Andalusia kenamaan yang berhasil mengetuk hati Walladah. Mereka berdua pun saling membalas syair satu sama lain. Berikut ini beberapa baris syair mereka yang terpahat dalam sejarah dan dijadikan monumen oleh orang-orang Eropa di Spanyol:

أغار عليك من عيني ومني # ومنك ومن زمانك والمكان

ولو أني خبأتك في عيوني#  إلى يوم القيامة ما كفاني

Aku terpancing oleh dirimu, zamanmu, dan tempat tinggalmu.

Andaikan aku menyembunyikanmu dalam kelopak mataku, hingga hari kiamat pun tak membuatku cukup. (Walladah)


يا من غدوت به في الناس مشتهرا # قلبي عليك يقاسي الهم والفكرا

إن غبت لم ألق إنسانا يؤانسني  # وإن حضرت فكل الناس قد حضرا

Wahai orang yang masyhur di kalangan manusia! Jiwaku menanggung berat pikiran dan kegelisahan.

Jika engkau hilang, aku tak menemui satu pun manusia yang membuatku senang. Jika engkau ada, seakan-akan seluruh manusia ada di sisiku! (Ibnu Zaidun)

Perpisahan bagi Para Penyair Arab

Mereka berdua, Walladah dan Ibnu Zaidun, saling membalas syair satu sama lain. Ibnu Zaidun sendiri merupakan penyair besar yang dalam syairnya seringkali menyebut Walladah bintu Al-Mustakfi. Namun, apalah daya, zaman memisahkan mereka berdua. Ibnu Zaidun dirundung duka hingga melahirkan Qashidah Nuniyyah anggitannya yang terkenal nan menyayat jiwa.

أضحى التنائي بديلا من تدانينا # وناب عن طيب لقيانا تجافينا

Kita saling menjauh setelah sama-sama saling mendekat
Kita saling berpaling setelah kita saling bertemu

Memaknai Kembali Takdir dan Kematian
Pembahasan seputar takdir seringkali dibatasi pada garis kesuksesan dan kegagalan, surga dan neraka. Sementara Nabi menekankan agar kita beramal.

Walladah bintu Al-Mustakfi hidup menjomblo hingga akhir hayatnya. Barangkali ini syair Walladah yang menjelaskan derananya akan kehidupan:

تمر الليالي لم أر البين ينقضي # ولا الصبر من رق التشوق معتقي

Malam berlalu. Aku tak melihat perpisahan segera menghilang.
Tidak pula sabar mampu membebaskanku dari perbudakan kerinduan.

Perpisahan adalah satu hal yang amat sangat ditakuti oleh para penyair. Tak heran mereka begitu hiperbolis dalam menyifati perpisahan. Abu Thayyib Al-Mutanabbi, misalnya, mengatakan:

لولا مفارقة الأحبابِ ما وَجَدَتْ # لها المنايا إلى أرواحنَا سُبُلا

Seandainya tidak ada perpisahan dengan para kekasih jiwa, maka tidak ada
jalan bagi kematian untuk menembus jiwa kita!

Penulis pernah menganggit sebuah syair tentang perpisahan dalam Bahar Thawil:

غداة فراقٍ لم أزل في ديارها # كأنِّيَ ميتٌ لم يكنْ فيُقبرُ

Tatkala perpisahan, aku masih saja berada di rumahnya,
seakan-akan akulah seorang mayit yang tidak dikafani lalu dikuburkan

Syair Ghazal

Syair-syair Walladah bintu Al-Mustakfi banyak berupa syair Ghazal atau dalam bahasa anak masa kini disebut syair Bucin. Ghazal merupakan salah satu model syair terlama yang ditulis dalam dunia kepenyairan. Dalam Mu'allaqat 'Asyarah sendiri, Umru Al-Qais, Tharafah bin 'Abd, Zuhair dan lainnya mengunakan Ghazal di awal-awal qashidah mereka.

Syair Ghazal memiliki sejumlah ciri khas. Biasanya di dalamnya tersurat nama seseorang kekasih, puing-puing rumah, serta kenangan-kenangan indah yang pernah terajut dengan sosok yang dicintai. Ghazal juga bisa diartikan sebagai syair gombal. Syair-syair Ghazal banyak ditemukan dalam kumpulan syair Majnun Laila, Jamil Butsaina, Umar bin Abi Rabi’ah, dan penyair Arab lainnya.

Al-Urmawi, Ulama yang Sekaligus Pakar Musik
Dalam khazanah Arab, khususnya keislaman, terdapat sejumlah nama alim yang juga pakar musik. Salah satunya Syekh Shafiyyuddin Al-Urmawi.

Dalam khazanah Arab, syair memiliki beraneka macam corak dan karakteristik. Jika sekilas bisa kita kelompokkan, ada sejumlah syair selain Ghazal, misalnya Madah (pujian), Hija’ (cacian), Fakhr (kebanggaan), Ritsa' (ratapan), dan 'Itab (celaan). Biasanya aneka macam corak dan karakteristik syair tersebut timbul dari jiwa atau lingkungan yang menaungi para penyair.

'Ala kulli hal, jika di Tanah Arab, kisah cinta Qais bin Al-Mulawwih dan Laila Al-'Amiriyyah melegenda, maka di jagat keislaman Andalusia, di Surga yang Hilang, ada kisah Walladah bintu Al-Mustakfi dan Ibnu Zaidun. Kisah cinta yang masyhur dan berakhir dengan kesedihan dan perpisahan.


Baca juga postingan lain di rubrik SASTRA atau tulisan menarik Syihab Syaibani

Latest