Skip to content

Syekh Bakri ‘Asyur Ash-Shidfi, Mufti Mesir Multitalenta

Menelusuri riwayat hidup mufti Mesir terdahulu. Seorang fakih nan alim dari Al-Azhar yang dimakamkan tak jauh dari makam Syekh Ibrahim Al-Bajuri.

FOTO: Makam Mufti Agung Mesir Syekh Bakri Asyur Ash-Shidfi di Kairo (Istimewa)
FOTO: Makam Mufti Agung Mesir Syekh Bakri Asyur Ash-Shidfi di Kairo (Istimewa)

Ia adalah alamah, Syekh Bakri bin Muhammad bin Hasan ‘Asyur Ash-Shidfi Al-Hanafi Al-Azhari. Ia berasal dari keluarga yang masyhur akan keilmuannya. Ayahnya, Muhammad adalah salah satu pembesar ulama Al-Azhar di zamannya, yang dikenal dengan keluasan ilmunya. Sang ayah menikah dengan putri Syekh Hasan Al-‘Idwi Al-Hamzawi (Pembesar Ulama Malikiyyah) dan dikaruniai tiga anak, yang semuanya menjadi pembesar ulama Al-Azhar, yaitu Syekh ‘Asyur Ash-Shidfi, Syekh Hasanain Ash-Shidfi, dan Syekh Bakri Ash-Shidfi. Nama terakhir adalah sosok yang dikisahkan di tulisan ini.

Tanggal Lahir

Belum ditemukan satu pun sejarawan yang menyebutkan tanggal lahir Syekh Bakri di dalam buku-buku sejarah kecuali Umar Ridha Kahhalah dalam bukunya, Mu’jam Al-Muallifin. Di sana (jil. 1, hal. 447, biografi no. 3373), beliau menyebutkan bahwa Syekh Bakri lahir pada tahun 1265 H (1849 M) dengan bersumber kepada Ilyas Zakhurah dalam kitab Mirah Al-‘Ashr (jilid 2, halaman 217).

Namun, setelah penulis menelusuri sumber dengan jilid dan halaman yang dimaksud, Syekh Ilyas Zakhurah tidak sedang bercerita tentang biografi Syekh Bakri, melainkan bercerita tentang Syekh Muhammad Taufiq Al-Bakri yang lahir pada tahun 1287 H. Artinya, Umar Ridha Kahhalah salah dalam penisbatan tahun lahir Syekh Bakri, bahkan nisbat tahun kelahiran tersebut juga tidak sama dengan yang tertulis di Mirah Al-‘Ashr. Ditambah lagi, Syekh Ilyas Zakhurah memang sama sekali tidak bercerita apa-apa mengenai kisah hidup beliau.

Dr. ‘Imad Hilal dalam bukunya, Al-Ifta al-Mishri menyebutkan bahwasanya kita tetap bisa mematok kalender kelahiran Syekh Bakri sesuai dengan undang-undang usia pensiun yang berlaku saat itu. Yaitu dipensiunkan dari profesi jika telah berumur 65 tahun menurut hitungan kalender Masehi. Artinya, karena Syekh Bakri pensiun pada tanggal 21 Desember 1914 M, maka dapat dikatakan bahwa beliau lahir pada hari Jumat, 21 Desember 1849 M (6 Safar 1266 H).

Untuk tempat kelahiran, semua sumber menyebutkan bahwa Syekh Bakri dilahirkan di Shidfa, Usyuth, Mesir. Namun, Dr. ‘Imad Hilal menyanggah hal tersebut. Karena, aslinya tidak ada yang tahu beliau lahir dimana. Semuanya hanya mengira-ngira saja, mengingat bahwasanya nisbat beliau adalah Ash-Shidfi. Beliau menyimpulkan, bahwa yang benar ialah Syekh Bakri dan saudaranya yang lain tidak dilahirkan di Shidfa, melainkan di Kairo. Karena, ayah mereka semenjak muda hingga bekerja itu bermukim di Kairo. Hal ini bisa dilihat dari beberapa salinan watsaiq (arsip-arsip) yang dicantumkan di dalam buku Al-Ifta Al-Mishri.

Jejaring Keilmuan Ash-Shabban dan Ulama Nusantara di Al-Azhar
Para santri Indonesia tak asing dengan kitab karangan Syekh Ash-Shabban. Tulisan ini mencoba menyelisik jejaring alim ulama Al-Azhar & Nusantara.

Masa Pertumbuhan dan Belajar

Terlepas dari apakah Syekh Bakri semasa kecilnya berada di Shidfa atau di Kairo, beliau dididik oleh sang ayah sedari kecil dalam lingkungan ilmu. Ayahnya adalah madrasah pertamanya dalam pelajaran dasar ilmu agama. Kemudian, beliau menghafalkan Al-Quran dan menekuni tajwidnya di salah satu kuttab (pusat baca tulis Al-Quran) di sekitar Masjid Al-Azhar. Setelahnya, beliau belajar di serambi Al-Azhar pada umur 11 tahun dibawah bimbingan pembesar ulama Al-Azhar pada masa itu.

Adapun guru-guru Syekh Bakri, tidak terdapat penyebutan secara pasti kepada siapa beliau belajar, kecuali kepada Syekh Abdurrahman Al-Bahrawi, yang kisahnya diceritakan oleh Zaki Mujahid dalam Al-A’lam Asy-Syarqiyyah pada biografi Syekh Abdurrahman Al-Bahrawi. Di sana disebutkan bahwa Syekh Bakri belajar fikih Hanafi kepadanya. Dan menurut Dr. ‘Imad Hilal, bahwasanya beliau belum belajar kepada Syekh Al-Bahrawi pada tahun-tahun pertamanya di Al-Azhar. Hal tersebut dikarenakan Syekh Al-Bahrawi telah meninggalkan Kairo pada tahun 1277 H dan dilantik menjadi kadi di Kota Al-Iskandariyyah. Jadi, kemungkinan beliau belajar fikih Hanafi kepada Syekh Muhammad Al-‘Abbasi Al-Mahdi (Syekhul-Azhar) dan/atau Syekh Abdullah Ad-Darastawi di masa awalnya. Setelah Syekh Al-Bahrawi kembali dari Al-Iskandariyyah, barulah Syekh Bakri belajar kepada beliau.

Dr. ‘Imad Hilal juga menambahkan, bahwa beliau juga belajar ilmu hadis, tafsir, mantik, dan bahasa Arab dengan pembesar ulama pada masanya, seperti Syekh Muhammad ‘Ilisy, Syekh Syamsuddin Muhammad Al-Anbabi, Syekh Ibrahim As-Saqqa, Syekh Ali Khalil Al-Usyuthi, dan lainnya.

Beliau menempuh pendidikan di Al-Azhar selama kurang lebih 12 tahun. Setelahnya, beliau mengajukan diri untuk mengikuti ujian Al-‘Alimiyyah dan berhasil mendapatkan Syahadah Al-‘Alimiyyah pada tahun 1289 H dengan predikat Ad-Darajah Al-Ula (teratas) dan anugerah negara Kiswah Tasyrif derajat ketiga. Dengan mendapatkan syahadah tersebut, beliau diperkenankan untuk mengajar di Masjid Al-Azhar.

Setelah menyelesaikan pembelajaran di Al-Azhar, Syekh Bakri menjabat sejumlah profesi, seperti mengajar di Masjid Al-Azhar (1289 H), anggota Majlis Hasbi Mesir (1294 H), Mufti Baitulmal Mesir (1295 H), Kadi Mahkamah Syar’iyyah Mesir (1316 H), anggota Mahkamah ‘Ulya Syar’iyyah (1317 H), dan anggota Majlis Idarah Al-Azhar (1323 H).

Menjadi Mufti Agung Mesir

Setelah Syekh Abdulqadir Ar-Rafi’i dilantik sebagai Mufti Agung Mesir pada hari Rabu, 4 Ramadan 1323 H (1 November 1905 M). Qadarullah, ia wafat pada malam Sabtu, 7 Ramadan 1323 H (4 November 1905 M), hanya tiga hari setelah dilantik. Tanpa harus mencari tahu lebih lanjut siapa pembesar ulama Hanafiyyah yang masih hidup, penguasa Mesir saat itu, yakni Khedive Abbas Hilmi segera melantik Syekh Bakri sebagai Mufti Agung. Meskipun sebenarnya masih ada Syekh Hassunah An-Nawawi, pembesar ulama Hanfiyyah yang sebelumnya mengundurkan diri dari jabatan Syekhul-Azhar dan Mufti Agung Mesir.

Beliau kemudian dilantik menjadi mufti di hari wafatnya Syekh Abdulqadir Ar-Rafi’i. Meskipun, dalam surat kabar nasional resmi Al-Waqai’ Al-Mishriyyah dikatakan bahwa beliau dilantik pada hari Senin, 9 Ramadan 1323 H. Foto arsip lama tulisan Khedive Abbas Hilmi dapat dilihat di dalam Al-Ifta Al-Mishri karangan Dr. ‘Imad Hilal (jil. 7, hal. 3991).

Dalam buku Jamharah A’lam Al-Muftin terbitan Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah yang dinukil kembali dalam buku Haiah Kibar Al-‘Ulama fi Siyar A’lamiha Al-Qudama dikatakan bahwa Syekh Bakri dilantik pada tanggal 18 Ramadan 1323 H (15 November 1905 M) menggantikan Syekh Muhammad Abduh. Hal ini kurang benar. Yang benar adalah sebagaimana yang tertulis sebelumnya, bahwa Syekh Bakri dilantik pada tanggal 7 Ramadan 1323 H, menggantikan Syekh Abdulqadir Ar-Rafi’i. Selama menjadi mufti, beliau telah menerbitkan 1180 fatwa tertulis yang tersimpan di Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah.

Profesi Selain Menjadi Mufti

Di sela-sela kehidupan Syekh Bakri sebagai mufti, beliau juga menjabat sejumlah kursi kepemimpinan di berbagai hal, seperti Syekh Riwaq Al-Hanafiyyah (1323 H), Syekh As-Sadah Al-Hanafiyyah (1326 H), anggota Majlis Al-Azhar Al-A’la (1326 H), Kadi Agung Mesir (1327 H), dan Anggota Haiah Kibar Al-‘Ulama (1329 H).

Memaknai Kembali Takdir dan Kematian
Pembahasan seputar takdir seringkali dibatasi pada garis kesuksesan dan kegagalan, surga dan neraka. Sementara Nabi menekankan agar kita beramal.

Akhir Hayat

Setelah melalui kehidupan yang dipenuhi dengan belajar, menjadi guru, kadi, mufti, hingga mengemban berbagai profesi, Syekh Bakri pun tutup usia pada umur 70 tahun. Adapun mengenai kalender wafat beliau, jika melihat dari berbagai sumber, ada tiga perbedaan pendapat mengenai kalender wafat beliau:

-       Hari Ahad, 17 Rabiulawal 1339 H. Ini adalah kalender wafat yang termaktub di papan pintu makam beliau.

-       Bulan Jumadilakhir 1337 H (Maret 1919 M), sebagaimana yang tercantum di Al-Ifta Al-Mishri (jilid 4, halaman 2026), yang kemudian dinukil kembali di buku Jamharah A’lam Al-Muftin dan Haiah Kibar Al-‘Ulama fi Siyar A’lamiha Al-Qudama.

-       Senin, 16 Syawal 1337 H (14 Juli 1919 M), sebagaimana di Jamharah A’lam Al-Azhar Asy-Syarif.

Tiga perbedaan kalender wafat ini pernah penulis sampaikan kepada Dr. ‘Imad Hilal, pengarang Al-‘Ifta Al-Mishri melalui halaman Facebooknya tertanggal 29 Maret 2020. Kemudian, beliau merespon hal tersebut seraya mengatakan bahwa Al-Ifta Al-Mishri jilid 6-7 yang terbit pada tahun 2021 akan membahas kembali kisah hidup Syekh Bakri ‘Asyur beserta kalender wafatnya yang benar.

Di jilid 7 tersebut dikatakan bahwasanya sesuai dengan arsip lama yang ditulis oleh Syekhul-Azhar Muhammad Abu Al-Fadhl Al-Jizawi kepada Ad-Diwan Al-‘Ali As-Sulthani (Perdana Menteri Kerajaan Mesir) mengenai berita kewafatan Syekh Bakri ‘Asyur, tertulis secara jelas di surat tersebut bahwa beliau wafat pada hari Senin, 16 Syawal 1337 H (14 Juli 1919 M). Otomatis, pendapat pertama dan kedua tidak benar. Dr. ‘Imad Hilal pun juga telah meralat pendapatnya di jilid 4 tersebut dengan tulisannya di jilid 7.

Syekh Bakri ‘Asyur kemudian dimakamkan di Qarafah Mujawirin, Kairo, di pemakaman keluarga Ash-Shidfi yang bersampingan dengan pemakaman Sadah Al-‘Afifiyyah, Al-Amir Al-Kabir, dan Syekhul-Azhar Ibrahim Al-Bajuri.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik BIOGRAFI atau tulisan menarik Amirul Mukminin

Keterangan Foto Utama:

*Foto: Kompleks makam Syekh Bakri tampak dari depan. (Istimewa)

Latest