Al-Hamalawi, Figur Alim yang Berjiwa Pendidik dan Penyair

Sosok alim kali ini bernama panjang Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al-Hamalawi Asy-Syafi'i Al-Asy'ari. Nisbat pada namanya merujuk kepada Desa Munyat Hamal, Bilbis, Provinsi Asy-Syarqiyyah, Mesir. Sementara Asy-Syafi'i merujuk pada mazhab fikih. Dan Al-Asy'ari bernisbat pada imam Ahlussunnah wal Jamaah sebagaimana tampak pada risalah beliau dalam ilmu akidah.

Syekh Ahmad Al-Hamalawi lahir pada tahun 1273 H (1856 M). Tumbuh di tengah keluarga terhormat dan dari garis keturunan Sayidina Ali bin Abi Thalib sebagaimana tersurat dalam syair-syair pujian anggitan beliau.

Di bawah asuhan orang tuanya, Al-Hamalawi muda menghabiskan masa kecilnya mengaji ilmu-ilmu dasar baik keagamaan maupun kebahasaan kepada beberapa guru. Pada umur 15 tahun, ia lalu dikirim ke Al-Azhar untuk melanjutkan mengaji kepada para alim ulama terkemuka di masanya.

Urgensitas Ujian Seleksi Masuk Al-Azhar
Hal ihwal seleksi nasional masuk Universitas Al-Azhar yang dipersoalkan beberapa orang.

Darul 'Ulum dan Al-Azhar

Pada awal berdirinya, untuk menjaring mahasiswa, Madrasah Darul 'Ulum membuka seleksi dan memilih siswa-siswa terbaik di Al-Azhar. Al-Hamalawi muda salah satunya. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Al-Azhar, ia melanjutkan studi ke Madrasah Darul 'Ulum yang kelak menjadi sebuah fakultas di Universitas Kairo.

Pada tahun 1306 H (1888 M), Syekh Ahmad Al-Hamalawi meraih lisensi mengajar (ijazah at-tadris) dari Darul 'Ulum. Begitu lulus, ia diangkat menjadi pengajar di sejumlah sekolah dasar di bawah Kementerian Pendidikan Mesir. Namun, tak lama berselang Darul 'Ulum mencari pengajar untuk sejumlah mata kuliah. Setelah melalui tes seleksi, nama Syekh Ahmad Al-Hamalawi berhasil berada di peringkat atas sehingga ia beralih mengajar di perguruan tinggi itu.

Selain dalam dunia pendidikan, Sang Guru tercatat pernah berkarir di bidang hukum. Pada tahun 1897 M ia meninggalkan dunia mengajar di sekolah-sekolah negeri. Kesibukannya beralih. Ia bekerja di pengadilan (al-mahakim asy-syar'iyyah) sebagai pengacara untuk beberapa waktu.

Selama masa bekerja di dunia kehakiman itu pula beliau melanjutkan studinya di Al-Azhar dan berhasil meraih syahadah al-'alimiyyah atau setara doktor di masa sekarang. Dalam biografi yang ditulis muridnya, yakni Prof. Mushthafa As-Saqqa, Sang Guru Al-Hamalawi disebutnya sebagai orang pertama di Darul 'Ulum yang berhasil meraih dua lisensi sekaligus: lisensi mengajar (ijazah at-tadris) dan lisensi tertinggi Al-Azhar (syahadah al-'alimiyyah).

Dengan dua lisensi itu, Syekh Ahmad Al-Hamalawi lantas diangkat oleh Al-Azhar untuk menjadi pengajar sejumlah mata pelajaran seperti tarikh, pidato (khithabah), dan matematika (riyadhiyyat). Kepercayaan ini bertemu dengan sosok yang tepat, seorang lulusan Al-Azhar yang dikenal kuat dengan bekal turats sekaligus pemegang lisensi mengajar dari Darul 'Ulum yang dibekali dengan ilmu-ilmu pendidikan yang terbilang baru di zaman itu.

Madrasah 'Utsman Basya Mahir

Melihat jiwa pendidiknya yang begitu kuat, Al-Azhar kembali memberi kepercayaan kepada beliau untuk menjadi pimpinan direksi (nizharah) Madrasah 'Utsman Basya Mahir. Sebuah sekolah di bawah naungan Al-Azhar yang pendanaannya berasal dari wakaf dua orang bangsawan: 'Utsman Basya Mahir dan Mushthafa Bartu Basya.

Dalam papan memorabilia madrasah yang berada tak jauh dari Masjid Sultan Hasan itu, nama Syekh Ahmad Al-Hamalawi juga terang disebut sebagai direktur atau pengelola wakaf (nizharah). Selain itu terdapat pula nama pewakaf dan syekhul-azhar saat itu, yakni Syekh Abdurrahman Asy-Syirbini. Prasasti ini mempertegas bahwa Syekh Ahmad Al-Hamalawi menahkodai madrasah Al-Azhar pertama yang terbilang modern itu sejak berdirinya, yakni tahun 1320 H (1902 M).

Selain mengepalai madrasah, Syekh Ahmad Al-Hamalawi juga turut mengajar sejumlah mata pelajaran seperti Al-Quran, tajwid, ilmu-ilmu keagamaan lain, kebahasaan, serta beberapa ilmu modern di zaman itu. Pada galibnya, murid-murid lulusan sekolah ini adalah para fakir miskin. Setelah lulus, mereka dapat melanjutkan ke tiga perguruan tinggi Mesir saat itu: Al-Qadha' Asy-Syar'i, Darul 'Ulum, atau Al-Azhar.

Syekh Ahmad Al-Hamalawi menahkodai madrasah ini selama 25 tahun. Masa-masa yang disebut sebagai era kegemilangan Madrasah 'Utsman Basya Mahir. Para talib meneguk dari telaga keilmuan dan belajar di tengah sekolah yang dikelola dengan baik. Semangat keislaman dan kecintaan pada negeri banyak ditanamkan dalam hati setiap talib selain dibekali nasihat dan pengalaman hidup yang cukup dari para guru.

Keteladanan Sang Pendidik

Dalam tulisan salah satu murid yang cemerlang Prof. Mushthafa As-Saqqa, Sang Guru dikenangnya sebagai sosok yang menjalin banyak tali pertemanan. Hal itu yang disebut memperkuat karakter beliau dalam mendidik beragam murid. Para murid begitu mengidolakan sosok beliau, terinspirasi sifat-sifat baik yang dicontohkan, dan juga adab yang dikedepankan.

Alim ulama, budayawan, hakim, dan pengacara menaruh kepercayaan dalam banyak hal kepada Syekh Ahmad Al-Hamalawi. Mereka kerap bersilaturahmi untuk menjalin hubungan baik, bertanya beragam persoalan, atau sekedar berbincang.

As-Saqqa mengenang beliau sebagai guru yang mempunyai tempat tersendiri di hati para murid. Kefasihan, pemaparan, juga cara penyampaian beliau terukir di ingatan para murid. Hal itu bahkan yang disebut-sebut mempermudah para murid mengingat materi pelajaran yang disampaikan. Ingatan seorang murid di tengah mutalaah akan terbantu lantaran terangnya gambaran bagaimana Sang Guru saat menjelaskan sebelumnya.

Alim, Pendidik, dan Penyair nan Salih

Syekh Ahmad Al-Hamalawi dikenal menguasai secara mendalam ilmu-ilmu bahasa Arab. Beliau mempunyai banyak hafalan dan memahami betul apa yang dihafal. Selain itu, keindahan diksi dan cara menuturkan riwayat juga menjadi kekhasan beliau.

Ulama sezaman beliau, seorang muhadis dari Maroko Syekh Muhammad Abdulhay Al-Kattani menuliskan kenangannya bersama beliau dalam kitab Al-Ifadat wa Al-Insyadat:

"Kawan saya seorang yang alim nan gemilang Ahmad bin Muhammad Al-Hamalawi Asy-Syafi'i, Direktur Madrasah Diniyyah 'Utsman Basya dan pengajar ilmu-ilmu eksakta, mendendangkan syair saat kami berada di gerbong kereta api (babur al-barr).

رَكِبْتُ عَلَى البَابُورِ يَوْمًا فَخِلْتُهُ # بِأَجْنِحَةِ الطَّيَرَانِ أَعْظَمَ طَائِرِ
يَشُقُّ عُبَابَ الجَوِّ وَالجَوُّ سَاكِنُ # وَيَطْوِي بِسَاطَ الأَرْضِ طَيّ الدَّفَاتِرِ

(Di suatu hari saya menaiki sepur kemudian saya membayangkan
/ sayap-sayap sekumpulan burung yang terlampau hebat )

(Membelah gelombang awan di langit yang berdiam
/ dan melipat bumi yang menghampar menjadi laksana lipatan buku-buku tulis)
"

Syekh Ahmad Al-Hamalawi kerap bersyair. Kumpulan syair (diwan) beliau banyak berisikan pujian kepada Nabi Muhammad SAW.

Membumikan Tasawuf di Era Digital
Tasawuf hari ini belum merambah sektor dakwah Islam dan masyarakat secara luas. Hal itu karena dakwah Islam masih dikuasai nuansa Fikih-Oriented.

Para Murid Sang Guru

Syekh Ahmad Al-Hamalawi yang mendedikasikan sebagian besar umurnya di dunia pendidikan tentu mempunyai murid yang tak terhitung jumlahnya. Dari yang banyak itu terdapat murid-murid yang gemilang dan menjadi tokoh, misalnya:

· Hasan Ma'mun, seorang syekhul-azhar yang pernah menjabat posisi tertinggi kehakiman Mesir saat itu (Ra'is Al-Mahkamah Asy-Syar'iyyah Al-'Ulya)

· Mushthafa As-Saqqa, seorang guru besar adab, cendekiawan Mesir, dan ahli filologi Arab

· Muhammad Al-Khudhari Bik, ulama pakar fikih dan usul fikih, juga ahli sejarah dan adab

· Amin Al-Khuli, seorang adib kenamaan sekaligus suami 'Aisyah Abdurrahman

Untuk ulama Al-Azhar di zaman ini, sanad tertinggi yang bersambung ke Syekh Ahmad Al-Hamalawi dimiliki oleh guru penulis, yaitu Syekh Ali bin Shalih Al-Azhari, ulama sepuh Al-Azhar yang alim di bidang bahasa Arab dan mempunyai majelis pengajian di Masjid Al-Azhar.

Sebagaimana disebutkan oleh Ridha Ali Arafat yang menerbitkan edisi teks (tahqiq) terbaru dan terlengkap Syadza Al-'Arf fi Fann Ash-Sharf (Dar Ar-Rayyaheen), Syekh Ali Shalih berguru pada Syekh Mahmud Al-Mahdi Al-Azhari (wafat 1960 M) yang berguru langsung kepada Syekh Ahmad Al-Hamalawi, sang muallif.

Warisan Karya

Sebagaimana disebut oleh Az-Zirikli dalam Al-A'lam dan diperkuat oleh Syekh Usamah Al-Azhari dalam Jamharah A'lam Al-Azhar, semua karya tinggalan beliau sudah dicetak. Di antaranya:

1.     Syadza Al-'Arf fi Fann Ash-Sharf
Kitab yang dicetak pertama kali pada 1312 H (1894 M) ini memperoleh izin penerbitan dari Kementerian Dalam Negeri Mesir saat itu berkat surat pengantar dan pengakuan dari Syekhul-Azhar Syamsuddin Muhammad Al-Anbabi. Kitab berisi ilmu sharaf ini mendapat sambutan luas di sekolah-sekolah diniah di wilayah Arab dan seantero dunia Islam. Sebuah kitab sharaf yang disusun apik tanpa menyertakan perbedaan pendapat yang mampu membingungkan talib.

2.     Zahr Ar-Rabi' fi Al-Ma'ani wa Al-Bayan wa Al-Badi'
Kitab ilmu balaghah yang dicetak pertama kali pada tahun 1323 H (1905 M) di Al-Mathba'ah Al-Amiriyyah. Sementara redaksi Prof. Mustafa As-Saqqa yang menyebut bahwa kitab ini diterbitkan pertama kali pada 1327 H (1907 M) adalah murni kesilapan. Penulis mengakses dan membaca langsung cetakan pertama kitab bertahun 1323 H (1905 M) itu di Perpustakan IDEO.

3.     Maurid Ash-Shafa fi Sirat Al-Mushthafa
Kitab berisi sirah Nabi Muhammad SAW yang dicetak pertama kali di Mathba'ah Mushthafa Al-Babi Al-Halabi wa Awladih pada tahun 1358 H (1939 M).

4.     Qawa'id At-Ta'yid fi 'Aqaid At-Tauhid
Kitab kecil (risalah) 41 halaman ini membahas akidah. Untuk pertama kalinya diterbitkan melalui usaha percetakan gaek Mushthafa Al-Halabi pada tahun 1372 H (1953 M).

5.     Diwan Asy-Sya'ir Al-'Alim Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Hamalawi (1856-1932 M)
Judul antologi syair ini jika diterjemahkan menjadi "Diwan Sang Penyair nan Alim Syekh Ahmad bin Muhammad Al-Hamalawi". Beliau kerap bersyair baik di momen publik maupun privat. Buku antologi ini diterbitkan pertama kali di tahun 1376 H (1957 M) atas kerja penyuntingan yang dilaksanakan murid berbaktinya, yakni Mushthafa As-Saqqa.

Akhir Hayat Sang Guru

Hingga beberapa tahun menjelang wafat, Syekh Ahmad Al-Hamalawi tak lepas dari dunia mengajar. Selain mengelola madrasah, beliau juga tercatat pernah diangkat oleh Al-Azhar pada tahun 1331 H (1912/1913 M) untuk menjadi tim penguji imtihan yang saat itu diketuai oleh Syekhul-Azhar Salim Al-Bisyri dan beranggotakan di antaranya Mufti Agung Syekh Muhammad Bakhit Al-Muthi'i.

Tiga tahun sebelum wafat, tepatnya pada tahun 1928 M Syekh Ahmad Al-Hamalawi pensiun dari kesibukan mengajar. Sang Guru meninggalkan kehidupan dunia yang fana ini pada 22 Rabiul Awal 1351 H (26 Juli 1932 M). Beliau dimakamkan di kompleks pemakaman Qarafah Al-Mujawirin, Kairo dan masih bisa kita ziarahi.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik BIOGRAFI atau tulisan menarik Mu'hid Rahman