Skip to content

Di Balik Nama Qashidah Burdah dan Bur'ah

Terdapat satu jenis gubahan syair Arab yang kerap disebut Qashidah. Yang terbilang masyhur dan punya asal-usul menarik adalah Burdah dan Bur'ah.

FOTO: Manuskrip kasidah burdah. (Publik Domain)
FOTO: Manuskrip kasidah burdah. (Publik Domain)

Kita sering mendengar istilah kasidah —tapi mulai paragraf kedua izinkan saya menggunakan transliterasi qashidah. Bagi anak kelahiran 90-an kasidah identik dengan grup musik Nasida Ria. Identik pula dengan anak-anak Langitan. Sebenarnya apa itu kasidah?

Qashidah adalah gubahan syair yang beriramakan (bahar) selain Rajaz. Jika menggunakan Rajaz, syair itu biasa disebut Urjuzah. Misalnya Al-'Imrithi, Alfiyyah, dan sejumlah nazam kenamaan lainnya menggunakan bahar Rajaz. Saking seringnya bahar itu didayagunakan, terlebih dalam bahan ajar, sampai-sampai bahar ini dijuluki Himar Asy-Syu'ara alias Keledainya Para Penyair. Bahar Rajaz sering digunakan karena mudah untuk dihafalkan.

Burdah di Masa Nabi

Madah-madah untuk Kanjeng Nabi (madaih nabawiyyah) dari generasi awal yang abadi hingga era kiwari dan paling mencolok adalah Qashidah Banat Su'ad gubahan Sahabat nan Agung Ka'ab putra Zuhair bin Abi Sulma, pemilik Syair Mu'allaqat itu.

Sebelum masuk Islam, Ka'ab adalah salah satu penyair ulung yang menyerang Rasulullah SAW dengan syair-syairnya yang tajam. Saat penaklukan Makkah, orang-orang lari lintang pukang, termasuk Ka'ab dan Bujair, saudaranya. Di suatu momen, Bujair berinisiatif ke Madinah untuk mencari tahu lebih detil sosok Muhammad. Saat bertemu dengan yang dicari, hatinya malah tak punya pilihan kecuali iman pada Muhammad Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.

Keutamaan Menyambut Maulid dengan Gembira
Umat Islam dianjurkan bersenang hati menyongsong bulan maulid. Alim ulama dalam sejumlah kitab klasik menjabarkan keutamaannya.

Kabar Bujair yang masuk Islam akhirnya sampai pada telinga Ka'ab. Ka'ab berang luar biasa sehingga ia menulis kintaka untuk saudaranya. Ia tulis lima bait syair yang berisi nasihat kepada adiknya dan pesan merendahkan ajaran Islam. Ketika surat itu sampai kepada Bujair dan dibocorkan ke Rasulullah, Baginda SAW memerintahkan untuk memburu Ka'ab. Ia amat ketakutan. Tak ada tempat berlindung. Juga tak ada yang berminat melindunginya.

Sebagaimana saran Bujair, Ka'ab datang ke Madinah menemui Rasulullah. Di sana ia bertemu Sayidina Ali bin Abi Thalib. Ia minta petunjuk untuk bertemu Rasulullah. Rasulullah tak mengenali wajah Ka'ab, tapi Ka'ab mengenali karakter Rasulullah dari orang-orang. Ketika ia amat dekat dan memegang tangan Rasulullah, ia berkata "Ka'ab telah datang kepadamu untuk bertaubat. Apakah Engkau terima?"
"Tentu," kata Rasulullah.
"Akulah Ka'ab!", sahutnya.

Salah seorang Anshar beringsut dari tempatnya dan melompat sambil berkata "Biar aku tebas leber orang ini,". Rasulullah melarang dan menenangkan. Setelah tenang, mulut Ka'ab membacakan qashidah yang dimulai dengan "Banat Su'adu faqalbil yauma matbulu...", dan Rasulullah mendengarnya. Syair itu terus dibacakan hingga nyaris enam puluh bait.

Saat pembacaan sampai di bait ke-51 yang berbunyi "innar rasula lanuurun [dalam riwayat lain lasaifun] yustadha'u bihi...", Rasulullah mengambil burdahnya, lalu memberikannya kepada Ka'ab bin Zuhair. Ia menerimanya sambil masih terus melanjutkan qashidah itu hingga selesai.

Dari peristiwa inilah Qashidah Banat Su'ad anggitan Ka'ab dijuluki dengan Burdah. Sebab selendang (Burdah) Rasulullah menjadi milik Ka'ab ketika ia membacakan qashidah itu.

Perangkat Ilmu Bahasa Arab yang Wajib Dikuasai Dai
Apa jadinya jika seorang dai tidak menguasai bahasa Arab dan perangkatnya?

Bait-bait berisi madah ini kemudian mendapat perhatian dari para penyair dan ulama sepanjang masa. Ada banyak ulasan dan syarah atas qashidah itu. Imam Ibnu Hisyam Al-Anshari, Syekhul-Azhar Ibrahim Al-Bajuri, At-Tibrizi, dan ulama lain punya syarah atasnya.

Kelak, sebagaimana dikutip oleh Syekhul-Azhar Ibrahim Al-Bajuri dalam Al-Is'ad dari Ibnu Al-Anbari, burdah atau selendang Ka'ab bin Zuhair itu hendak dibeli oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dengan harga fantastis yaitu 10.000 dirham. Tapi, ia menolak keras, "Aku tak akan memberikan burdah Rasulullah ini pada siapapun!"

Namun usai Ka'ab meninggal, Muawiyah mengutus orang untuk membelinya dengan harga 20.000 dirham. Oleh keluarganya dilepaslah burdah pemberian Rasulullah itu. Kemudian, burdah itu menjadi pakaian kebesaran para sultan turun temurun. Ia lenyap ketika penaklukan Tartar atas Abbasiyyah, sebagaimana dikonfirmasi oleh sejarawan Asy-Syami penulis As-Sirah Asy-Syamiyah.

Qashidah dengan awalan yang sama, yakni Banat Su'ad berjumlah ratusan sebagaimana telah dihafalkan oleh Bundar Al-Ashfahani. Tapi, yang dikenang dan abadi adalah Banat Su'ad anggitan Sahabat nan Agung Ka'ab bin Zuhair bin Abi Sulma.

Burdah atau Bur'ah?

Seiring berjalannya waktu, setiap syair bernuansa puji-pujian atas Rasulullah disebut dengan Burdah. Dan belakangan, kita tak menyebut Burdah melainkan yang terpikirkan adalah Qashidah Imam Al-Bushiri. Bahkan kamus Al-Mu'jam Al-Wasith keluaran Majma' Al-Lughah Al-'Arabiyyah Kairo mencantumkan sejumlah arti Burdah dan salah satunya berarti Qashidah Imam Al-Bushiri.

Memorabilia 20 Tahun Naguib Mahfouz dalam Koran Al-Azhar
Koran Al-Azhar menayangkan memorabilia sebuah wawancara bersama Naguib Mahfouz. Sastrawan Mesir itu bercerita beberapa hal kepada Sout Al-Azhar.

Ibnu Al-Anbari mengatakan bahwa yang tepat disebut Burdah adalah Qashidah Banat Su'ad anggitan Ka'ab bin Zuhair. Sebab setelah menumpahkan syair pujian yang awalnya dimulai dengan "Banat Su'adu Faqalbil Yauma Matbulu..." itu, Rasulullah memberinya hadiah berupa selendang panjang bergaris di bagian pinggirnya yang dalam bahasa Arab disebut Burdah. Sedangkan Qashidah Imam Al-Bushiri yang masyhur dikenal dengan Burdah itu lebih tepat disebut Bur'ah yang berarti kesembuhan. Sebab tubuh Imam Al-Bushiri pernah terserang lumpuh sebagian hingga para dokter sudah angkat tangan. Saat menuliskan bait puji-pujian yang dimulai dengan "A min tadzakkuri Jiranin Bi Dzi Salamin..." itu beliau bermimpi didatangi Rasulullah SAW. Di dalam mimpi itu Kanjeng Nabi mengusap tubuhnya dan seketika ia sembuh dari sakit parahnya.

Secara asbab al-wurud (sebab kejadian), Qashidah Ka'ab adalah Burdah (selendang panjang yang pinggirnya bergaris) dan Qashidah Imam Al-Bushiri adalah Bur'ah (kesembuhan). Mengetahui dua poin itu tentu penting supaya kita tahu asbab al-wurud masing-masing. Tapi, secara tradisi di mana setiap puji-pujian atas Rasulullah SAW bisa disebut Burdah, maka absah pula jika kemudian kita menyebut Bur'ah anggitan Imam Al-Bushiri sebagai Burdah.


Baca juga artikel lain di rubrik BUDAYA atau tulisan menarik Alfan Khumaidi

Latest