Skip to content

Di Balik Pencapaian Greysia Polii dan Apriyani

Selain euforia yang beragam rupa, kemenangan Greysia Polii dan Apriyani menyimpan nilai-nilai untuk meraih kesuksesan.

Foto: Greysia Polii dan Apriyani berselebrasi. (Adityadandito)
Foto: Greysia Polii dan Apriyani berselebrasi. (Adityadandito)

Masyarakat Indonesia dilanda kebahagiaan dan keharuan usai pasangan Greysia Polii—Apriyani Rahayu berhasil menyabet emas di Olimpiade Tokyo 2020. Bagaimana tidak, di tengah suasana pandemi yang tak kunjung usai, di kala kegelisahan memuncak usai kabar kematian di sekitaran kian meningkat dan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) diperpanjang, masih ada kabar baik nan membahagiakan dari dunia badminton kita. Tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang membuat pengakuan kalau mereka terharu bahagia dan menangis saat menonton perjuangan ganda wanita kita dalam upayanya merebut medali emas.

Lini masa beragam platform media sosial kita pun mendadak penuh dengan ucapan selamat atau tahniah dari masyarakat Indonesia. Mulai dari presiden, menteri, pejabat, politisi, hingga masyarakat biasa pun seperti berlomba membuat status atau postingan tentang kemenangan pasangan ganda wanita bulutangkis Indonesia tersebut. Namun dari kebahagian itu ada ulah segelintir oknum pejabat serta petinggi partai yang mempolitisir dan menunggangi kemenangan ganda wanita tersebut sebagai ajang narsis dan “kampanye” terselubung popularitas atau program mereka. Sungguh ironi yang menyesakkan dada di tengah berita gembira yang menjadi penaik imunitas dan pelipur lara atas pandemi yang tak kunjung usai ini.

Dari euforia pencapaian emas ganda wanita yang sekaligus juga torehan bersejarah bagi Indonesia, tunggal putra melalui Anthonny Sinisuka Ginting pun berhasil mendapatkan medali perungu setelah 17 tahun lamanya tunggal putra absen mendapatkan medali. Sungguh suatu pencapaian anak-anak bangsa yang memang patut diberikan apresiasi dari kita semua. Apalagi setelah kita melihat sendiri upaya dan pengorbanan para atlet kita agar bisa mempersembahkan medali. Sangat layak kiranya jika sekarang ini lantas sangat banyak pihak-pihak yang ingin memberikan apresiasi dan aneka ragam bonus kepada atlet-atlet yang telah berprestasi.

Membantah Klaim Islam Agama Pedang
Suara-suara sumbang tentang Islam kerap menyebutnya agama pedang. Lalu, bagaimana sebenarnya makna Futuhat?

Di Balik Pencapaian

Jika kita mau mencermati para atlet kita yang berprestasi itu, hampir semuanya telah melalui proses dan perjalan yang panjang untuk menjadi juara. Tidak ada yang instan dan tidak ada proses yang mudah untuk menjadi jawara. Semua jawara melalui lika-likunya perjalanan dan perjuangan dalam berlatih. Simak saja kisah-kisah bagaimana Greysia Polii bisa di titik sekarang itu. Dia juga sudah mengalami jatuh bangun dan berdarah-darah dalam berproses. Bahkan Greysia sempat hampir pensiun pada 2017 tatkala pasangan mainnya, Nitya Krishinda Maheswari mengalami cedera parah. Mentalnya juga sempat jatuh dan terpuruk usai didiskualifikasi di olimpiade London 2012 saat dinilai sengaja mengalah.

Sebagaimana kemudian disampaikan Greysia, olimpiade London 2012 telah mengajarkan padanya untuk jangan menyerah dalam mengejar mimpi. Dan pada akhirnya, peristiwa di London dan momen kehilangan partner itu memang memicunya untuk lebih bersungguh-sungguh lagi berlatih setiap harinya. Apalagi setelah Greysia bertemu Apriyani dan diyakinkan untuk mau menjadi pasangan main demi mengejar juara di setiap perlombaan yang diikuti. Terlebih memang spirit serta semangat juang Greysia dikenal sangat tinggi sejak saat masih berlatih di daerah, bahkan hingga sekarang ini. Syahdan, sudah menjadi kebiasaan Greysia saat berlatih itu datangnya paling awal, pulangnya ia paling akhir. Bahkan Greysia kerap menambah porsi latihan sendiri di luar menu latihan yang wajib ia jalani dari klub badmintonnya.

Senada dengan Greysia Polii, Apriyani juga dikenal pemain badminton yang ulet, militan, dan spartan. Ia ketika datang pertama kali ke pelatih Eng Hian di tahun 2017 hanya membawa uang Rp 200.000, raket, dan lantas “pasrah bongkokan” mengatakan siap diberi menu latihan apapun dari sang pelatih. Spirit siap berlatih model apapun, mental baja, dan perjuangan yang sangat keras dari Apriyani lantas mulai membuahkan hasil juara di Thailand Open, Sea Games, Asian Games, hingga akhirnya kini bisa menggapai emas olimpiade Tokyo 2020.

Ketika Hasrat Berbicara Melampaui Kepakaran
Betapa Islam begitu menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan segala konsekuensi yang mengikutinya: kepakaran.

Sedikit menelisik jalan Apriyani sebelum meraih medali emas olimpiade, bisa dikatakan jalanan yang harus dilaluinya sangat terjal. Namun, faktor keterbatasan ekonomi dan keterbatasan sarana latihan sama sekali tidak memudarkan spirit berlatih Apriyani kala itu. Barangkali karena Apriyani meyakini kaidah umum yang sangat populer; usaha tidak akan mengkhianati hasil. Atau dalam Islam, kita telah mengenal kaidah al-ajru bi qadri at-ta’ab, bahwa hasil yang kita peroleh akan sesuai usaha kita. Barangkali ini senada pula dengan sebuah ayat dalam Al-Quran di surat Ar-Ra’d ayat 11 yang menggambarkan bahwa seseorang yang menginginkan sebuah perubahan ataupun prestasi harus berani melakukan langkah konkret perubahan. “Innallaha la yughayyiru ma biqaumin hatta yughayyiru ma bianfusihim; Sesunguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Spirit perubahan inilah yang agaknya kemudian menggerakkan Apriyani merantau ke ibukota untuk berusaha menembus pelatnas dan meminta diajari pelatih Eng Hian.

Wabakdu, dari gegap gempita kemenangan Greysia Polii dan Apriyani kita bisa belajar bahwa untuk mencapai sebuah kesuksesan mutlak membutuhkan usaha keras dan ketelatenan. Agar bisa dihargai, disanjung serta dianggap kebanggaan bagi orang banyak itu tidak bisa dengan jalan pintas dan instan. Semua itu membutuhkan mentalitas yang tangguh, latihan, dan usaha yang sangat keras selama bertahun-tahun sampai targetnya tercapai. Dari suguhan pertandingan final badminton ganda wanita olimpiade Tokyo kita juga belajar ihwal mentalitas dan sportivitas dalam mencapai sesuatu pun mutlak diperlukan. Pun cara kita dalam mengucapkan tahniah dan mengapresiasi juga harus dengan mengedepankan etika. Tersebab masyarakat kita kini sudah cerdas dan tahu, mana yang ucapan tahniahnya sekedar pencitraan, ndompleng popularitas atau mana yang sekadar “ngiklan” gratis di momen kemenangan Greysia Polii dan Apriyani.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik OPINI atau tulisan menarik Ahmad Muhakam Zein

Latest