Skip to content

Embrio Ilmu Balaghah dan Faedah Mempelajarinya

Banyak bidang ilmu tak muncul begitu saja. Termasuk ilmu balaghah yang merupakan buah pikir ulama dalam memahami mukjizat yang dikandung Al-Quran

FOTO: Ilustrasi ilmu balaghah atau ilmu bahasa Arab. (Ahmed Aldaie/Unsplash)
FOTO: Ilustrasi ilmu balaghah atau ilmu bahasa Arab. (Ahmed Aldaie/Unsplash)

Ilmu paramasastra (balaghah) menjadi diskursus ilmu yang netral dalam naungan ilmu kebahasaan pada abad ke-5 H. Syekh Abdulqahir Al-Jurjani telah mengodifikasikannya dalam dua karyanya Dalail Al-I'jaz dan Asrar Al-Balaghah.

Dalam kitab Dalail Al-I'jaz, Abdulqahir meneliti dan menjelaskan secara serius permasalahan ilmu ma'ani. Sedangkan dalam kitab Asrar Al-Balaghah, ia mendedah secara matang dan terperinci mengenai permasalahan ilmu bayan.

Tentu, kita meyakini bahwa hampir semua ilmu tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba. Ia berkembang dari embrio yang mengantarkannya pada sebuah diskursus ilmu yang matang. Sebelum ilmu paramastra (balaghah) itu sendiri menjadi sebuah diskursus ilmu untuk mendedah keindahan dan membuka makna-makna rahasia dalam Al-Quran dan hadis, ilmu ini masih berupa konsep teori yang belum sempurna dan sebatas wacana-wacana para ulama. Selanjutnya, kesadaran wacana itu dikembangankan dan dikonsepkan secara serius oleh Abdulqahir dengan cara mempelajari secara komprehensif catatan karya para ulama sebelumnya.

Mari Merdeka(kan)!
Sebuah catatan reflektif di perayaan hari kemerdekaan Indonesia yang ke-76.

Dalam hal ini, Syekh Abdulqahir Al-Jurjani menggunakan beberapa sumber primer yang menjadi rujukannya dalam membentuk dan mengonsep catatan-catatan para ulama sebelumnya. Kesungguhan dan keikhlasannya dalam meneliti warisan ulama sebelumnya itulah yang justru melahirkan term ilmu balaghah yang kita pelajari hari ini.

Adapun sumber primer yang digunakan Syekh Abdulqahir Al-Jurjani di antaranya:

Pertama, syair-syair klasik. Ia mempelajari dan menganalisa sisi keindahan serta menimbang baik-buruknya (kritik) bentuk syair secara komprehensif dan matang. Syekh Abdulqahir Al-Jurjani juga mempelajari natsar (prosa) baik yang berbentuk rasa'il (surat menyurat) bangsa Arab ataupun teks-teks khotbah dari para khatib di setiap zaman.

Kitab yang menjadi rujukan Syekh Abdulqahir Al-Jurjani dalam hal ini yaitu kitab yang merekam syair-syair dan prosa di masa Jahiliyyah hingga masa Dinasti Abbasiah.  Salah satunya karangan Al-Jahidz (wafat 255 H) yang berjudul Al-Bayan wa At-Tabyin. Sedangkan untuk rujukan tentang kaidah-kaidah syair, ia gunakan kitab Qawa'id Asy-Syi'ri, anggitan Syekh Abu Al-'Abbas bin Yahya Ats-Tsa'labi (200-291 H).

Untuk meninjau gubahan syair ataupun prosa Arab dari sisi ilmu bayan dan badi'-nya, Syekh Abdulqahir Al-Jurjani merujuk kepada kitab Al-Badi' yang ditulis oleh Ibnu Mu'taz (w. 296 H). Ia juga menggunakan buah pikir Abu Hilal Al-'Askari (w. 395 H) dalam kitabnya Ash-Shina'atain, juga Ibnu Sinan (w. 466 H) dalam kitabnya Sirr Al-Fashahat, dan Ibnu Rasyiq dalam kitabnya Al-'Umdah (W. 456. H).

Adapun pengaplikasian syair, yakni untuk mengetahui perbedaan dan menimbang antara syair yang satu dengan syair yang lainnya, Syekh Abdulqahir mengacu kitab anggitan Al-Amidi (w. 370 H) yang berjudul Al-Muwazanah dan kitab anggitan Ali bin Abdulaziz Al-Jurjani (w. 392 H) dalam kitabnya Al-Wasathah.

Kedua, kitab-kitab linguistik Arab. Secara teori kitab jenis ini diawali oleh Imam Sibawaih (w. 180 H) dengan kitabnya yang berjudul Al-Kitab. Adapun secara pengaplikasian bahasa Syekh Abdulqahir Al-Jurjani menggunakan karya Abu 'Ubaidah (w. 209 H) kitab Majaz Al-Quran, Al-Farra (w. 207 H) dengan Ma'ani Al-Quran, Al-Mubarrid (w. 286 H) dengan Al-Kamil, dan Ibnu Jinni (w. 392 H) dengan kitabnya Al-Khashaish yang menggambarkan hubungan antara bahasa dan balaghah dengan baik.

Ketiga, karangan ulama yang secara intens dan serius membahas I'jaz Al-Quran. Dalam hal ini, Syekh Abdulqahir Al-Jurjani mengambil sejumlah kitab babon. Di antaranya kitab yang ditulis oleh Ar-Rummani (w. 384 H) yang berjudul Risalat An-Nukat, juga kitab Al-Bayan fi I'jaz Al-Quran yang ditulis oleh Al-Khaththabi (w. 388 H), serta Al-Baqillani ( w. 403 H) dengan kitabnya I'jaz Al-Quran.

Hunian Para Talib Tunanetra di Masjid Al-Azhar
Dulu, Al-Azhar mempunyai sebuah hunian khusus untuk para talib tunanetra. Para pencari ilmu yang berkebutuhan khusus itu tercatat dalam sejarah.

Buah Ilmu Balaghah

Jika sudah demikian kompleks peta kepustakaan Syekh Abdulqahir Al-Jurjani, sebenarnya apa guna dan buahnya mempelajari ilmu balaghah? Kitab apa saja bagi para pemula untuk memulai mempelajari dan memahami ilmu ini?

Sebelum menuliskan beberapa kitab untuk lebih mendalami balaghah, sebaiknya kita kenal lebih dahulu manfaat mempelajari ilmu yang terbagi menjadi tiga bagian pembahasan ini, yakni pembahasan mengenai ma'ani, bayan dan, badi'. Ketiganya pilar yang menguatkan ilmu balaghah.

Salah satu manfaat mempelajari ilmu ma'ani yaitu mengetahui kaidah-kaidah ilmu ini sehingga ketika seseorang dituntut berbicara, ia mampu menyesuaikan perkataannya dengan tuntutan keadaan manusia. Misalnya, harus bagaimana berbicara kepada orang yang mengingkari perkataan kita, dan bagaimana kita berbicara kepada orang yang meyakini perkataan kita. Kaidah-kaidah ilmu ma'ani ini mengarahkan pembicaraan kita sesuai tempat dan keadaannya. Tentunya, mempelajari ilmu ma'ani berfaedah untuk bisa mengetahui sisi mukjizat (i'jaz) dalam Al-Quran bahwa tiada yang mampu menandingi keindahan susunannya.

Dengan ilmu bayan kita akan mengetahui rahasia-rahasia dan analisa kuat dari perkataan umat manusia, mengetahui karakter bentuk syairnya para penyair ataupun prosa dari para sastrawan, serta keindahan makna yang terkandung di balik tulisan mereka. Untuk selanjutnya, kita mampu mengetahui bentuk-bentuk gambaran penjelasan (bayan) Al-Quran dan mampu menafsiri makna secara sedekat mungkin dengan yang diinginkan oleh Al-Quran sampai kita akhirnya meyakini mukjizat yang dikandungnya.

Adapun faedah mempelajari ilmu badi' di antaranya mampu mengetahui dan memperbaiki perkataan, memilih dan memilah kata yang bukan hanya pas melainkan juga indah untuk diutarakan oleh para pembicara atau ditulis oleh para sastrawan.

As-Subki, Sepanjang Hidup untuk Ilmu dan Al-Azhar
Riwayat hidup ulama bernama Abdullathif As-Subki. Sosok yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk ilmu dan Al-Azhar.

Di Indonesia para kiai kita mengajarkan kitab balaghah kepada santri-santrinya untuk tataran pemula menggunakan kitab As-Samarqandiyyah fi 'Ilmu Al-Bayan dan Al-Jauhar Al-Maknun. Kitab yang terakhir ditulis oleh Syekh Abdurrahman Al-Akhdhari untuk mempermudah para santri dalam menghafalkan istilah-istilah dan kaidah balaghah.

Ada juga kitab-kitab alternatif lain seperti Jawahir Al-Balaghah anggitan Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Durus Al-Balaghah karya Syekh Hifni Nasif dkk. yang disyarahi oleh Syekh Yasin Al-Fadani dengan judul Husnu Ash-Shiyaghah, ulama berdarah Indonesia yang menetap di Makkah.


Baca juga artikel lain di rubrik BUDAYA atau tulisan menarik Irfan Rifqi Fauzi

Latest