Skip to content

Gelora Pembaruan Syekh Hasan Al-'Aththar

Kedatangan Prancis ke Mesir bukan hanya membawa prajurit, melainkan juga peneliti. Alim Al-Azhar sang pembaru ini pun berinteraksi dengan mereka.

FOTO Masjid Al-Azhar di Kairo tampak dari atas. (Reddit)
FOTO Masjid Al-Azhar di Kairo tampak dari atas. (Reddit)

Perang Dunia I dan II yang terjadi di awal dan pertengahan abad 20 M mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan tatanan dunia. Sebenarnya perubahan ini mulai muncul semenjak meletusnya Revolusi Industri di daratan Eropa pada pertengahan abad 18 M kemudian disusul oleh Amerika. Pasca meletusnya Revolusi Industri, banyak perubahan interaksi sosial terjadi. Mesin dan alat-alat produksi baru juga ikut bermunculan sehingga ikut merebak pula produk baru yang sebelumnya tidak ada.

Pada tahun 1798 M, tentara Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte berhasil memasuki Mesir. Di samping membawa pasukan, Napoleon juga membawa banyak ilmuan guna mengadakan penelitian. Mereka juga membawa banyak peralatan dan alat-alat baru yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian. Pada akhirnya, para ilmuan ini berhasil membangun sebuah laboratorium dengan peralatan lengkap untuk keperluan penelitian mereka.

Kala itu, institusi pendidikan paling terkemuka yang ada di Mesir adalah Al-Azhar. Al-Azhar waktu itu dipimpin oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi yang menjabat sebagai Syekhul-Azhar. Oleh karena itu, beliau dan sejumlah pemuka ulama lainlah yang berperan sebagai penengah antara Napoleon dan masyarakat Mesir. Hal ini tersebab para pemimpin dan tentara yang seharusnya menjadi benteng pertahanan malah lari tunggang langgang setelah Prancis berhasil masuk.

Umat Islam dan Identitas yang Terjajah
Kemunduran umat Islam bukan hanya sebab kolonialisme, melainkan juga sebab dari dalam diri umat sendiri: kejumudan berpikir dan krisis perjuangan.

Pasca sampainya Napoleon dan pasukan ke Kairo, sebagian pelajar Al-Azhar menyingkir dari Kairo, salah satu di antaranya adalah Ibrahim Al-Bajuri muda. Sebagian ulama Al-Azhar juga ada yang menyingkir keluar dari Kairo. Bahkan Syekh Hasan Al-'Aththar menyingkir jauh sampai ke Usyuth, sebuah kota di selatan Mesir.

Syekh Hasan Al-'Aththar waktu itu berumur sekitar 32 tahun. Sewaktu belajar, beliau dikenal sebagai seorang yang gigih. Bukan hanya gigih, rasa penasaran terhadap sesuatu yang langka dan baru juga turut membangun kesempurnaan intelektualnya sehingga di umur itu, Syekh Hasan Al-'Aththar sudah diangkat menjadi pengajar di Al-Azhar. Namun sayang, belum lama mengajar, Napoleon menduduki Mesir.

Meski awalnya mengungsi, pada akhirnya Syekh Al-'Aththar kembali juga ke Kairo. Di Kairo, beliau banyak berinteraksi dengan para ilmuan Prancis. Bukan hanya berinteraksi, Syekh Hasan Al-'Aththar dan para ilmuan juga saling bertukar pengalaman intelektual. Beliau bahkan bisa langsung menyaksikan praktik-praktik penelitian para ilmuan tersebut di laboratorium mereka.

Kegiatan yang ada di dalam laboratorium merupakan gambaran dari kemajuan Eropa pasca Revolusi Industri. Meski tidak terlalu kaget dengan capaian mereka, Syekh Hasan Al-'Aththar mengakui kalau umat Islam telah kalah satu langkah dari mereka. Beliau sangat memahami dasar-dasar ilmu yang digunakan untuk praktik di dalam laboratorium. Namun, beliau juga menyadari kalau hal tersebut belum dilakukan oleh umat Islam.

Rentetan peristiwa di atas semakin menguatkan kobaran penasaran Syekh Hasan Al-'Aththar. Beliau menjadi semakin giat membaca buku-buku Eropa yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab maupun bahasa Turki. Bukan hanya membaca, beliau pada akhirnya juga mengembara ke Negeri Syam dan Turki untuk mematangkan intelektualnya. Setelah 10 tahun lamanya berkelana, akhirnya, beliau kembali ke Kairo untuk menggelorakan pembaruan.

Solusi Maraknya Kasus Pemerkosaan di Pesantren
Kasus pencabulan dan rudapaksa banyak terjadi belakangan. Mirisnya aksi itu dilakukan oknum pengajar agama. Kontrol sosial ialah jalan keluarnya.

Sebelum melakukan pembaruan, Syekh Hasan Al-'Aththar mengamati betul titik lemah yang ada di masyarakat. Setelah itu, beliau mencoba untuk mencarikan solusi dalam memperbaiki titik lemah tersebut. Terakhir, beliau menyosialisasikan pembaruan tersebut lewat berbagai halakah dan media. Kebetulan, beliau diberi tugas oleh penguasa Mesir untuk menjadi editor Al-Waqai' Al-Mishriyyah, surat kabar pertama di Mesir dan dunia Arab secara umum.

Pembaruan Syekh Hasan Al-'Aththar tercermin dalam tiga aspek, yakni perbaikan pendidikan, perbaikan bahasa dan sastra, serta dalam bidang politik. Perbaikan dalam pendidikan dan bahasa diterapkan di Al-Azhar. Sebab, Al-Azhar-lah satu-satunya institusi yang bisa diharapkan untuk bisa membawa perubahan.

Dalam bidang pendidikan, Syekh Hasan Al-'Aththar menyerukan untuk mempelajari ilmu dari sumber primernya. Sebab, bahan ajar di Al-Azhar saat itu berpijak pada kitab-kitab syarah dan hasyiyah. Sangat jarang sekali atau bahkan bisa dikatakan tidak ada ulama Al-Azhar yang mengajar kitab primer dalam bidang ilmu tertentu.

Di samping menggelorakan kembali ke kitab induk, Syekh Hasan Al-'Aththar juga mengajak untuk mempelajari ilmu-ilmu yang telah lama ditinggalkan oleh umat Islam. Sebab, beliau sangat memahami tuntutan zaman. Sudah saatnya ilmu-ilmu eksakta yang dulu sempat menjadi kebanggaan umat Islam di masa kejayaan dipelajari kembali. Di samping itu, ilmu-ilmu yang berhasil dikembangkan di Eropa juga harus dipelajari. Hal itu dimaksudkan untuk mengejar ketertinggalan yang terjadi.

Oleh sebab itu, wajar jika pada saat Muhammad Ali Pasha mengirimkan duta pelajar ke Prancis, Syekh Hasan Al-'Aththar mengusulkan agar muridnya, yakni Rifa'ah Rafi' Ath-Thahthawi dijadikan sebagai imam untuk pelajar lain. Tujuannya agar Rifa'ah mengamati dari dekat segala aktivitas dan kemajuan yang terjadi di Prancis. Pada akhirnya, muncullah kitab yang berjudul Takhlish Al-Ibriz fi Talkhish Baris. Kitab ini berisi catatan perjalanan dan segala hal yang ditemui oleh Rifa'ah di Prancis.

Takarir

Kumpulan ulasan buku dan kitab menarik dapat teman-teman baca

di sini

Di samping mengajak untuk kembali mempelajari kitab-kitab induk dan mempelajari ilmu-ilmu eksak, Syekh Hasan Al-'Aththar juga menawarkan cara pengajaran dengan sistem Muhadharah. Sistem ini benar-benar dipraktikkan oleh Rifa'ah Ath-Thahthawi dalam mengajar hadits di Al-Azhar. Ia mengajarkan hadits tanpa terpaku dengan satu kitab tertentu. Tentu hal ini dilakukan atas arahan gurunya.

Dalam masalah bahasa, Syekh Hasan Al-'Aththar mengajak untuk kembali menggunakan bahasa yang mudah dipahami dalam menulis sebuah kitab. Sedang dalam masalah sastra, beliau mengajak untuk menggunakan bahasa-bahasa yang bernilai sastra tinggi. Pasalnya, ulama-ulama terdahulu, di samping memahami masalah hukum, mereka juga menggunakan bahasa yang bernilai sastra dalam menyampaikannya. Mereka juga memahami betul kondisi yang tengah dihadapi umat dan mengamati betul perkembangan umat lain sehingga ketika umat lain mencapai suatu titik tertentu dalam kemajuan, umat Islam tidak terhentak melihatnya.

Untuk merealisasikan pembaruan dalam bahasa dan sastra, Syekh Hasan Al-'Aththar menerapkan gagasan ini lewat karya-karyanya. Jika berbicara ilmu, beliau menggunakan bahasa yang mudah. Namun jika sudah menulis syi'r (syair) atau natsar (prosa), beliau akan memenuhi tulisannya dengan diksi-diksi yang bernilai sastra tinggi. Di samping mempraktikkannya, beliau juga menyuruh muridnya, yakni Syekh Muhammad 'Ayyad Ath-Thanthawi untuk mengajar kitab Maqamat Al-Hariri di Masjid Al-Azhar.

Perangkat Ilmu Bahasa Arab yang Wajib Dikuasai Dai
Apa jadinya jika seorang dai tidak menguasai bahasa Arab dan perangkatnya?

Dalam bidang politik, Syekh Hasan Al-'Aththar dikenal sangat lihai. Pasalnya, orang yang tidak memahami betul dengan karakter beliau akan menyangka bahwa beliau merupakan ulama pemerintah. Namun, sejatinya beliau bisa akrab dengan pemerintah saat itu bukan karena beliau sangat mudah menuruti kemauan mereka, melainkan karena kepandaian beliau dalam berinteraksi dengan pemerintah. Hal ini membuat banyak gagasan-gagasan yang beliau usung bisa diterima dengan baik oleh pemerintah.

Pembaruan-pembaruan yang dilakukan oleh Syekh Hasan Al-'Aththar merupakan langkah awal pembaruan di Al-Azhar. Beliau mampu menjadi pelita yang menerangi langkah para generasi penerus sehingga pada puncaknya, Al-Azhar berhasil mencapai tahapan di mana seluruh ilmu dipelajari di dalamnya.

💡
Baca juga artikel lain di rubrik BUDAYA atau tulisan menarik Munawar Ahmad Sodikin

Keterangan Foto Utama:

Foto Masjid Al-Azhar pasca renovasi terbaru, diambil dari menara kampus. (Reddit)

Latest