Ihwal Menyambut Kepulangan Jamaah Haji

Jamaah haji asal Indonesia mulai berdatangan pulang dari Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah. Jika mengacu Rencana Perjalanan Haji (RPH) Tahun 1444 H/2023 M, maka terhitung sejak 4 Juli 2023, jamaah haji gelombang pertama memang sudah bertolak dari Makkah melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah untuk pulang menuju Tanah Air tercinta Indonesia.

Untuk menyambut Tamu Allah yang mulai berdatangan itu, masyarakat Indonesia punya beberapa tradisi yang khas dan barangkali menarik untuk kita kaji dari sisi kesesuaiannya dengan syariat Islam. Salah satu tradisi yang terbiasa dilakukan umat Islam Indonesia saat menyambut jamaah haji yang baru pulang adalah mengadakan syukuran penyambutan dengan mengundang sanak saudara, handai tolan dan sejumlah tetangga. Dalam acara tasyakuran itu, tuan rumah akan menyuguhkan aneka hidangan untuk disantap bersama dan juga menyiapkan sekadar cendera mata khas dari Tanah Suci. Mulai dari air Zamzam, kurma, tasbih, kopiah, jubbah, sajadah atau oleh-oleh khas haji lainnya. Selain urusan oleh-oleh, tradisi yang terlaku di masyarakat Indonesia dalam menyambut orang-orang yang baru pulang berhaji adalah meminta doa-doa khusus.

Nah, apakah tradisi-tradisi yang demikian tersebut bisa dibenarkan dalam Islam atau minimal sudah ada di zaman Rasulullah SAW dan lantas beliau restui? Melalui tulisan sederhana ini, mari kita simak uraian jawabannya berikut beberapa referensinya.

Dalam Islam, sebagaimana termaktub dalam kitab An-Nawawi Al-Idhah fi Manasikil Hajj, halaman 247, ternyata kita tatkala menyambuti dan menyalami orang-orang yang baru saja pulang dari beribadah haji, justru dianjurkan (saat) menyalami mereka yang baru pulang dari Tanah Suci itu untuk mendoakannya.

يُسْتَحَبُّ لِمَنْ يُسَلِّمُ عَلَى الْقَادِمِ مِنَ الْحَجِّ أَنْ يَقُولَ قَبَّلَ اللهُ حَجَّكَ، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَأَخْلَفَ نَفَقَتَكَ

Artinya: Orang yang menyalami jamaah haji sepulang manasik haji dianjurkan mendoakannya, ‘Qabballallâhu hajjaka, wa ghafara dzanbaka, wa akhlafa nafaqataka.’”

Adapun arti dari teks doa “Qabballallâhu hajjaka, wa ghafara dzanbaka wa akhlafa nafaqataka adalah semoga Allah menerima ibadah hajimu, mengampuni dosamu, dan mengganti pengeluaranmu.”

Dalam redaksi berbeda, terdapat teks doa populer riwayat Imam Al-Baihaqi dari Abu Hurairah RA yang dibaca saat penyambutan kepulangan jamaah haji yaitu:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْحَاجِّ وَلِمَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُ الحَاجُّ

Arti bebasnya: “Ya Allah, ampunilah dosa jamaah haji ini dan dosa orang yang dimintakan ampun oleh jamaah haji ini.”

Syekh Abdurrauf Al-Munawi dalam kitab Faidh Al-Qadir, juz 2, halaman 127 memberi catatan agar doa di atas tersebut dibaca sebanyak tiga kali.

Biografi

Sepilihan riwayat hidup para tokoh dapat teman-teman temukan

di sini

Syahdan, tradisi penyambutan para Tamu Allah itu berdasar sejarah adanya tradisi “penyambutan” kepada saudara yang baru tiba dari bepergian jauh, hal itu sebagaimana tertuang dalam Hadits berikut:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لَمَّا قدِمَ النَّبيُ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ المدينةَ : نَحر جَزورًا ، أو بقَرةً

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW tatkala beliau tiba di Madinah sepulang dari safar, beliau menyembelih unta atau sapi.” (HR Bukhari).

Dalam teks Hadits yang terdapat di kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, juz 4, hal. 400, juga disebutkan keterangan yang identik:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ تُلُقِّيَ بِنَا .فَتُلُقِّيَ بِي وَبِالْحَسَنِ أَوْ بِالْحُسَيْنِ . قَالَ : فَحَمَلَ أَحَدَنَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَالْآخَرَ خَلْفَهُ حَتَّى دَخَلْنَا الْمَدِينَةَ

Artinya: “Jika Nabi saw pulang dari safar, kami menyambutnya. Beliau menghampiriku, Hasan dan Husain, lalu beliau menggendong salah satu di antara kami di depan, sementara yang lain mengikuti di belakang beliau, hingga kami masuk kota Madinah.” (HR Muslim) (An-Nawawi)

Selain mengadakan tasyakuran dan mendoakan, hal yang tidak kalah penting juga ketika jamaah haji baru tiba di Tanah Air adalah meminta doa ampunan. Sebab, seseorang yang berhaji atau umrah, tatkala ia berdoa maka niscaya akan dikabulkan doanya. Ini sebagaimana keterangan dalam Hadits Rasulullah:

الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللهِ، وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ، وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ، فَأَجَابُوهُ، وَسَأَلُوهُ، فَأَعْطَاهُمْ

Artinya: “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang beribadah haji dan orang yang sedang umrah adalah tamu kehormatan Allah. Allah memanggil mereka, kemudian mereka memenuhi panggilan itu. Sehingga jika mereka memohon kepada Allah, maka Allah akan memberinya.” (HR Ibnu Majah).

Ditambah lagi, seseorang yang baru saja menunaikan ibadah haji itu terbebas dari dosa layaknya bayi yang baru lahir di dunia, yang mana seseorang tersebut akan mudah dikabulkan doa-doanya.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Artinya: “Siapa yang berhaji lalu tidak berkata keji dan tidak berbuat dosa, niscaya ia pulang (suci) seperti hari dilahirkan oleh ibunya.” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Dalam redaksi yang lebih lugas dan spesifik, seseorang dalam menyambuti jamaah haji begitu tiba di Tanah Air dianjurkan untuk mengucapkan salam, menjabat tangannya, lalu memintanya untuk berdoa memohonkan ampunan.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا لَقِيتَ الْحَاجَّ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَصَافِحْهُ وَمُرْهُ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بَيْتَهُ فَإِنَّهُ مَغْفُورٌ لَهُ

Artinya: “Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: ‘Rasulullah SAW bersabda: ‘Jika kamu menjumpai orang yang baru berpulang dari haji, maka berilah salam kepadanya dan jabatlah tangannya, serta mintalah kepadanya untuk memohonkan ampun buatmu sebelum ia memasuki rumahnya, sebab ia telah diampuni dosa-dosanya.’” (HR Imam Ahmad)

Dalam menyikapi Hadits di atas, Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumidddinnya mengutip penjelasan (atsar) Umar bin Khattab menjelaskan bahwa waktu meminta doanya tidak harus saat baru datangnya jamaah haji. Akan tetapi keutamaan mendapat doa dari mereka yang berhaji hendaknya diperoleh sejak bulan Dzulhijjah, Muharram, Shafar, sampai tanggal 20 Rabi’ul Awwal.

Lebih lanjut, Imam Ghazali di Kitab Ihya Ulumuddin juz 1 halaman 315 menandaskan, bahwa ritual penyambutan jamaah haji saat baru tiba di rumah, hingga tradisi mencium kening orang yang berhaji sebelum mereka sempat melakukan sebuah dosa itu merupakan tradisi sejak zaman Rasulullah. Dasarnya adalah Hadits Nabi berikut:

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ ابْنِ عُمَرَ نَتَلَقَّى الْحَاجَّ فَنُسَلِّمُ عَلَيْهِمْ قَبْلَ أَنْ يَتَدَنَّسُوا

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Isma'il bin Abdil Malik dari Habib bin Abi Tsabit dia berkata, ‘Saya berangkat bersama Ibnu Umar, kami menjumpai para jamaah haji, dan mengucapkan salam kepada mereka sebelum mereka kotor (melakukan dosa).’” (HR Imam Ahmad).


💡
Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Ahmad Muhakam Zein