Israel dan Propaganda Islamofobia

Konflik perang Israel dan Palestina selalu dipahami sebagai konflik politik perebutan wilayah, secara umum juga berkaitan erat dengan konflik permusuhan Yahudi terhadap Islam. Posisi Israel dengan demikian dipahami sebagai negara yang membawa identitas Yahudi berikut kepentingan ideologis di dalamnya untuk menghancurkan Islam.

Sebagaimana yang kita lihat akhir-akhir ini, dalam serangkaian agresi brutalnya Netanyahu selalu berdalih untuk memerangi gerakan teroris Hamas. Baginya, Hamas semata-mata gerakan Islam teroris yang harus dihanguskan walaupun mengorbankan puluhan ribu rakyat Palestina. Begitu juga media sosial Israel—termasuk media-media Barat pro-Israel—selalu memandang Hamas sebagai gerakan teroris yang mengancam dunia internasional.

Sikap Netanyahu yang selalu menempatkan gerakan Islam Hamas sebagai teroris di atas secara tidak langsung merupakan strateginya untuk menyebarkan islamofobia. Anggapannya bahwa gerakan Islam seperti Hamas selalu diselubungi terorisme sengaja dibuat untuk menjatuhkan citra Islam. Netanyahu dalam hal ini mewakili ideologi besar Zionisme yang memang memusuhi Islam. Di mata Zionisme, Islam adalah ancaman ideologis yang harus dihancurkan.

Berkaitan dengan Israel dan islamofobia, Dr. Madbuli Habib dalam tulisannya “Fenomena Islamofobia di Media Sosial Israel” yang terbit di Majalah Al-Azhar edisi Agustus 2024, menguatkan argumen di atas. Selain mengulas faktor-faktor utama penyebab tersebarnya islamofobia, Dr. Madbuli juga melihat peran Israel secara khusus untuk menyebarkannya.

Secara umum, menurut Dr. Madbuli, terdapat banyak faktor yang menyebabkan islamofobia di tengah-tengah masyarakat Arab dan Yahudi. Hal ini jelas karena posisi Israel dan sebagian masyarakat Barat hari ini tidak memahami agama Islam secara objektif. Hal ini karena beberapa faktor baik bersifat politis, historis, maupun ideologis: 1) Peran lobi politis orang-orang Yahudi dengan Barat dalam menampilkan citra buruk pada Islam dari kaum muslimin.

2) Upaya untuk menjadikan budaya masyarakat Amerika baik Yahudi maupun Kristen sebagai kiblat dan manifestasi moral. Budaya dan tradisi mereka seolah menjadi simbol dan contoh bagi kemajuan, peradaban, dan moralitas. Sebaliknya, Islam dipandang sebagai simbol kemunduran dan ancaman.

3) Upaya mereka dalam menyifati Islam dengan terorisme dan fanatisme sehingga masyarakat muslim bagi mereka selalu bersifat intoleran. Masyarakat muslim juga disimbolkan sebagai masyarakat yang menolak demokrasi dan memiliki teologi ekstrem dan Tuhan yang pendendam.

4) Yahudi sengaja membuat Islam sebagai ancaman serius terhadap kekuasaan Barat baik secara politis maupun ideologis. Sehingga sokongan Barat terhadap Yahudi tetap berlangsung hingga hari ini.

5) Peran media sosial yang berusaha secara khusus memotret gerakan Islam—khususnya kelompok-kelompok seperti Hamas— sebagai gerakan ekstremisme. Hal itu juga diperbesar dengan seruan-seruan sebagian umat Islam untuk memerangi Amerika, Israel, dan Barat.

Palestina

Kumpulan tulisan yang mengangkat isu dan perjuangan Palestina dapat kalian temukan

di sini

Lima faktor ini dipahami sebagai alasan mengapa Barat selalu berjarak terhadap Islam hari ini yang kemudian menyebabkan islamofobia tetap tersebar di beberapa negara mereka. Di saat yang sama, peran Yahudi dan ideologi zionis berperan penting dalam lima faktor tersebut.

Bentuk-Bentuk Strategi Teror Islamofobia

Ada banyak strategi Barat dan Yahudi dalam menggerus citra Islam melalui teror islamofobia. Hal ini berlangsung sejak lama dan dampaknya hingga hari ini masih ada. Menurut Dr. Madbuli, pemahaman bahwa “Islam adalah agama kemunduran” secara tidak langsung adalah salah satu efek bias dari islamofobia. Barat—dalam hal ini juga misi Yahudi—sengaja mengaitkan antara agama Islam dengan realitas umat Islam untuk mencari kambing hitam. Dengan melakukan penelitian pada negara-negara timur dan realitas masyarakatnya, mereka mencari ‘celah’ untuk membuat citra yang buruk atas agama Islam. Realitas kemunduran, kemiskinan, perpecahan yang menimpa umat Islam kemudian mereka jadikan justifikasi. Islam dengan demikian disebut sebagai penyebab utama keterbelakangan tersebut. Islam bertanggung jawab pada seluruh fenomena-fenomena miris yang terjadi di dalam negara-negara muslim.

Secara historis, islamofobia juga merupakan efek dari permusuhan selama berabad-abad yang berlangsung antara Islam dan Barat mewakili Yahudi-Kristen. Hal itu terekam sejak abad pertengahan di mana Perang Salib terjadi di beberapa wilayah antara dua kekuasaan tersebut. Di abad modern kemudian—bahkan hingga hari ini—perseteruan Israel dengan Islam juga merupakan perpanjangan tangan dari konflik klasik antara Yahudi dan Islam. Tak heran kemudian ketika Israel tidak pernah mengenal secara baik agama Islam—bahkan tidak mengakuinya sebagai agama.

Terakhir, poin ini yang amat ditekankan oleh Dr. Madbuli: teror islamofobia bisa disebut sebagai bagian dari warisan imperialisme Barat yang ingin terus menjejalkan pengaruhnya dalam menjatuhkan citra Islam. Meski secara teritorial sudah tidak ada, imperialisme Barat tetap ada dengan wajah yang berbeda: gerakan menjatuhkan citra Islam dari berbagai sisi: budaya, ekonomi dan politik. Bahkan orientalisme yang digadang-gadang untuk memahami Islam pun tidak lepas dari kepentingan imperialisme Barat. Dr. Madbuli mengutip perkataan Marcel Boisard, sejarawan Prancis, “Karya-karya orientalis—selain beberapa pengecualian yang langka—tidak berperan untuk memperbaiki cara padang memahami Islam atau mengubah cara pandang umum Barat terhadap Islam ke arah citra yang benar. Sebab orientalisme pada dasarnya adalah cabang ilmiah dari ilmu-ilmu imperialisme.”

Contoh paling konkret kepentingan Israel untuk menjatuhkan citra Islam adalah website قرآنت  yang disokong oleh Menlu Israel untuk menjadi salah satu rujukan akademis Islam di Israel sejak 2008. Website yang dipimpin oleh tokoh Yahudi, Dr. Ufar Grozierd tersebut tujuannya untuk membuka khazanah penafsirkan Al-Quran baik dari akademisi muslim maupun Yahudi. Jelas kemudian Dr. Madbuli meragukan arah diresmikannya website Al-Quran tersebut karena akan menjadi celah akademis bagi kepentingan Yahudi untuk menjatuhkan citra Islam.

Walhasil, kesimpulannya untuk berharap Israel bisa membuka mata dan melihat secara jernih agama Islam itu seseuatu yang nyaris mustahil. Meskipun dialog-dialog antaragama dan moderasi dilakukan oleh berbagai lembaga, kita harus tetap mengambil ‘jarak’ dengan mereka. Sebab, ada banyak jebakan ranjau yang mungkin diletakkan untuk menjatuhkan Islam dari dalam. Tabik!


💡
Baca juga artikel lain di rubrik OPINI atau tulisan menarik Lukman Hakim Rohim