Jejaring Keilmuan Ash-Shabban dan Ulama Nusantara di Al-Azhar

Nama Ash-Shabban bukanlah nama yang asing bagi para penuntut ilmu keislaman di Indonesia terutama para santri di banyak pesantren. Nama beliau menggema lewat karya besarnya, yakni Hasyiyah Ash-Shabban 'ala Syarh Al-Usymuni 'ala Alfiyyah Ibni Malik. Sebuah kitab nahwu yang cukup tenar seantero Nusantara.

Namanya juga sangat erat dengan tiga bait nazam yang membahas tentang Al-Mabadi' Al-'Asyrah, yakni sepuluh hal yang sebaiknya diketahui oleh orang yang ingin memasuki gerbang sebuah disiplin ilmu yang juga sering disebut sebagai mukadimah ilmu. Di dalam kitab Hasyiyah 'ala As-Sullam Al-Munawraq Syekh Ash-Shabban menuliskan tiga bait di bawah ini :

‎إن مبادي كل فن عشرة # الحد والموضوع ثم الثمرة
Sesungguhnya Mabadi' setiap disiplin ilmu ada sepuluh, yakni definisi, tema, faedah

‎وفضله ونسبة والواضع # والاسم الاستمداد حكم الشارع
Keutamaan, posisi (di dalam lingkaran ilmu), sang bapak ilmu, nama, pengambilan (dari ilmu apa), hukum mempelajari

‎مسائل والبعض بالبعض اكتفى # ومن درى الجميع حاز الشرف
Dan masalah (persoalan yang ada). Sebagian ulama menganggap cukup mengetahui sebagian dari sepuluh. Barang siapa mengetahui kesepuluhnya, maka ia akan mendapat kemuliaan.

Selintas Mengenal Ragam Bacaan Al-Quran
Khazanah Islam menghimpun banyak ilmu. Ilmu qiraat yang membahas tata-cara melafalkan ayat-ayat Al-Quran adalah salah satunya.

Syekh Ash-Shabban

Beliau bernama lengkap Syekh Abu Al-'Irfan Muhammad bin 'Ali Ash-Shabban Asy-Syafi'i. Beliau dilahirkan di Mesir. Sosoknya dikenal sangat giat belajar hingga ia berhasil menghafal Al-Quran dan matan-matan ilmu.

Setelah berhasil memperoleh bekal yang cukup, Syekh Ash-Shabban melanjutkan belajar di Masjid Al-Azhar. Di sanalah, beliau belajar kepada sejumlah ulama senior di masa itu, diantaranya :

1- Syekh Ahmad Al-Mallawi (1088 - 1181 H)
2- Syekh Hasan Al-Madabighi (w. 1170 H)
3- Syekh Muhammad Al-'Asymawi (w. 1167 H)
4- Syekh Ahmad Al-Jauhari (1096 - 1182 H)
5- Syekh As-Sayyid Muhammad Al-Bulaidi (w. 1176 H)
6- Syekhul-Azhar Abdullah Asy-Syubrawi (1092 - 1171 H)
7- Syekhul-Azhar Muhammad bin Salim Al-Hifni (1100 - 1181 H)
8- Syekh Hasan Al-Jabarti (1110 - 1188 H)
9- Syekh 'Athiyyah Al-Ujhuri (w. 1190 H)
10- Syekh Abdulwahhab Al-'Afifi (w. 1172 H)

Al-Azhar di Abad 12 H

Di abad 12 H, Al-Azhar kurang lebih telah berumur delapan abad semenjak awal pendiriannya. Meski sudah sangat tua, kegiatan belajar mengajar di Al-Azhar hampir tidak pernah berhenti. Di abad ini, pembelajaran di Al-Azhar tidak dibatasi oleh kitab, guru, maupun usia. Pelajar bebas memilih kitab apa yang akan dipelajari, belajar kepada syekh siapa dan berapa jam ia belajar. Namun, hal ini bukan berarti tidak ada aturan sama sekali dalam belajar. Pastinya, meski tidak formal, ada urutan jenjang belajar yang biasa dipraktikkan dan kitab apa saja yang biasa dipelajari.

Kitab-kitab yang dipelajari di Al-Azhar pada abad 12 H bisa kita lacak lewat biografi Syekh Ash-Shabban. Di dalam 'Ajaib Al-Atsar, Al-Jabarti menyebutkan beberapa kitab yang dipelajari oleh Ash-Shabban. Di antaranya As-Sullam Al-Munawraq melalui Syarh Al-Mallawi (mantik), Jauharah At-Tauhid melalui Syarh Abdussalam bin Ibrahim Al-Laqqani (tauhid), Alfiyyah Ibnu Malik melalui Syarh Al-Makkudi (nahwu dan sharaf), Qawaid Al-I'rab melalui Syarh Asy-Syaikh Khalid Al-Azhari (nahwu). Beliau mempelajari kitab-kitab ini kepada Syekh Ahmad Al-Mallawi.

Untuk Shahih Al-Bukhari (hadis), beliau belajar kitab ini kepada Syekh Hasan Al-Madabaghi. Sementara kitab Asy-Syifa, Shahih At-Tirmidzi, dan Sunan Abi Daud beliau mengaji kepada Syekh Muhammad Al-'Asymawi. Adapun kitab Syarh Ummu Al-Barahin (tauhid) beliau belajar kepada Syekh Ahmad Al-Jauhari.

Kitab Shahih Muslim, Syarh Al-'Aqaid An-Nasafiyyah, Tafsir Al-Baidhawi, dan Syarh Risalah Al-Wadh'i karya As-Samarqandi. Beliau mempelajari kitab-kitab ini dari Syekh As-Sayyid Al-Bulaidi.

Tafsir Al-Baidhawi, Tafsir Al-Jalalain, dan Syarh Jauharah At-Tauhid. Beliau belajar kitab-kitab ini kepada Syekhul-Azhar Abdullah Asy-Syubrawi.

Shahih Al-Bukhari, Al-Jami' Ash-Shagir (hadis), Syarh Al-Manhaj (fikih), Syarh Matn Ar-Rahabiyyah (faraid), Syarh Al-Khazrajiyyah ('arudh dan qawafi), dan Qishshah Al-Mi'raj. Beliau mempelajari kitab-kitab ini kepada Syekhul-Azhar Muhammad bin Salim Al-Hifni.

Kitab At-Tashrih (nahwu dan sharaf), Al-Muthawwal (ma'ani, bayan, dan badi'), Matn Al-Jaghmini (astronomi), Syarh Hidayah Al-Hikmah (filsafat) dan kitab-kitab fikih Hanafi. Beliau mempelajari kitab-kitab ini dari Syekh Hasan Al-Jabarti.

Fath Al-Wahhab (fikih Syafi'i), Syarh Jam' Al-Jawami' (ushul fikih), Syarh Mukhtashar (ma'ani, bayan, dan badi'), Syarh Al-Usymuni (nahwu dan sharaf), Syarh Sullam Al-Muanauraq (mantik), Syarh Al-Jazariyyah(tajwid), Syarh As-Samarqandiyyah (bayan), Syarh Umm Al-Barahin (tauhid), dan Syarh Al-Ajurrumiyyah. Kitab-kitab ini beliau pelajari dari Syekh Athiyyah Al-Ujhuri.

Sementara kitab Mukhtashar Sa'duddin At-Taftazani (ma'ani, bayan, dan badi'), Syarh Asy-Syamsiyyah (mantik), Syarh Alfiyyah Al-'Iraqi (mushthalah hadis) dan Al-Hikam li Ibni Atha'illah (tasawuf) beliau pelajari dari Syekh Ali Ash-Sha'idi.

Dari pemaparan Al-Jabarti di atas, bisa disimpulkan bahwa mata pelajaran yang dipelajari di Al-Azhar pada abad itu adalah sebagai berikut: nahwu, sharaf, wadha', mantik, ma'ani, bayan, badi', tajwid, tafsir, hadis, mushtalah hadits, tauhid, fikih, ushul fikih, faraid, astronomi, filsafat, dan tauhid. Di samping itu, dalam satu disiplin ilmu, yang dipelajari bukanlah hanya satu kitab. Tidak jarang pula satu kitab dipelajari lebih dari satu kali, baik kepada syekh yang sama maupun kepada syekh yang berbeda.

Membumikan Tasawuf di Era Digital
Tasawuf hari ini belum merambah sektor dakwah Islam dan masyarakat secara luas. Hal itu karena dakwah Islam masih dikuasai nuansa Fikih-Oriented.

Setelah menyelesaikan disiplin-disiplin ilmu di atas, biasanya para pelajar mengambil baiat tarekat. Hal ini juga dilakukan oleh Syekh Ash-Shabban. Beliau mengambil Tarekat Asy-Syadzuliyyah dari Syekh Abdulwahhab Al-'Afifi. Di samping itu, beliau juga berbaiat Tarekat Al-Wafa'iyyah kepada Syekh Muhammad As-Sadat bin Wafa. Guru terakhir inilah yang kemudian menjuluki Syekh Ash-Shabban dengan julukan Abu Al-'Irfan.

Hubungan Syekh Ash-Shabban dengan Ulama Nusantara

Di Abad 12 H, telah banyak ulama Nusantara yang merantau ke Timur Tengah untuk mencari ilmu. Mereka biasanya menjelajah mulai dari Yaman, Hijaz, Syam, hingga ke Mesir. Di antara tokoh-tokoh ulama Nusantara yang tercatat menjelajah daerah Timur Tengah adalah Syekh 'Aqib Al-Falimbani, Syekh Abdushshamad Al-Falimbani, dan Syekh Mahmud bin Kinan Al-Falimbani.

Dalam kitab Raudhah Al-Wildan, Habib Salim bin Jindan menyebutkan bahwa Syekh Abdushshamad Al-Falimbani merantau ke Mesir dan berguru kepada Syekh Ahmad Al-Mallawi, Syekh Ahmad Al-Jauhari, dan ulama-ulama yang semasa dengan mereka berdua. Dalam kitab Al-'Iqd Al-Farid, Syekh Muhammad Yasin Al-Fadani juga menyebutkan bahwa Syekh 'Aqib Al-Falimbani mengambil Tafsir Ibnu Katsir dari Syekh Hasan Al-Jabarti. Padahal seperti kita tahu, Syekh Ahmad Al-Mallawi, Syekh Ahmad Al-Jauhari, Syekh Hasan Al-Jabarti dan ulama-ulama yang segenerasi juga merupakan guru-guru dari Syekh Ash-Shabban.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa Syekh Abdushshamad Al-Falimbani (1116 - 1247 H), Syekh 'Aqib Al-Falimbani dan Syekh Ash-Shabban merupakan ulama yang segenerasi dan mempunyai beberapa guru yang sama. Dengan kata lain, kita bisa menyebut bahwa ketiga ulama ini merupakan tiga ulama yang seperguruan.

Belum lagi ada nama Syekh Al-Bannani (w. 1198 H) pengarang Hasyiyah Al-Bannani 'ala Syarh Jam' Al-Jawami', sebuah kitab yang sudah akrab dikenal di Indonesia. Di samping itu, ada juga nama kitab Syarh Al-'Asymawi (nahwu) yang biasa dikaji di pesantren. Kitab ini dikarang oleh Syekh Abdullah bin Muhammad Al-'Asymawi. Baik Syekh Al-Bannani maupun Syekh Al-'Asymawi, mereka berdua berguru kepada guru-guru yang sama, yakni guru-guru Syekh Ash-Shabban, Syekh Abdushshamad Al-Falimbani dan Syekh Aqib Al-Falimbani.

Di tempat lain dalam kitab Al-'Iqd Al-Farid, Habib Abdurrahman bin Husein Al-'Aidarus Al-Falimbani tercatat sebagai murid dari Syekh Al-Bannani. Hal ini semakin mendekatkan hubungan antara ulama Nusantara dengan ulama-ulama Al-Azhar. Sehingga wajar jika kitab-kitab yang diajarkan di pesantren-pesantren di Nusantara tidak jauh-jauh dari apa yang dipelajari di Al-Azhar atau dikarang langsung oleh ulama Al-Azhar.

Dengan ini, setidaknya kita bisa melacak bagaimana kitab-kitab seperti Hasyiyah Ash-Shabban, Hasyiyah Al-Bannani dan Syarh Al-'Asymawi masuk ke Nusantara. Kitab-kitab ini bukan hanya masuk ke nusantara, tetapi juga masih aktif dikaji di pesantren-pesantren hingga saat ini. Semuanya adalah asli produk Al-Azhar.


Baca juga artikel lain di rubrik BUDAYA atau tulisan menarik Munawar Ahmad Sodikin