Skip to content

Langkah Strategis Al-Azhar Melawan Terorisme

Akhbar media di Indonesia santer menyebut satu alumnus Al-Azhar terlibat kasus terorisme. Bagaimana sikap dan langkah Al-Azhar terkait paham ini?

FOTO: Badan Al-Azhar untuk melawan terorisme. (Marshad Al-Azhar/Al-Ahram)
FOTO: Badan Al-Azhar untuk melawan terorisme. (Marshad Al-Azhar/Al-Ahram)

Laku teror di Indonesia sudah sejak lama merongrong kesatuan NKRI dan agaknya minggu ini isu terorisme mencuat kembali ke permukaan publik. Sejumlah media massa memberitakan ada salah satu anggota Komisi Fatwa MUI Pusat yang diduga terlibat mendanai suatu jaringan terorisme, yang latar pendidikan S2 dan S3-nya di Universitas Al-Azhar. Sebagian publik bertanya-tanya kenapa Al-Azhar yang dikenal berabad-abad lamanya dengan kemoderatannya itu kok ada salah satu alumninya yang ditangkap detasemen antiteror, yang tentu tidak selaras dengan apa yang diajarkan Al-Azhar.

Perhatian sebagian publik tertuju kepada institusi tempat ia belajar. Bahkan ada beberapa orang di sekeliling yang belum mengenal lembaga Al-Azhar bertanya secara langsung kepada penulis mengenai lembaga Al-Azhar dan beranggapan agak miring mengenai lembaga pendidikan Islam tertua ini. Bagaimana sebenarnya pandangan ulama-ulama Al-Azhar mengenai isu radikalisme dan terorisme, serta bagaimana cara dan solusi apa saja yang dihadirkan Al-Azhar dalam menanggulangi terorisme di dunia ini?

Sebelum berbicara solusi yang digaungkan Al-Azhar melawan terorisme, kita selayaknya mengetahui terlebih dahulu profil singkat Al-Azhar. Tentu, Di sini penulis tidak akan panjang lebar berbicara mengenai kapan dan oleh siapa saja Al-Azhar dikelola hingga hari ini. Karena tidak akan cukup dalam artikel tulisan ini, namun kiranya penulis mengulas manhaj yang dipegang oleh Al-Azhar dari masa ke masa.

Memorabilia Para Santri di Masjid Al-Azhar
Mengenang hari-hari para talib yang dahulu hidup di sekitaran (mujawir) masjid Al-Azhar.

Al-Azhar merupakan institusi pendidikan Islam yang dikenal dengan manhaj moderasinya (wasathiyyah) dalam berpikir dan bertindak. Saya katakan dengan tegas bahwa berabad-abad lamanya institusi Al-Azhar ini dalam sisi akidahnya mengikuti madrasah Asy'ariyyah, yakni pandangan Imam Abu Al-Hasan Al-Asy'ari. Sementara dalam syariat ia memilih bermazhab kepada salah satu imam yang empat. Dan dalam suluknya Al-Azhar mengamalkan nilai-nilai tasawuf.

Syekhul-Azhar Ahmad Ath-Thayyib di salah satu kanal YouTube sempat ditanya perihal kenapa Al-Azhar memilih mazhab Asy'ari? Dalam penjelasan yang penulis tangkap, ia menjawab bahwa madrasah Asy'ariyyah ini adalah satu-satunya mazhab yang menjadikan kedamaian atau keselamatan sebagai inti pokok. Ia mempertegas bahwa madrasah Asy'ariyyah, selama hampir 10 abad lamanya belum pernah terdengar memantik pertumpahan darah atau perang atas nama ideologi keyakinan. Yang selama ini terjadi tak lain disebabkan oleh politik.

Madrasah Asy'ariyyah menurutnya bersifat terbuka dan menerima individu yang berbeda keyakinan. Bukti konkretnya 90% pemeluk Islam yang ada di dunia berhaluan Asy'ariyyah. Berbeda dengan Neo-Muktazilah atau Neo-Khawarij, Syiah, dan kelompok lain yang justru tidak bisa menerima atau bahkan menyalahkan kaum Asy'ariyyah.

Pada mukmatar di Chechnya misalnya Syekhul-Azhar Ahmad Ath-Thayyib dan para tokoh ulama Al-Azhar, serta ulama sunni di belahan dunia mengusung tema "siapakah Ahlussunnah wal Jamaah?" Mereka memutuskan bahwa sunni adalah Asy'ariyyah, Maturidiyyah, dan Ahli Hadis. Salah satu poin yang tak kalah penting adalah bahwa akidah Asy'ariyah adalah akidah yang tidak pernah mengafirkan ahli kiblat.

Ketika institusi Al-Azhar dan Syekhul-Azhar Ahmad Ath-Thayyib disuruh oleh Presiden Mesir As-Sisi untuk mengafirkan ISIS, ia menolaknya secara tegas. Al-Azhar menganggap bahwa mereka umat Islam yang keliru memahami ruh Islam. Tak perlu adanya pengafiran terhadap mereka.

Al-Azhar

Sepilihan tulisan yang mengisahkan sejarah Al-Azhar dapat teman-teman temukan

di sini

Jika dilihat dari satu dasawarsa yang lalu, Al-Azhar bergegas mengadakan beberapa pertemuan penting baik di acara seminar dan muktamar yang diadakan di Kairo ataupun di belahan dunia lainnya untuk mendiskusikan dan mengenalkan inti ajaran Islam yang moderat ke seluruh dunia. Belum lagi, pertemuan-pertemuan bersama Organisasi Alumni Al-Azhar Internasional (OIAA) dalam rangka memperkuat kemoderatan Islam yang diusung Al-Azhar. Al-Azhar menekankan agar alumni bersikeras menyebarkan nilai ramah dalam Islam dan harus menjadi duta Al-Azhar dengan mengajarkan nilai Islam yang rahmatan lil 'alamin ke seluruh penjuru bumi.

Al-Azhar sebagai otoritas Sunni terbesar di dunia berupaya melawan radikalisme dan terorisme melalui dialog dengan para tokoh, mengenalkan Islam dan nilai-nilai kemoderatan. Selain itu, institusi besar Al-Azhar ini juga berupaya melawan radikalisme dan terorisme dengan tulisan-tulisan dari para tokoh yang kredibel, lalu diterbitkan oleh Al-Azhar, serta dijual dengan harga murah. Al-Azhar juga mengutus para intelektual ke belahan dunia. Bukan hanya itu, Al-Azhar juga mempunyai badan khusus yang bergerak di media sosial untuk memantau gerakan-gerakan penebar pemahaman Islam yang keliru plus teror. Badan beranggotakan para intelektual di bawah naungan Al-Azhar itu yang kini dikenal dengan nama Marshad Al-Azhar li Mukafahat At-Tatharruf (Badan Observasi Al-Azhar untuk Melawan Ekstremisme). Tugas mereka juga memantau gerakan islamofobia dan gerakan separatis berdalih agama ataupun pemikiran-pemikiran keliru seputar keislaman yang tersebar di dunia maya dalam 10 bahasa. Dan secara tanggap para intelektual muda yang lahir dari rahim Al-Azhar itu membantah pemikiran keliru tersebut dengan tulisan-tulisannya yang mencerahkan yang toleran dan wasathi (moderat).

Dengan demikian, paham radikalisme dan terorisme ini justru bermula dari paham takfiri, yaitu paham yang mengafirkan umat muslim yang dianggap tidak sesuai dengan pandangannya. Hal ini berujung pada penghalalan darah mereka atau halal untuk diperangi.

Dan hari ini, kaum separatis muncul di negara-negara dengan mayoritas muslim yang memprovokasi publik dengan beranggapan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan seperti demokrasi tidak sesuai dengan pedoman Al-Quran dan hadis Nabi SAW hingga masyarakat umum dianggap oleh mereka sebagai Jahiliyyah ini adalah kelompok yang merujuk kepada gerakan dan pemikiran tokoh Ikhwanul Muslimin Sayyid Qutb. Menurut Sayyid Qutb kita dan pemerintahan yang menganut demokrasi dan tak melaksanakan hukum Allah dianggap kaum Jahiliyyah. Dari sini, lahirlah jiwa radikalisme dan terorisme di masyarakat kita.

Mewaspadai Hijrah Salah Arah
Banyak pelaku hijrah yang lantas keluar dari pekerjaannya usai menuruti doktrin panutan. Lalu, bagaimana sebenarnya ulama memaknai hijrah?

Begitu juga merebaknya paham Wahabi yang berkiblat kepada Ibnu Taimiyyah dan Abdulwahhab di belahan umat Islam yang membid'ahkan amaliah bahkan keyakinan kita, sampai-sampai berani mengafirkan dan menganggap musyrik umat Islam yang berbeda dengannya. Ini juga cikal bakal dari terorisme. Mereka yang menganut paham Wahabi itu tidak bermazhab dan memahami nash (teks) Al-Quran dan Hadis secara tekstualis. Sehingga pemahaman mereka mengenai agama cenderung kaku dan tak kontekstual. Mereka ingin mengembalikan kita ke zaman Rasul SAW, bukan ke manhaj (pedoman) yang diajarkan Rasul SAW.

Tidak ada ceritanya terorisme lahir dari paham Asy'arian ini. Mereka lahir dari pemikiran dan gerakan kalangan yang telah saya sebutkan tadi. Dua kelompok ini mengajarkan jihad, pembagian Dar Al-Harbi & Dar Al-Islam, dan keliru memahami kepemimpinan yang sebenarnya termasuk domain furu' (bukan pokok) itu ke dalam masalah ushul (pokok).

Maka, satu alumnus Al-Azhar yang terlibat terorisme itu sama sekali tidak merepresentasikan ajaran yang dibawa dan dijaga oleh Al-Azhar Asy-Syarif ratusan tahun lamanya. Al-Azhar terlepas dari paham terorisme. Justru Al-Azhar berhasil melahirkan alumni yang menjadi tokoh bangsa yang mengajarkan nilai-nilai Islam di seluruh dunia. Bolehlah kita ibaratkan bahwa apabila anak Nabi Nuh tidak ikut naik kapal bersama ayahnya, apakah hal ini menunjukan bahwa Nabi Nuh gagal dalam berdakwah? Jawabannya tentu tidak. Wallahu A'lam.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik OPINI atau tulisan menarik Irfan Rifqi Fauzi

Latest