Skip to content

Mari Memaafkan Oki Setiana Dewi!

Publik dibuat geram oleh ceramah ustazah kondang Oki yang dianggap membenarkan KDRT. Sementara Islam menuntun kita untuk mampu memaafkan kealpaan.

FOTO Ilustrasi (Matthias Wagner/Unsplash)
FOTO Ilustrasi (Matthias Wagner/Unsplash)

Beberapa minggu ini, publik dibuat geram oleh pernyataan seorang ustazah kondang, yakni Oki Setiana Dewi. Ceramahnya tiga tahun lalu itu dianggap telah membenarkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Oki pun menuai banyak kritikan dan kecaman dari banyak kalangan di media sosial. Kekeliruan Oki dalam ceramahnya itu memang fatal, tapi tak berarti ia pantas untuk dihujat, dihina, atau bahkan “dibunuh” karakternya. Oki Setiana Dewi bukanlah iblis laknatullah.

Di sini, saya tak bermaksud membela Oki Setiana Dewi, tapi saya pun tak sepakat dengan respon sebagian besar netizen hari ini, atas nama apapun, kepada Oki Setiana Dewi. Ia memang keliru dalam menyampaikan dakwahnya, karena Islam memang tak pernah mengajarkan kekerasan dalam bentuk apapun. Islam bukanlah agama yang barbar dan terbelakang. Rasulullah SAW sendiri tak pernah memukul para istrinya, atau membenarkan para sahabatnya untuk berlaku aniaya kepada istrinya. Rasulullah SAW selalu mengajarkan umatnya untuk berlaku santun dan welas asih kepada siapapun.

Rasulullah

Kumpulan tulisan dengan spirit kecintaan kepada Rasulullah SAW dapat teman-teman temukan

di sini

Selain itu, yang harus kita sadari, kekeliruan Oki Setiana Dewi bukanlah semata-mata murni atas kesadarannya. Bukan pula karena ia tidak memahami dengan baik perihal agama Islam. Ini bukan sekedar husnuzan saja, tapi lebih kepada untuk memahami akar dari kekeliruannya itu, atau persoalan yang terjadi selama ini.

Kekeliruan Oki Setiana Dewi itu harus dipahami sebagai hasil dari cara kerja ideologi tertentu, atau dikondisikan oleh suatu sistem ekonomi dan politik tertentu sehingga menghasilkan suatu pemahaman atau cara pandang tertentu pula. Maka, tak mengejutkan, apabila konten ceramahnya selama ini tak jauh dari perihal menjadi seorang muslim yang sukses dalam berbisnis, menjadi istri salihah, perihal nikah muda, dan lain sebagainya. Tak pernah sedikit pun ia menyinggung atau berdakwah perihal bagaimana sikap umat Islam dalam menghadapi krisis lingkungan, mengatasi problem kemiskinan dan ketidakadilan.

Hampir seluruh ceramahnya itu memiliki muatan yang jauh dari problem umat Islam yang dihadapi hari ini dan menyerukan untuk memikirkan solusi alternatif atasnya. Semua ceramahnya itu disesuaikan dengan selera dan kepentingan pasar media. Inilah yang disebut sebagai komodifikasi agama dalam sistem kapitalisme. Agama bernilai sejauh ia bisa menghasilkan pundi-pundi untuk segelintir orang saja, tanpa memedulikan status (kesakralan atau kemuliaan) agama itu sendiri.

Sebenarnya, mudah untuk memahami hal itu, apabila kita mau belajar lebih terbuka dan tekun lagi dalam berbagai ilmu, seperti mempelajari teori-teori Marxisme, psikoanalisis, atau kritik ideologi. Saya tak ingin menyinggung lebih jauh soal ini, karena bukan itu tujuan utama dalam tulisan ini. Tapi, intinya, dengan memahami setiap persoalan sampai pada akarnya, dengan bantuan seperangkat teori tertentu misalnya, membuat kita tidak gampang tersulut, menjadi reaksioner, dan mudah mencaci maki seseorang. Atau singkatnya, mampu melakukan kritik dengan tepat sasaran dan tajam.

KDRT Tidak Pernah Dibenarkan Islam
Potongan video ceramah aktris yang juga pendakwah Islam kesohor belakangan menjadi buah bibir. Bagaimana sebetulnya tindak KDRT dalam hukum Islam?

Sebab itu, bagi saya, tak perlulah sampai mencaci-maki atau membunuh karakternya. Menyebar luaskan wajahnya dengan perkataan yang kasar dan menghina. Cukup dengan diingatkan, dikritik, atau bahkan diajak dialog untuk saling tukar pikiran sebagai upaya dalam mencari kebenaran. Syukur-syukur ia semakin sadar, terbuka pandangannya, dan mau belajar lebih jauh lagi. Dan bukankah Islam sendiri mengajarkan kita, sebagai seorang muslim, untuk saling mengingatkan dengan cara-cara yang elok dan benar (lihat Surah Thaha: 43-44)? Bukankah telah disebutkan dalam Al-Quran bahwa jangan sampai kebencian membuat kita berlaku tidak adil (lihat Surah Al-Maidah: 2)?

Terlebih lagi, Oki Setiana Dewi pun telah mengakui kesalahannya, telah introspeksi diri, dan meminta maaf. Dan sebagai seorang muslim, kita pun diwajibkan untuk memaafkan seseorang yang telah bersalah kepada kita seperti yang dicontohkan oleh para nabi dan rasul. Misalnya, ketika Rasulullah SAW dilempari batu dan kotoran oleh penduduk Thaif, atau saat beliau memaafkan Hindun yang telah membunuh dengan keji Hamzah bin Abdul Muththalib, paman Nabi Muhammad sendiri.

Atau kisah lain, saat Nabi Isa alaihissalam menyelamatkan Magdalena, yang dianggap sebagai seorang pendosa, saat dilempari batu oleh tiga orang Yahudi. Saat itu, Nabi Isa berkata, “Jika di antara kalian tak memiliki dosa sedikit pun, maka lemparilah batu perempuan ini.” Ketiga orang Yahudi itu terdiam dan pergi. Magdalena pun diselamatkan Nabi Isa dengan penuh cinta kasih.

Apa yang diajarkan oleh para nabi dan rasul yang mulia itu masih dan akan selalu relevan sampai kapanpun. Terutama di zaman digital ini, yang mana orang-orang mudah sekali menghukumi dan mencaci maki, tanpa proses tabayun, memahami dengan nalar yang jernih dan mendalam, serta berlapang dada untuk saling memaafkan. Padahal Islam sendiri tak pernah mengajarkan seperti itu, karena, sekali lagi, Islam bukanlah agama barbar dan terbelakang yang membenarkan kekerasan dan caci maki.

Langkah Strategis Al-Azhar Melawan Terorisme
Akhbar media di Indonesia santer menyebut satu alumnus Al-Azhar terlibat kasus terorisme. Bagaimana sikap dan langkah Al-Azhar terkait paham ini?

Islam adalah agama yang mulia, yang mengajarkan cinta kasih dan membawa keselamatan bagi seluruh makhluk. Islam pun mengajarkan kita untuk saling memaafkan siapa saja yang bersalah kepada kita, terlebih lagi sesama muslim. Tanpa harus menghilangkan ketegasan dan sikap berlaku adil di dalamnya.

Maka, dalam kasus Oki Setiana Dewi ini, sudah tepat kita mengkritiknya dengan benar dan juga berusaha untuk memaafkannya. Semoga dengan kejadian ini dapat menjadi pelajaran penting bagi dirinya dan kita semua untuk lebih berhati-hati lagi dalam berucap, terlebih lagi dalam berdakwah, serta semakin tekun dalam menuntut ilmu, baik itu ilmu agama atau ilmu “dunia”. Hanya dengan ilmulah, kita bisa terhindar dari jurang kebodohan dan kehinaan.

Wallahu a’lam bishshawab.

💡
Baca juga artikel lain di rubrik OPINI atau tulisan menarik Dedi Sahara

Latest