Skip to content

Menilik Sejarah Penggunaan Nisbah Al-Azhari

Dalam catatan sejarah, nisbah Al-Azhari sempat populer untuk disematkan di ujung nama. Tulisan ini berupaya menilik sosok yang memopulerkannya.

FOTO Bab Al-Muzayyinin, salah satu gerbang di Masjid Al-Azhar, tempo dulu.
FOTO Bab Al-Muzayyinin, salah satu gerbang di Masjid Al-Azhar, tempo dulu.

Al-Azhar, yang usianya mencapai lebih dari sepuluh abad, telah mengeluarkan banyak tokoh besar dalam berbagai bidang. Sejak berdirinya pada 9 Ramadan 361 H (28 Juni 972 M), institusi ini menjadi benteng keilmuan Islam hari ini. Ketika dahulu benteng keilmuan umat Islam di Timur (Baghdad) dan Barat (Al-Andalus) runtuh, Al-Azhar selalu eksis membersamai umat Islam. Bahkan, kala invasi Prancis datang ke Mesir pada tahun 1213-1216 H (1798-1801 M) untuk menghancurkan benteng terakhir ini, para tokoh muda Al-Azhar mampu mempertahankan Al-Azhar dari kehancuran, meski kala itu benar-benar mencekam dengan dibunuhnya satu generasi Al-Azhar, baik ulamanya maupun santrinya. Saking mencekamnya, momen itu menjadi pemisah antara era turats (klasik) dan modern, yakni dengan berakhirnya penjajahan Prancis terhadap Mesir dan Al-Azhar.

Ketika halakah keilmuan di Al-Azhar mulai dikenal oleh banyak khalayak Timur dan Barat sejak era Al-Mamalik, ditambah dengan runtuhnya dua kota ilmu yang tersebut di atas, Al-Azhar kemudian menjadi pusat pergerakan intelektual dunia Islam saat itu. Banyak para ulama dan santri berdatangan. Mengaji, menetap, atau sekadar mengambil legitimasi kepada ulama Al-Azhar, yang kala itu dikenal dengan Ijazah bi Al-Marwiyyat ‘ala Al-Istid’aat. Al-Azhar ibarat mendapat durian runtuh. Mekar dan dikejar oleh orang yang lapar.

Dengan membesarnya nama Al-Azhar, akhirnya banyak para alim-ulama yang dinisbahkan dengan nisbah “Al-Azhari” pada akhir namanya. Ketika nisbah biasanya dipakai untuk nama daerah, mazhab, nasab, dan spesialisasi, para civitas akademika Al-Azhar justru dinisbahkan dengan sebuah institusi pendidikan. Nisbah yang jarang didengar di dalam khazanah keislaman. Bahkan, nisbah ini kian turun temurun digunakan hingga hari ini. Lalu timbullah pertanyaan, “Kapan nisbah ini dimulai? Atau, siapakah yang memopulerkannya?”

Salah satu gerbang di Masjid Al-Azhar tempo dulu.
Salah satu gerbang di Masjid Al-Azhar tempo dulu.

Sebelum menilik lebih dalam mengenai pertanyaan di atas, perlu diketahui bahwa sebuah nisbah di dalam khazanah Islam bukan hanya sekadar tempelan tanpa makna. Terdapat berbagai hal yang dapat diambil dalam penisbahan tersebut. Dengan mengetahui nisbah, kita mampu menilai bagaimana corak pemikiran, lingkungan, dan kepakaran sosok tersebut. Misalnya ada sosok alim yang bernisbah Asy-Syafi’i. Dari sini saja kita sudah dapat mengambil poin ia hidup di lingkungan apa, bagaimana corak pemikirannya dalam mengarang kitab fikih, dsb. Tinggal dikiaskan dengan nisbah yang lain.

Al-Azhar

Sepilihan tulisan yang mengisahkan sejarah Al-Azhar dapat teman-teman temukan

di sini

Hal selanjutnya yang perlu diketahui adalah, bahwasanya nisbah Al-Azhari pada era terdahulu bukan hanya sebatas nisbah kepada institusi Al-Azhar. Jika kita menelusuri buku-buku biografi, sejarah, dan hadits, kita akan menemukan sejumlah orang yang juga bernisbah atau bernama Al-Azhari. Misalnya nisbah kepada kakek-buyut yang bernama Al-Azhar, lalu anak cucunya dinisbahkan dengan Al-Azhari. Artinya, ketika menemukan nisbah tersebut dalam buku-buku ulama terdahulu, tidak serta merta menisbahkan bahwa si fulan adalah civitas akademika Al-Azhar.

Kembali ke pembahasan nisbah “Al-Azhari” dengan makna institusi Al-Azhar. Siapa yang memopulerkan nisbah Al-Azhari?

Dalam proses pencarian ke sejumlah sumber pustaka dan referensi yang ada, kita dapat mengerucutkan proses pencarian. Pertama, kita mengetahui bahwa Al-Azhar dilalui oleh banyak era: Al-Fathimiyyah, Al-Ayyubiyyah, Al-Mamalik, hingga era Republik Arab Mesir. Kedua, buku-buku biografi abad 11-12 Hijriah sudah sangat banyak menyebutkan nisbah Al-Azhari pada biografi para tokoh yang belajar di Al-Azhar. Artinya, dihitung dari kependudukan Dinasti Al-‘Utsmaniyyah di Mesir hingga hari ini, nisbah-nisbah tersebut sudah begitu masyhur, tanpa perlu menyebutkan satu per satu buku biografi seputar hal tersebut.

Bab Al-Muzayyinin di Masjid Al-Azhar tempo dulu.
Bab Al-Muzayyinin di Masjid Al-Azhar tempo dulu.

Selanjutnya, jika menilik buku-buku biografi para ulama Al-Azhar di era Al-Fathimiyyah hingga Al-Ayyubiyyah, belum ditemukan sejarawan yang menuliskan nisbah Al-Azhari kepada mereka yang belajar di Al-Azhar. Sejauh ini, setelah menelaah sejumlah buku biografi yang ditulis pada era Al-Mamalik, sejarawan Islam yang mengawali penggunaan nisbah “Al-Azhari” secara gamblang adalah Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (wafat 852 H). Tepatnya dalam dua bukunya: Inbā' Al-Ghumr bi Abnā' Al-‘Umr dan Ad-Durar Al-Kāminah fī A’yān Al-Mi'ah Ats-Tsāminah. Di sini, jika diketahui bahwa sosok yang ditulis pernah berada di Al-Azhar, maka ia akan menyebutkan hal tersebut. Meski tidak semua tokoh ia nisbahkan. Pun demikian, tanpa nisbah, sejumlah tokoh yang belajar di Al-Azhar ia paparkan bahwa “Ia belajar di Masjid Al-Azhar”.

Hal ini kemudian menjadi sebuah nisbah yang mulai populer di kalangan sejarawan selanjutnya, yang tak lain adalah murid dan juga murid dari muridnya. Mereka kemudian juga memopulerkan penggunaan nisbah “Al-Azhari” dalam buku-buku kamus biografinya. Sebut saja seperti Ibnu Taghri Birdi (wafat 874 H) dalam An-Nujūm Az-Zāhirah fī Mulūk Mishr wa Al-Qāhirah, Syamsuddin As-Sakhawi (wafat 902 H) dalam Adh-Dhau' Al-Lāmi’ li Ahli Al-Qarn At-Tāsi’, dan Abdulwahhab Asy-Sya’rani (wafat 973 H) dalam trilogi Thabaqāt-nya (Al-Kubrā, Al-Wusthā, dan Ash-Shughrā).

Melihat data ini—dengan tidak menafikan adanya orang lain yang akan menemukan sumber pustaka lebih lama dari buku biografi Ibnu Hajar Al-‘Asqalani—, dapat disimpulkan bahwa penggunaan nisbah Al-Azhari bagi civitas akademika Al-Azhar telah ada semenjak era Al-Mamalik. Jika dihitung hingga hari ini, nisbah tersebut telah digunakan setidaknya selama enam abad. Sekarang hanya tinggal bertanya, “Siapa yang berhak untuk diberi nisbah Al-Azhari?” Tabik.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik SEJARAH atau tulisan menarik Amirul Mukminin

Latest