Metode Pendidikan Al-Azhar dalam Risalah Sang Imam Akbar

Di tengah waktu yang padat dan di sela-sela kesibukannya dalam memimpin institusi sebesar Al-Azhar, Syekhul-Azhar Ahmad Ath-Thayyib menuliskan satu buah risalah penting mengenai metodologi Al-Azhar. Risalah itu berjudul Fi Al-Manhaj Al-Azhari (Tentang Metode Al-Azhar) yang telah diterbitkan oleh Al-Azhar dan Majlis Hukama Al-Muslimin, serta ikut mewarnai stan Al-Azhar di Bazar Buku Kairo setiap tahunnya. Risalah ini dipilih untuk diulas karena penulis rasa penting. Sebab, masih banyak yang awam mengenai Al-Azhar itu sendiri.

Risalah ini ditulis oleh sosok ulama besar yang memimpin Al-Azhar saat ini, yaitu Imam Akbar Syekhul-Azhar Prof. Dr. Ahmad Ath-Thayyib. Tentu, ke-Azhar-an beliau tak diragukan lagi. Rasanya saya tak perlu juga mengenalkan sosok karismatik, mahaguru Al-Azhar ini. Sosok ulama yang kontribusinya bagi umat muslim di dunia sudah tak diragukan lagi.

Untaian Qashidah untuk Syekh Ahmad Ath-Thayyib
Syekhul-Azhar Ahmad Ath-Thayyib merupa ayah bagi para pelajar asing di Al-Azhar, Mesir. Inilah sepilihan syair yang berupa qashidah untuk beliau.

Syekhul-Azhar yang lahir di Kota Luxor ini mempunyai banyak karya. Di antaranya Muqawwimat Al-Islam, Mauqif Abu Al-Barakat Al-Baghdadi, Nazharat fi Fikri Al-Imam Al-Asy'ari, Fi Musthalah Al-Kalami wa Ash-Shufi,  Hadits fi Al-'Ilal wa Al-Maqashid, Ahlus-Sunnah wa Al-Jama'ah, Al-Wilayah wa An-Nubuwwah, dan Fi Al-Manhaj Al-Azhari.

Risalah kecil yang akan saya bedah ini adalah catatan yang disusun dari ceramah Syekh Ahmad Ath-Thayyib di dua negara yang mayoritas penduduknya muslim. Buku ini terdiri dari dua sub judul, sub pertama saat ceramahnya di Kuwait (21/1/2016) dan sub kedua saat kunjungannya ke UIN Malang, Indonesia (25/1/2016).

Dalam bukunya ini, Syekhul-Azhar sangat piawai dalam mendeskripsikan Al-Azhar, baik secara fikrah maupun gerakannya. Ia mengatakan bahwa Al-Azhar hingga hari ini mengajarkan pendidikan Islam; akidah, syariat, dan akhlak seperti yang diinginkan oleh Allah SWT, yaitu menjadi rahmat, kedamaian, dan persaudaraan. Seperti yang telah disampaikan pula oleh Baginda Nabi SAW, yaitu sebagai petunjuk, cahaya, keadilan, dan kesetaraan antar manusia.

Rasulullah

Kumpulan tulisan dengan spirit kecintaan kepada Rasulullah SAW dapat teman-teman temukan

di sini

Al-Azhar, dalam metode pendidikannya, sejak dari awal telah menggunakan metodologi yang menjaga dan memperteguh akal dan hati para santrinya mengenai bentuk wajah Islam yang sebenarnya. Dengan menggabungkan naql (penguasaan nas), 'aql (pemahaman/akal yang jernih), dan dzauq (rasa).

Ilmu Nas adalah setiap ilmu yang berkembang dari ilmu-ilmu yang berhubungan dengan nas Al-Quran atau nas hadis-hadis Nabi yang sahih. Seperti Ilmu Tafsir dan Ulum Al-Quran, Hadis dan Ulum Al-Hadits, Ilmu Sirah, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, juga permasalah Akidah.

Adapun yang dimaksud Ilmu Akal adalah ilmu yang mana akal terlibat secara serius dalam menetapkan permasalahan dan problematikanya dengan perantara pengambilan dalil dari hasil pemikiran akal. Ilmu-ilmu tersebut seperti Ilmu Mantiq Aristoteles, Ilmu Kalam, Etika Al-Bahts wa Al-Munazharah.

Membaca Secara Mendalam dengan Adab Al-Muthala’ah
Khazanah Islam menyimpan sebuah disiplin ilmu tentang bagaimana membaca secara mendalam. Tulisan ini menyajikan secara ringkas Adab Al-Muthala’ah.

Sedangkan Ilmu Dzauq adalah ilmu tasawuf dengan segala pendidikan, rasa dan masyrab (sumber) yang beraneka macam. Ilmu tasawuf adalah ilmu yang bersandar pada hal-hal yang tiba kepada hati, percikan cahaya hati, dan menepi dalam ide manusia setelah membersihkan hati dan mempercantik diri. Dan ilmu akhlak erat kaitannya dengan ilmu tasawuf yang mana akhlak adalah pintu terhadap ilmu ini.

Al-Azhar dengan sistem pendidikannya adalah lembaga yang merepresentasikan pendidikan Islam yang moderat. Di ruang kelas, Al-Azhar mengajarkan para santrinya semenjak masih di usia dini tentang hak berdialog dan hak berbeda pendapat.

Di Al-Azhar, para santri diperbolehkan memilih satu mazhab dari berbagai macam mazhab fikih yang akan ia pelajari dan yang akan ia dalami. Para santri harus mempersiapkan pikiran mereka sedikit demi sedikit agar mampu menampung ilmu dari banyaknya mazhab dan pendapat-pendapat yang mereka pelajari, yang telah ia hasilkan dalam pengetahuannya. Dan sesungguhnya seluruh pendapat, meskipun terdapat banyak perbedaan di setiap mazhab, bisa diterima dan sahih. Dengan demikian, metode dialog ala Al-Azhar ini telah berhasil menjauhkan pemikiran tertutup pada santri. Metode belajar dan pengajaran di Al-Azhar sudah sejak dulu dibangun atas prinsip diskusi, pluralisme, saling menyempurnakan dan saling menerima pendapat.

Al-Azhar bukan hanya berperan dalam menanamkan prinsip-prinsip di ranah fikihnya saja melainkan juga telah menanamkan prinsip-prinsip tersebut dalam diri dan hati para talibnya. Keberagamannya bukan hanya dalam ranah pendidikan fikih saja, melainkan dalam bab ushuludin (pokok agama) dengan mengenal banyak paham keislaman. Terbentuklah murid-murid Al-Azhar yang punya karakter dan etika yang bisa menghorrmati orang lain. Al-Azhar adalah lembaga yang berperan penting dalam memerangi kejumudan dan fanatisme. Keduanya adalah sumber adanya perpecahan dan permusuhan di antara muslim hari ini.

Berkat didikan para syekh di Al-Azhar inilah, Mesir mampu mengumpulkan 4 mazhab tanpa saling rasis dan bisa beriringan tangan. Dari masyayikh Al-Azhar ini juga Mesir bisa menerima perbedaan pendapat, saling menghormati juga harmonis.

Benarkah Asy’ariah Terbelakang dan Membingungkan?
Sekilas mengenal Asy’ariyah yang sempat disebut terbelakang dan membingungkan oleh seorang dosen. Mazhab yang diugemi Al-Azhar Asy-Syarif, Kairo.

Dalam hal akidah, Al-Azhar sudah sejak dulu telah mengadopsi Mazhab Abu Al-Hasan Al-Asy'ari. Al-Azhar menggunakan mazhab Asy'ari dalam mengajarkan akidah Islam bagi para santri dan santriwati Al-Azhar yang telah mencapai 26.000 orang yang merupa duta dari 111 negara di dunia (data 2018)

Bukan tanpa alasan bahwa Al-Azhar memilih mazhab Imam Al-Asy'ari sebagai mazhab akidah. Menurut penuturan Imam Akbar, mazhab Al-Asy'ari adalah satu-satunya mazhab yang tidak menciptakan hal yang baru di dalam akidah Islam, yang tidak ada petunjuknya dari Nabi dan sahabat Nabi. Mazhab Al-Asy'ari hanya mempertegas rekaman atau menetapkan ajaran yang telah ada dan diyakini oleh Rasul, Sahabat, dan masa salaf yang awal.

Beliau juga mengatakan bahwa Mazhab Al-Asy'ari mampu mencabut kecondongan fanatisme dan pengkafiran mazhab hingga ke paling dasar bahkan akarnya. Mazhab Al-Asy'ari dianggap oleh Al-Azhar sebagai mazhab yang moderat yang bisa menyeimbangi antara akal dan nas dan juga sebagai mazhab yang memperluas umat ruang lingkup muslim, selagi ia meyakini dan mengamalkan rukun Islam yang lima.

Pengajaran akidah Al-Asy'ari di Al-Azhar sudah ditekankan semenjak santri Al-Azhar masih kelas permulaan (mubtadi'). Para santri Al-Azhar sudah hafal kaidah "Kita tidak mengkafirkan Ahli Kiblat". Walaupun ia berdosa menumpuk setinggi langit, maka ia tetap dihukum orang beriman. Salah satu keyakinan mazhab Al-Asy'ari adalah bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar tetaplah orang mukmin. Dan kalaupun ia meninggal, sedang ia tetap melakukan dosa besar (belum bertaubat) maka ia dipasrahkan seluruhnya kepada Allah. Jika Allah berkehendak untuk menyiksanya, maka tersiksalah dia. Namun, jika Allah berkehendak mengampuni atas dosa-dosanya, maka ia mendapatkan ampunan-Nya.

Para santri Al-Azhar telah menghafal bait dari nazam Jauharah At-Tauhid saat belajar tauhid di Al-Azhar.

Mahmud Abu Daqiqah, Ulama Kontemporer Pakar Akidah
Kitab karangannya masih menjadi diktat di Universitas Al-Azhar. Tulisan ini menceritakan riwayat hidup sang mualif nan alim, Mahmud Abu Daqiqah.

Mazhab yang dipilih Al-Azhar adalah mazhab yang sudah sangat tepat. Karena mengungkapkan tentang harapan manusia kepada Allah, harapan orang-orang yang bermaksiat dan umat secara umum atas ampunan dan rahmat Allah SWT. Walaupun orang tersebut melakukan dosa besar namun dalam hatinya ada rasa iman kepada Allah, Rasul, dan hari akhir, maka ia percaya dan meyakini bahwa Allah Dzat Yang Maha Menerima Taubat. Berbeda jika tertancap di dalam perasaannya bahwa orang yang telah melakukan dosa besar telah kufur sebab melakukan dosa besar, maka sedikit sekali yang selamat dan akan terpenuhi dalam hatinya rasa kesia-siaan dan putus asa dari kasih sayang Allah. Pada akhirnya orang tersebut terus menyempurnakan perjalanannya mengikuti jalan setannya, bahkan tetap di jalur kriminal dan kesesatan yang lebih parah lagi.

'Ala kulli hal, saya tutup tulisan ini dengan keyakinan bahwa Al-Azhar hingga sekarang dan sampai kiamat pun adalah lembaga pendidikan Islam yang layak untuk dijadikan rujukan. Benteng keislaman yang akan melahirkan manusia yang berpola pikir rahmatan lil'alamin. Semoga Allah menjaga Al-Azhar, ulama, dan santri-santrinya. Amin.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik TAKARIR atau tulisan menarik Irfan Rifqi Fauzi