Skip to content

Pendar Lampu Al-Azhar

Banyak talib dan ulama dahulu tinggal di serambi Al-Azhar. Menghabiskan malam-malamnya berteman pelita.

Banyak Mujawir (talib) yang tinggal di Masjid Al-Azhar tempo dulu menghabiskan waktu malamnya untuk kembali membaca kitab.

Sebelum pijar lampu listrik menjadi penerang, Al-Qanadil atau kandil-kandil adalah pelita yang digunakan di Masjid Al-Azhar. Dari banyak lampu, ada satu jenis pelita yang dikhususkan untuk belajar malam. Oleh khalayak di zamannya, lampu jenis itu dikenal dengan nama Sahharat.

Sahharat yang berbahan tembaga itu dilengkapi penutup dan penyangga yang memiliki panjang setengah lengan. Cahayanya berpendar menemani malam-malam Mujawir yang larut dalam belajar.

Abdurrahman Katkhuda, seorang amir di era Utsmani yang masyhur dengan banyaknya proyek bangunan fantastis di seantero Kairo adalah seorang yang tercatat mendermakan seluruh Sahharat yang ada. Ia juga mengalokasikan minyak sebanyak 2 uqiyah atau sekira 200 gram bagi setiap lampu Sahharat saban malam.

Ada kisah yang terbilang menarik tentang lampu belajar ini.

Tersebutlah seorang syekh di Al-Azhar bernama Muhammad al-Jabarti. Kakek moyang ke-6 sejarawan besar Mesir sahib kitab ‘Ajaib Al-Atsar fi At-Tarajim wa Al-Akhbar Abdurrahman Al-Jabarti.

Syekh Muhammad yang dikenal salih banyak menghabiskan waktu di Masjid Al-Azhar. Selain mengepalai riwaq (serambi/pondokan), Syekh Muhammad memang lebih memilih tinggal di Al-Azhar alih-alih bersama keluarganya di rumah. Dalam sepekan ia hanya barang sehari dua hari saja menginap di rumah bersama keluarganya.

Pada suatu malam di musim dingin, lampu-lampu di Al-Azhar padam. Syekh Muhammad yang hendak mutalaah akhirnya membangunkan seorang naqib (pengurus serambi) yang bertugas menyalakan lampu. Lumrahnya orang yang larut dalam tidur, petugas ini pun bangun menunaikan kewajibannya dengan hati yang jengkel. Ia lalu pergi mengambil kandil untuk menyalakan lampu-lampu lain yang padam.

Abdulqahir al-Jurjani, Sang Pelopor Paramasastra Arab
Riwayat hidup pelopor ilmu Balaghah. Sahib kitab Dalail al-I’jaz asal kota Jurjan.

Betapa terkejutnya petugas ini saat kembali ke riwaq dengan kandil di tangannya. Ia melihat dari kejauhan sudah ada cahaya di depan Syekh Muhammad. Ia lalu menutup kandil yang dibawa untuk memastikan apakah yang ia lihat benar cahaya dan dari mana sumbernya?

Ia melihat Syekh Muhammad sudah memulai mutalaah dengan kitab di tangan kiri, sementara ibu jari tangan kanannya berpendar. Seperti lilin yang bercahaya. Petugas lalu bergegas masuk ke riwaq dan cahaya itu begitu saja menghilang.

Syekh Muhammad lantas mengetahui bahwa naqib yang bertugas tadi sudah melihatnya. Beliau lalu menghukumnya atas tindakan tajassus atau mengintai. Beliau juga berpesan agar kejadian itu dirahasiakan. Dan tak lama setelah malam kejadian itu Syekh Muhammad wafat.

Pelita-pelita seperti kisah ini bisa saja sudah tiada lagi hari ini. Pijar lampu listrik sudah menerangi dunia. Yang patut kita renungkan sekarang adalah apakah api semangat mutalaah pada diri Mujawir hari-hari ini masih cukup untuk menyala di malam hari?


Baca juga artikel lain di rubrik BUDAYA atau tulisan menarik Mu'hid Rahman

Latest