Skip to content

Perjuangan Ulama Al-Azhar dalam Menyempurnakan Kitab Al-Majmu’ Karya Imam An-Nawawi

Kitab Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi begitu populer di dunia Islam. Inilah kisah perjuangan para ulama Al-Azhar dalam menerbitkan kitab fikih ini.

FOTO Salah satu manuskrip Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi.
FOTO Salah satu manuskrip Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi.

Kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab merupakan kitab fikih yang sangat populer di dunia Islam, terutama bagi kalangan pengikut Mazhab Syafi’i. Selain karena kredibilitas penulisnya, kitab ini juga merupakan representasi dari pandangan fikih sang penulis setelah kitab At-Tahqiq. Sehingga kitab ini menempati posisi depan dalam jajaran kitab fikih Mazhab Syafi’i.

Selain itu, Imam An-Nawawi (w. 676 H) dalam mukadimahnya mengatakan bahwa meski saya memberi nama kitab ini dengan Syarh Al-Muhadzdzab, tapi sebenarnya ia adalah syarah dari mazhab (Syafi’i). Bukan hanya itu, lanjut Imam An-Nawawi, bahkan ia adalah syarah dari seluruh mazhab ulama. Pernyataan Imam An-Nawawi ini tentu mengundang perhatian banyak ulama, bukan hanya dari kalangan Syafi’iyyah. Sehingga wajar jika dalam kitab Ma’lamah Al-Manahij Al-Azhariyyah, Syekhul-Azhar Ahmad Ath-Thayyib memasukkan kitab ini dalam kategori kitab fiqh muqaran (fikih perbandingan mazhab), bukan kitab fikih Syafi’i saja.

Kitab Al-Muhadzdzab sendiri ditulis oleh Syekh Abu Ishaq Asy-Syirazi (w. 476 H). Beliau mengambil materinya dari Syarh Mukhtashar Al-Muzani atau yang lazim disebut At-Ta’liqah Al-Kubra karya gurunya, Syekh Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari (w. 450 H). Sementara gurunya banyak mengambil dari Syekh Abu Hamid Al-Isfirayini (w. 406 H) pemuka aliran ‘Iraqiyyin dalam Mazhab Syafi’i. Syekh Al-Isfirayini merupakan guru dari Syekh Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari dan Syekh Al-Mawardi (w. 450 H), penulis Al-Hawi Al-Kabir Syarh Mukhtashar Al-Muzani.

Kitab Al-Muhadzdzab diberi syarah oleh banyak ulama, namun yang paling terkenal adalah Imam Syarafuddin Yahya An-Nawawi lewat kitab Al-Majmu’-nya. Namun, sebelum Imam An-Nawawi menyelesaikan syarahnya, beliau sudah dipanggil keharibaan Tuhannya. Tulisan Imam An-Nawawi baru sampai pertengahan Bab Ar-Riba.

Melihat sumber, metodologi, dan pemaparan Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’, banyak ulama yang terkagum-kagum dan merasa sedih ketika kitab tersebut belum berhasil rampung. Sehingga hal ini mengundang banyak ulama untuk mengikuti jejak Sang Imam, terutama dalam upaya untuk menyelesaikan karya besar yang belum sempat diselesaikannya. Anehnya, sejumlah ulama yang berusaha untuk menyempurnakan karya Sang Imam selalu kandas di tengah jalan. Hal ini oleh As-Sakhawi dalam kitab Al-Manhal Al-‘Adzbu Ar-Rawiy dianggap sebagai karamah Sang Imam.

Di antara ulama yang berusaha untuk menyempurnakan karya agung ini adalah Syekh Taqiyuddin As-Subki (w. 756 H). Beliau merupakan orang yang sangat nge-fans, mengidolakan, dan kagum kepada Imam An-Nawawi dan juga murid dari teman dekat Sang Imam, yaitu Syekh ‘Alauddin Al-Baji (w. 614 H). Namun Syekh As-Subki hanya berhasil meneruskan syarah tersebut sampai Bab At-Taflis.

Kemudian, usaha untuk menyempurnakan dilanjutkan oleh muridnya, yaitu Syekh Al-Hafizh Zainuddin Abdurrahim Al-‘Iraqi (w. 806 H), salah satu senior ulama Al-Azhar di zamannya. As-Sakhawi, dalam kitab Adh-Dhau’ Al-Lami’, menyebutkan bahwa Syekh Zainuddin Al-‘Iraqi berusaha melanjutkan Takmilah Al-Majmu’ karya gurunya, Syekh Taqiyuddin As-Subki. Namun lagi-lagi, beliau wafat duluan sebelum berhasil merampungkannya. Tidak ada keterangan sampai mana Al-‘Iraqi berhasil melanjutkan syarah tersebut.

Syekh Sirajuddin Al-Bulqini (w. 805 H), murid lain dari As-Subki yang juga pemuka ulama Al-Azhar, juga tercatat berusaha menyempurnakan syarah Al-Majmu’. Hanya saja beliau memulainya langsung dari pembahasan nikah. Berdasarkan informasi dari As-Sakhawi dalam kitab Al-Manhal Al-‘Adzb Ar-Rawiy, beliau berhasil menuliskan satu jilid dan memberinya nama Al-Yanbu’ fi Takmilah Al-Majmu’.

Biografi

Sepilihan riwayat hidup para tokoh dapat teman-teman temukan

di sini

Sebenarnya ada beberapa nama lagi yang berusaha menyempurnakan Al-Majmu’ disebutkan oleh As-Sakhawi. Mereka adalah Syekh ‘Imaduddin Ismail bin Khalifah bin ‘Abdulghalib Al-Husbani Ad-Dimasyqi (w. 778 H) beliau juga disebut berusaha menyempurnakan Al-Majmu’ oleh Imam Ibnu Hajar (w. 852 H), guru As-Sakhawi, Syekh Tajuddin As-Subki, Syekh Syihabuddin Ibnu An-Naqib, dan Syekh Waliyuddin Al-‘Iraqi (w. 826 H). Semuanya belum ada yang berhasil menyempurnakan Syarh Al-Muhadzdzab ini. Dari pemaparan ini, kita bisa melihat bagaimana kontribusi ulama Al-Azhar dalam berkhidmah terhadap kitab Al-Majmu’.

Terbitnya Kitab Al-Majmu’

Bukan hanya dalam masalah usaha menyempurnakan kitab Al-Majmu’, para ulama Al-Azhar juga mempunyai peranan dan kontribusi besar dalam terbitnya kitab tersebut. Sebab kitab ini berhasil terbit berkat usaha dan jerih payah ulama Al-Azhar. Sehingga untuk pertama kalinya, ia berhasil lahir kembali pada tahun 1344 H (1926 M) setelah berabad-abad berada dalam timbunan perpustakaan manuskrip yang tersebar di seluruh belahan dunia.

Adapun sejarah terbitnya kitab Al-Majmu’ berawal dari sebuah peristiwa yang dialami oleh Syekh Isa Mannun, salah satu pembesar ulama Al-Azhar (w. 1957 M). Suatu ketika, sebagaimana riwayat putranya, Syekh Muhammad Isa Mannun, beliau sedang duduk di toko kitab. Tiba-tiba ada penjual kitab keliling yang membawa manuskrip kitab. Syekh Isa Mannun pun tertarik untuk melihat kitab manuskrip yang dibawanya. Setelah diamati dengan saksama, ternyata isi kitabnya sangat bagus serta dihiasi dengan bahasa yang indah dan kuat. Merasa jatuh cinta dengan manuskrip tersebut, Sang Syekh akhirnya membelinya dan membawanya pulang dengan rasa gembira yang luar biasa. Lembar demi lembar beliau baca dengan cermat dan hati-hati. Beliau juga berusaha untuk mengurutkan halaman yang memang dari awal tidak beraturan.

Setelah berhasil mengurutkan manuskrip tersebut, akhirnya beliau mengetahui bahwa kitab yang dipegangnya adalah kitab Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi. Mengetahui hal ini, mata beliau berbinar-binar, meski kitab yang berada dalam kepemilikannya hanyalah pembahasan zakat. Akhirnya beliau menulis ulang kitab tersebut sehingga menjadi satu jilid kitab. Memang beliau dikenal sebagai pemilik tulisan tangan yang bagus.

Dengan cepat beliau memberitakan hal ini kepada para anggota Hai'ah Kibar Al-Ulama. Beliau sendiri saat itu menjabat sebagai Syaikh Riwaq Asy-Syawam (Kepala riwaq untuk santri asal Syam). Beliau juga mengusulkan agar kitab Al-Majmu’ diterbitkan, supaya manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak kalangan. Sebab sebelumnya hanya terdengar namanya saja, tapi wujudnya bak hilang ditelan bumi.

Pada awal bulan juni 1925 M, para senior ulama Al-Azhar mengadakan rapat untuk menjawab usulan Syekh Isa Mannun. Rapat inipun berbuah manis dengan adanya kata sepakat untuk menerbitkan kitab Al-Majmu’. Akhirnya para senior ulama Al-Azhar membentuk lajnah untuk menyiapkan edisi kritik (tahqiq) atas kitab tersebut. Langkah pertama yang ditempuh adalah mengumpulkan sebanyak mungkin manuskrip kitab Al-Majmu’ dari beberapa perpustakaan di penjuru dunia.

Adapun lajnah yang dibentuk dikepalai oleh Syekh Mahmud Ad-Dinari dan beranggotakan beberapa ulama sebagaimana berikut:  Syekh Isa Mannun, Syekh Muhammad Asy-Syafi’i Azh-Zhawahiri, Syekh Abdulmu’thi As-Saqqa, Syekh Muhammad Abdussalam Al-Qabbani, Syekh Muhammad Munir, dan Syekh Ali Abdullathif. Lajnah ini mulai bekerja pada akhir tahun 1343 H (26 Juni 1925). Karena banyaknya perbedaan naskah dan ada beberapa naskah yang tidak lengkap, akhirnya lajnah menyerahkan urusan penyelarasan dan tashih kepada Syekh Isa Mannun, karena beliau dianggap yang paling berkompeten di antara anggota lajnah yang lain.

Akhirnya, setahun kemudian, kitab Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi berhasil terbit untuk pertama kalinya dengan jumlah total 9 jilid. Selain lajnah yang telah disebut di atas, sejumlah ulama dan tokoh yang ikut berkontribusi dalam terbitnya kitab Al-Majmu’ , sebagaimana disebut oleh Syekh Muhammad Najib Al-Muthi’i, adalah sebagai berikut: Syekh Muhammad Mushthafa Al-Maraghi, Syekh Muhammad Al-Ahmadi Azh-Zhawahiri, Syekh Abdurrahman Qarra’ah, Syekh Mushthafa Abdurraziq, Syekh Ahmad Basya Taimur, Thal’at Harb, dan As-Sayyid Abdurrahman bin Syekh Al-Kaff.

Dengan terbitnya kitab Al-Majmu’ ini, akhirnya Takmilah-nya Syekh Taqiyuddin As-Subki kemudian juga ikut diterbitkan. Bahkan Syekh Isa Mannun sendiri sebenarnya juga menulis Takmilah sendiri. Menurut penuturan putranya, Syekh Isa Mannun telah menyelesaikan 100 kuras (bundel) tulisan. Setiap kuras berisi sekitar 40 halaman. Namun, kitab tulisan Syekh Isa Mannun sampai sekarang belum terbit. Adapun Takmilah yang berhasil menyempurnakan syarah kitab Al-Muhadzdzab sampai selesai dan berhasil terbit adalah Takmilah tulisan Syekh Muhammad Najib Al-Muthi’i. Hal ini merupakan lanjutan dari usaha dan kontribusi ulama Al-Azhar dalam menerbitkan kitab Al-Majmu’.

Kita tidak bisa membayangkan jika satu abad yang lalu kitab Al-Majmu’ tidak ditebitkan. Bisa jadi kita tidak akan pernah melihatnya lagi, meski namanya selalu terngiang di telinga. Semoga peran dan kontribusi para ulama Al-Azhar dalam menerbitkan kitab tersebut menjadi amal jariyah yang pahalanya selalu mengalir selama matahari masih terbit. Amin..


💡
Baca juga artikel lain di rubrik MOZAIK atau tulisan menarik Munawar Ahmad

Latest