Skip to content

Raihlah Ilmu Sampai ke Negeri Cina: Dari Nabi Muhammad sampai Guru Ip Man

Siapapun yang mendaku sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya ia menuntut ilmu. Renungan atas ungkapan masyhur agar meraih ilmu Sampai ke Cina.

FOTO Ilustrasi (Unsplash/mataqdarululum)
FOTO Ilustrasi (Unsplash/mataqdarululum)

Dalam rangka merayakan bulan mulia maulid, sudah seharusnya kita merenungkan kembali perjuangan dan akhlak luhur Nabi Muhammad SAW. Walaupun dalam meneladan Nabi Muhammad tak hanya terbatas pada bulan maulid saja, melainkan dalam setiap waktu, dalam setiap embusan nafas kita. Dari sekian banyak perkataan, akhlak mulia, atau hadits Rasulullah SAW, ada salah satu sabda beliau yang selalu saya ingat sejak kecil ketika saya masih menjadi santri “kalong” sampai hari ini: “Raihlah ilmu sampai ke Negeri Cina.”

Terlepas dari status kebenaran atas hadits tersebut, saya kira hadits ini tetap layak untuk dijadikan pegangan, dan bisa jadi memiliki validitasnya. Alasannya sederhana, mengapa hadits ini menjadi penting bagi kita, terutama dalam perayaan maulid Nabi ini, karena menuntut ilmu adalah kewajiban bagi seorang muslim. Siapapun yang mendaku atau mengklaim dirinya sebagai seorang muslim, maka sudah sepatutnya ia harus mau menuntut ilmu, bahkan sejauh mungkin sampai ke Negeri Cina. Kewajiban dalam menuntut ilmu ini bagi seorang muslim diperkuat pula oleh hadits Nabi Muhammad SAW lainnya salah satunya, yakni siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.

Mungkin persoalannya di sini adalah mengapa mesti Cina dan bukan yang lainnya seperti Yunani atau Mesir yang pada zaman Nabi Muhammad SAW memang berada di puncak kejayaan dan puncak peradaban pada masa itu? Ilmu seperti apakah yang dimaksud oleh Baginda Nabi Muhammad SAW sehingga disarankan untuk melancong jauh ke Negeri Cina? Tentu, tak ada penjelasan lebih lanjut dan memadai perihal ini.

Namun, setidaknya, kita dapat memahami hadits tersebut bukan hanya sebagai metafor saja, melainkan sebagai sebuah anjuran yang sangat baik bagi setiap muslim agar senantiasa mencari ilmu, agar selalu mau belajar terus-menerus, bahkan sejauh mungkin, sedalam mungkin. Islam adalah agama ilmu maka tak mengherankan jika banyak perkataan Nabi tentang pentingnya mencari ilmu. Selain itu, bisa jadi hadits tersebut merupakan suatu isyarat bahwa agama Islam akan mencapai Negeri Cina. Apabila kita melihat kondisi hari ini siapa pula yang menyangka jika akhirnya Cina menjadi negara Asia yang dapat menyaingi negara adidaya Amerika dalam hal ekonomi-politik dan bahkan siapa yang menyangka jika Cina menjadi salah satu negara terdepan dalam hal teknologi, terlepas dengan berbagai dampak buruk yang ditimbulkan bagi kehidupan manusia dan alam.

Pada zaman baginda Nabi Muhammad SAW, Cina berada dalam kekuasaan Dinasti Tang (618-906). Menurut Mi Shoujiang dan You Jia, dalam buku Islam In China, bahwa pada masa itu para kaisar dari Dinasti Tang gemar sekali membangun relasi dagang dengan berbagai pihak, terutama Persia dan Arab. Hal ini terus berlanjut sampai setelah Rasulullah SAW wafat. Kemudian setelah meninggalnya Kaisar Dezong (805), mulai meletusnya pemberontakan An-Shi pada (755-766) yang mengancam kejayaan dan keamanan Dinasti Tang. Kudeta ini dipimpin oleh jendral An Lushan yang ingin menduduki singgasana kekaisaran di Cina.

Tapi, Kaisar Zongyun yang berkuasa pada saat itu meminta bantuan kepada umat muslim, di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Melalui bantuan pasukan Dinasti Abbasiyah, pemberontakan An-Shi dapat ditumbangkan. Sejak saat itulah relasi antara Cina di bawah kekuasaan Dinasti Tang dengan umat muslim di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah semakin membaik. Peristiwa ini pun menjadi momentum bagi kaum muslimin untuk berdakwah, memperkenalkan agamanya sebagaimana yang diajarkan oleh baginda Nabi SAW. Sampai akhirnya, orang-orang Cina di wilayah Barat laut mulai mengenal Islam.

Di samping itu, Cina pun memiliki kebijaksanaan yang sedikit banyak sesuai dengan ajaran Islam, atau tak bertentangan dengan nilai-nilai pokok dan kebijaksanaan dalam agama Islam. Melalui ajaran Konfusius, Tao, atau Buddhis, Cina bisa dijadikan alternatif lain untuk mempelajari kebijaksaan hidup. Salah satu contoh kebijaksanaan yang bisa direguk dari Negeri Cina, misalnya, dalam ajaran Konfusius yang memiliki nilai-nilai etis tentang hidup yang mengutamakan kedamaian dan keseimbangan, kejujuran dan kesederhanaan, kerendahan hati dan keberanian. Hal ini saya temukan kembali ketika melihat film biografi dari Master Win Chun, yang menjadi guru Bruce Lee, yakni Ip Man, selain dari beberapa buku yang saya baca seperti tentang Taoisme atau Lao Tzu dan Konfusius.

Rasulullah

Kumpulan tulisan dengan spirit kecintaan kepada Rasulullah SAW dapat teman-teman temukan

di sini

Memang terlampau terlambat untuk membahas serial film Ip Man ini yang dirilis pada tahun 2008 silam. Tapi, saya kira, film ini masih tetap mengesankan untuk ditonton berulangkali dan tetap relevan untuk dibicarakan di zaman ini, baik dari sosok utama dalam film, peristiwa dari film ini, atau perihal makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Di atas semua itu, inti gagasan yang hendak saya kemukakan melalui film ini—tentu dengan berbagai keterbatasannya—adalah tentang kesamaan atau titik temu antara nilai-nilai kebijaksanaan dalam Islam dan kebijaksanaan di Cina dalam momentum bulan mulia Maulid Nabi.

Tujuannya agar kita bisa saling mengenal satu sama lain, memiliki keterbukaan dalam semangat mencari ilmu, dan akhirnya mampu saling menghargai satu sama lain demi terciptanya suatu kerukunan atau perdamaian. Sebagaimana perintah Allah dalam Al-Quran pada Surah Al-Hujurat ayat 13: “Telah Allah ciptakan manusia dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar dapat saling mengenal.”

Syahdan, film ini saya tonton dalam tiga seri dengan sekali duduk. Seri pertama, Ip Man (2008), menceritakan tentang kehidupan Guru Ip Man di Foshan, sebuah wilayah yang dikenal sebagai pusat bela diri Cina, dengan latar belakang sejarah Cina saat sebelum dan sesudah dijajah oleh Jepang. Di seri pertama film Ip Man ini, kita disuguhi pemandangan yang menakjubkan sekaligus memilukan. Bagaimana tidak, melihat karakter dari tokoh Guru Ip Man yang sangat sederhana, sabar, tenang, pemaaf, rendah hati, dan pemberani, membuat siapa yang melihatnya akan dibuat kagum. Bayangkan itu baru melihat sosok seorang guru Ip Man, apalagi menyaksikan manusia sempurna di dunia ini, yakni baginda Nabi Muhammad SAW.

Sementara lanskap yang memilukan adalah saat menyaksikan kebrutalan fasisme Jepang di Cina yang membuat sebagian warga Cina kelaparan, sebagaimana hal tersebut dilakukan pula oleh pasukan tentara Jepang di tanah air Indonesia. Rakyat Cina di bawah pendudukan Jepang harus mau melakukan kerja paksa tanpa memandang bulu atau usia, tak terkecuali Guru Ip Man. Sang guru pun ikut melakukan kerja rodi demi bertahan hidup bersama anak istrinya. Hingga suatu peristiwa terjadi yang memaksa Guru Ip Man untuk membela diri dan tanah airnya. Ia pun rela di penjara dan dipaksa untuk mengalah kepada jenderal Jepang dalam suatu pertarungan bela diri yang rutin dilakukan oleh tentara Jepang.

Namun, dalam kondisi yang paling gelap sekalipun, Guru Ip Man tetap teguh dengan pendiriannya. Ia menolak untuk menyerah begitu saja kepada jenderal Jepang dan tetap bersikukuh untuk bertarung demi membela tanah airnya. Bahkan Guru Ip Man pun menolak pemberian makan dari tentara Jepang karena menurutnya makanan itu dirampas dari tanah airnya dan sudah seharusnya menjadi hak rakyat Cina. Adegan ini sangat menggetarkan sekaligus mengingatkan saya dengan kisah Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari saat ditangkap oleh tantara Jepang. Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari pun menolak untuk tunduk kepada rezim Jepang, dan justru menyerukan Hubbul Wathon Minal Iman. Aksi heroik dari kedua tokoh mengaggumkan itu pada akhirnya membangkitkan semangat rakyat Cina dan juga Indonesia untuk melawan kekejaman tentara Jepang.

Selang beberapa tahun kemudian, setelah Jepang kalah dalam perang dunia dua, Guru Ip Man menjadi orang nomor satu dalam seni bela diri di Cina. Akan tetapi, semua itu tak menjadikannya seorang yang angkuh, melainkan tetap berendah hati dan gemar membantu kalangan lemah. Sikap yang tercermin dalam diri Guru Ip Man inilah yang telah jauh diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW.  Dalam konteks ini, tak ayal jika Nabi menganjurkan untuk mencari ilmu ke Negeri Cina, karena di sana tumbuh berbagai kebijaksanaan hidup yang sedikit banyak sesuai dengan nilai-nilai kebijaksanaan dalam Islam. Lebih jauh lagi, mungkin tak hanya Cina, kita pun bisa belajar dari berbagai kebudayaan atau ajaran kebijaksanaan di negri-negri lain seperti Yunani misalnya, selama ajaran kebijaksanaan itu tak bertengangan dengan nilai-nilai mendasar dalam Islam.

Karena itu, sekali lagi, sebagaimana yang diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW bahwa mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim. Ilmu adalah cahaya penerang, jika seseorang tak pernah mau bersusah payah untuk mencari ilmu, terutama ilmu agama, maka bersiaplah ia untuk berjalan dalam kegelapan selamanya. Wallahua’lam bisshawab.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik OPINI atau tulisan menarik Dedi Sahara

Latest