Syekh Muhammad Syakir, Alim Besar di Al-Azhar

Beliau bernama lengkap Muhammad bin Ahmad bin Abdulqadir bin Abdulwarits, dari keluarga Abu ‘Ullaya, keluarga terkenal keturunan Baginda Nabi Muhammad SAW di daerah bagian selatan, Sha’id Mesir, tepatnya di Jirja. Jirja sendiri terletak di sebelah barat Sungai Nil, 500 km dari Kota Kairo. Sekarang Jirja menjadi salah satu kota administratif di Provinsi Suhaj, Mesir.

Beliau bernisbat Al-Jirjawi, Al-Husaini, Al-Hanafi, Al-Khalwati, dan Al-Azhari. Al-Jirjawi adalah nisbat kepada daerah kelahirannya, Jirja. Al-Husaini kepada anak cucu Imam Al-Husain bin Sayidina Ali. Al-Hanafi kepada mazhab Imam Abu Hanifah. Al-Khalwati kepada Tarekat Al-Khalwatiyyah. Al-Azhari kepada Al-Azhar tempat ia belajar.

Membumikan Tasawuf di Era Digital
Tasawuf hari ini belum merambah sektor dakwah Islam dan masyarakat secara luas. Hal itu karena dakwah Islam masih dikuasai nuansa Fikih-Oriented.

Pertumbuhan

Syekh Muhammad Syakir dilahirkan di Jirja pada hari Sabtu, 15 Syawal 1282 H (2 Maret 1866 M). Di sana, ia tumbuh dan belajar membaca Al-Quran di salah satu kuttab di desanya serta menghafalkannya. Selain Al-Quran, ia juga belajar membaca dan menulis yang kemudian dilanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu dasar. Di desa ini, ia belajar kepada Syekh Abdullah bin Muhammad As-Suyuthi, Syekh Khalil bin Ridhwan Al-Mishri, dan Syekh Hijazi bin Muhammad Al-‘Anani Al-Hanafi.

Ke Kota Kairo

Setelah menempuh pendidikan dasar di kampung halamannya, Muhammad Syakir muda melanjutkan pembelajarannya di Al-Azhar, Kairo, pada tahun 1296 H (1879 M), di umurnya yang telah memasuki 14 tahun. Di Al-Azhar, ia belajar kepada para pembesar ulama, seperti Syekh Muhammad Al-‘Abbasi Al-Mahdi (Syekhul-Azhar dan Mufti Agung Mesir), Syekh Muhammad Abduh (Mufti Agung Mesir), Syekh Hasan Ath-Thawil, Syekh Harun Abdurraziq (yang kelak menjadi mertuanya), Syekh Muhammad Al-Buhairi, Syekh Ahmad Abu Khuthwah, Syekh Muhammad Al-Maghribi, Syekh Ahmad Ad-Darastawi Asy-Syami, dan lainnya.

Profesi

Syekh Muhammad Syakir merupakan sosok yang diberkahi dengan kepandaian dan kecerdasan. Selain itu, beliau juga seorang aktivis nan terpercaya di kalangan orang-orang sekelilingnya. Hal ini bisa dilihat dari berbagai profesi yang pernah beliau emban. Jikalau diruntut sesuai dengan urutan tahun, maka urutan profesi beliau adalah sebagai berikut:

1.     Amin Al-Fatwa Mesir (1307 H)

Ketika Syekh Muhammad Al-Banna pindah ke Kementerian Hukum dan Syekh Muhammad Al-‘Abbasi Al-Mahdi kembali menjadi Mufti Agung Mesir, Syekh Al-‘Abbasi tidak ingin Syekh Muhammad Al-Banna yang menjadi sekretaris fatwanya sehingga jabatan tersebut kosong selama hampir satu tahun. Hingga pada tanggal 15 Rajab 1307 H (6 Maret 1890 M), di umur 25 tahun, Syekh Muhammad Syakir dilantik menjadi Amin Al-Fatwa (pemangku fatwa) Mesir di masa gurunya, Syekh Muhammad Al-’Abbasi Al-Mahdi. Saat itu, beliau masih seorang pelajar dan belum mendapatkan Syahadah Al-‘Alimiyyah. Beliau mengemban amanah tersebut hingga Syekh Al-‘Abbasi sakit lumpuh dan digantikan oleh Syekh Muhammad Al-Banna sebagai pelaksana tugas. Dengan pergantian terebut, maka berakhir pulalah masa jabatannya.

2.     Wakil Pengadilan Agama Provinsi Al-Qalyubiyyah (1311 H)

Setelah meninggalkan jabatan sekretaris, beliau pun tak mengemban jabatan apapun. Karenanya, beliau kemudian kembali belajar di Al-Azhar. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Karena kepiawaiannya ketika menjadi sekretaris fatwa dulu, tak sampai dua bulan beliau di Al-Azhar, para tokoh negara kembali melantiknya sebagai Wakil Pengadilan Agama di Provinsi Al-Qalyubiyyah pada 7 Syakban 1311 H (13 Februari 1894 M), tepatnya di umur 29. Beliau menjabat selama enam tahun tanpa ada kenaikan jabatan. Bisa jadi hal ini karena beliau tidak memiliki syahadah dari hasil belajar.

3.     Qadhi Al-Qudhat di Sudan (1317 H)

Ketika Syekh Muhammad Abduh menjadi mufti agung Mesir saat itu, ia memberi mandat kepada Syekh Muhammad Syakir untuk menjadi Qadhi Al-Qudhat (jabatan kadi agung) di Sudan. Beliau dilantik pada tanggal 10 Zulkaidah 1317 H (11 Maret 1900 M) di umur 35 tahun. Beliau menjabat di sana selama empat tahun.

4.     Syekh 'Ulama Al-Iskandariyyah (1322 H)

Ketika Masjid Syekh Ibrahim Basya di kawasan Al-Mansyiyyah, Al-Iskandariyyah, Mesir tidak ingin dikelola sebagai ma’had (madrasah diniah) di bawah naungan Al-Azhar, bahkan sampai kedatangan Syekhul-Azhar Salim Al-Bisyri dan Mufti Agung Muhammad Abduh datang ke kota itu juga tidak mempan melobi, akhirnya Al-Azhar mendirikan ma’had tersendiri di sana. Dengan dana besar dari Khedive Abbas Hilmi II, ma’had pun dibangun dan pada 15 Muharam 1322 H (2 April 1904 M), di umur yang ke-40, Syekh Muhammad Syakir menjadi pimpinan para ulama kota itu, yakni Syekh 'Ulama Al-Iskandariyyah. Beliau memilih beberapa ulama Al-Azhar untuk membantunya dalam mengemban amanah tersebut, seperti Syekh Abdulmajid Asy-Syadzuli, Syekh Abdullah Diraz, Syekh Abdulhadi Makhluf, dan Syekh Ibrahim Al-Jibali.

5.     Naib Syekhul-Azhar (1324 H)

Pada tahun 1324 H (1906 M), rencananya beliau akan dimandatkan sebagai Wakilul-Azhar, tepatnya ketika Syekhul-Azhar Abdurrahman Asy-Syirbini mengundurkan diri. Karena umurnya masih 42 tahun, rencana pelantikan menjadi perbincangan para alim-ulama. Banyak pro-kontra bermunculan, baik unjuk rasa maupun berbentuk tulisan. Hingga akhirnya beliau diangkat sebagai naib syekhul-azhar. Setelah polemik itu, jabatan Wakilul-Azhar dimandatkan kepada Syekh Muhammad Abu Al-Fadhl Al-Jizawi. Syekh Muhammad Syakir menjabat naib selama empat tahun di samping profesinya sebagai Syekh 'Ulama Al-Iskandariyyah.

6.     Wakilul-Azhar (1327 H)

Setelah Syekh Muhammad Abu Al-Fadhl resmi menjadi Syekh 'Ulama Al-Iskandariyyah, Syekh Muhammad Syakir dilantik menjadi Wakilul-Azhar dan direktur umum ma’had Al-Azhar seluruhnya, tepatnya pada tanggal 9 Rabiulakhir 1327 H (29 April 1909 M) di umur 45 tahun,.

7.     Anggota Haiah Kibar 'Ulama Al-Azhar (1329 H)

Pada tahun 1329 H (1911 M), tahun di saat Haiah Kibar diresmikan untuk pertama kalinya, beliau dilantik menjadi salah satu anggota Haiah Kibar 'Ulama Al-Azhar periode awal. Ketika itu beliau berumur 47 tahun dan menjabat keanggotaan itu selama 29 tahun hingga akhir hayatnya.

Karangan dan Tahkikan

Dalam kitab Al-Ifta Al-Mishri disebutkan bahwa Syekh Muhammad Syakir tidak memiliki karangan, kecuali hanya sejumlah artikel dan riset di beberapa surat kabar. Namun, hal ini kurang tepat. Meskipun dalam banyak kesempatan, karangan beliau dimuat di surat kabar dan majalah hingga kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku. Beliau mempunyai beberapa karya tulisan, antara lain:

-       Al-Idhah Syarh Isaghuji (ilmu mantik)

-       Ad-Durus Al-Awwaliyyah fi As-Sirah An-Nabawiyyah (sirah Nabi)

-       Ad-Durus Al-Awwaliyyah fi Al-‘Aqidah Ad-Diniyyah (ilmu tauhid)

-       Ad-Durus Al-Awwaliyyah fi Al-Akhlaq Al-Mardhiyyah (adab penuntut ilmu)

-       Khalashah Al-Imla (kaidah penulisan Arab)

-       Al-Qaul Al-Fashl fi Tarjamah Al-Quran Al-Karim (seputar hukum menerjemahkan Al-Quran)

-       Min Al-Himayah ila As-Siyadah.

-       Edisi teks (tahqiq) kitab Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid.

Keluarga

Dalam hidupnya, Syekh Muhammad Syakir menikah dengan Sayidah Asma, putri Syekh Harun bin Abdurraziq Al-Banjawi (anggota Dewan Senior Ulama Al-Azhar), saudari Syekh Muhammad Harun (Qadhi Al-Qudhat di Sudan setelah Syekh Muhammad Syakir), dan bibi daripada Syekh Abdussalam Muhammad Harun (muhaqqiq terkenal Mesir dalam bidang bahasa dan sastra Arab).

Hukum Nikah Siri dan Tajdid Nikah
Pernikahan pesohor Lesti Kejora dan Rizky Billar berujung ancaman pelaporan. Bagaimana sebaiknya kita menyikapi nikah siri & akad dua kali ini?

Dari pernikahan dua keluarga alim tersebut, beliau dikaruniai lima orang anak laki-laki dan tiga anak perempuan, yang juga menjadi para pembesar ulama Al-Azhar setelahnya, yaitu:

-       Abu Al-Asybal Ahmad Muhammad Syakir (ulama besar Al-Azhar dalam bidang hadis), yang memiliki 8 anak; Kautsar, Muhammad Usamah, Tamadhur, Rabab, Ni’matullah, Fathimah Az-Zahra, Mahmud, dan Su’ud.

-       Abu Turab Ali Muhammad Syakir (penyair dan muhaqqiq), yang memiliki 4 anak; Muhammad, Abdurrahman, Zuhair, dan Zainab.

-       Shafiyyah Muhammad Syakir, yang memiliki 6 anak; Iqbal, Muhammad Wahiduddin, Mushthafa, Fathimah, Fauqiyyah, dan Faizah.

-       Muhammad Muhammad Syakir, yang memiliki 4 anak; Ibrahim, Bilqis, Ahmad, dan Muhammad.

-       Fathimah Muhammad Syakir, yang memiliki 3 anak; Ahmad, Mahmud, dan Alfat.

-       Ibrahim Muhammad Syakir, wafat ketika masih kecil.

-       Abu Fihr Mahmud Muhammad Syakir (ulama besar Al-Azhar dalam bidang adab dan sastra Arab), yang memiliki 2 anak; Fihr dan Zulfa.

-       Azizah Muhammad Syakir, yang memiliki 1 anak; Hani.

Dalam Al-Ifta Al-Mishri disebutkan bahwa Syekh Muhammad Syakir pernah menikah dua kali. Pertama dengan anak perempuan Syekh Harun Abdurraziq yang beliau nikahi ketika masih menjadi Amin Al-Fatwa. Kedua dengan Fathimah binti Syekh Abdullah Al-Qashiri, meskipun tidak terdapat data mengenai kapan pernikahan tersebut berlangsung. Yang pasti, beliau menceraikannya pada tanggal 25 Zulhijah 1347 H (7 Juni 1929 M).

Akhir Hayat

Di sisa umurnya yang telah menginjak 76 tahun menurut hitungan kalender Hijriah, Syekh Muhammad Syakir banyak berdiam diri di rumah sebab kelumpuhan yang dialaminya selama 8 tahun terakhir semenjak umur 68 tahun. Hingga akhirnya beliau dipanggil menemui Sang Khalik pada pukul 8 pagi hari Kamis, 11 Jumadilawal 1358 H (29 Juni 1939 M).

Dari sejumlah sumber, dikatakan bahwa beliau dimakamkan di Kairo. Meskipun informasi seputar posisi makam sosok besar satu ini sangatlah minim. Bahkan tak hanya beliau saja, tidak banyak pula yang mengetahui di mana makam anak-anaknya yang juga menjadi para pembesar ulama Al-Azhar dan mewarnai intelektual masyarakat Mesir hingga hari ini.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik BIOGRAFI atau tulisan menarik Amirul Mukminin