Skip to content

Benarkah Islam Ajarkan Terorisme dan Radikalisme?

Guru besar Al-Azhar alim filsafat ini menjawab persoalan keislaman melalui banyak karangan. Al-Muslimun fi Muftaraq Ath-Thuruq ini salah satunya.

FOTO Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq dan (insert) buku karangannya. (Al-Azhar)
FOTO Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq dan (insert) buku karangannya. (Al-Azhar)

Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq adalah salah seorang ulama, penulis, dan spesialis bidang Akidah dan Filsafat. Beliau mempunyai banyak karya tulis, baik berbentuk buku, jurnal, ataupun kolom bulanan yang mewarnai Majalah Al-Azhar di hampir setiap edisinya. Tak ayal, banyak karya-karyanya yang mencoba menjawab problematika umat Nabi Muhammad SAW di dunia Islam masa kini. Salah satu karyanya yaitu buku yang diulas kali ini, Al-Muslimun fi Muftaraq Ath-Thuruq (Umat Muslim di Persimpangan Jalan).

Dalam buku ini, Almaghfurlah Prof. Zaqzuq membagi pembahasan menjadi tiga bagian. Subtema bagian pertama di buku ini berjudul Umat Muslim dan Problematika Peradaban. Ia meyakini bahwa Problematika peradaban ini dianggap sebagai problem pertama di dunia Post-Modern ini. Kemudian, pada bagian kedua, beliau menjelaskan Al-Mafahim Al-Maghluthah atau Pemahaman yang Disalah-pahami, bahasan utamanya adalah yang mempengaruhi perjalanan beragama yang ada di dunia Islam kita. Dan pada bagian terakhir guru besar filsafat ini menulis subtema seputar umat muslim di alam semesta yang beragam ini. Dalam pembahasan ini, ia membahas mengenai posisi Islam terkait globalisasi dan dialog keagamaan (hiwar al-adyan).

Menyoal Antroposentrisme dan Islam
Antroposentrisme dipandang sebagai biang keladi rusaknya lingkungan hidup. Cara pandang ekosentris pun ditawarkan. Lantas di manakah posisi Islam?

Tentu, tema-tema dalam buku ini amat sayang jika dilewatkan, karena semuanya menarik untuk dikaji dan dianalisa oleh mahasiswa muslim zaman ini. Namun, pada ulasan buku kali ini, penulis akan mengambil fokus pada salah satu pembahasan favorit, yakni mengenai Islam dan radikalisme. Bagaimana tanggapan Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq mengenai Islam yang dituding sebagai agama radikalisme, teror, dan kekerasan?

Di dalam buku terbitan Majlis Hukama Al-Muslimin ini, Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq mengkhususkan sebuah pembahasan, yakni tentang isu yang sering digaungkan oleh para musuh Islam, "Islam dan Terorisme". Tulisannya ini pernah dimuat sebelumnya di koran Akhbar Al-Yaum pada tanggal 2/12/2006. Dalam tulisannya ini, penulis melihat bahwa isu radikalisme yang dinisbatkan ke umat muslim perlu pembacaan serius, benarkah Islam agama teror? Dan tulisan Almaghfurlah Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq menjawab problem ini.  Tentu, tulisan beliau ini tidak lahir dari ruang kosong. Beliau berangkat dari kekhawatirannya atas umat muslim hari ini yang latah. Mereka yang bukan ahli dalam bidang ilmu agama berbicara urusan agama. Persis, seperti yang terjadi di negeri kita Indonesia. Beliau mengatakan bahwa wabah virus yang cepat menyebar dan berbahaya di masa kita ini adalah memperdalam mengenai urusan agama namun tidak ada dasar landasan kuat ilmu agama atau pemahaman agama yang komprehensif.

Menurutnya, pada masa ini ada sebagian orang yang membaca buku atau hanya mempelajari beberapa fasal saja dalam buku tentang permasalahan ilmu agama. Mereka hanya menghapal beberapa bagian dari ayat Al-Quran, sebagian hadis Nabi, lalu ia berani untuk berfatwa mengenai agama.

Membaca Secara Mendalam dengan Adab Al-Muthala’ah
Khazanah Islam menyimpan sebuah disiplin ilmu tentang bagaimana membaca secara mendalam. Tulisan ini menyajikan secara ringkas Adab Al-Muthala’ah.

Prof. Mahmud Hamdi Zaqzuq bahkan pernah mendengar secara langsung dari kalangan mereka yang mengatakan kenapa kita harus malu ketika Islam dinisbatkan sebagai agama radikalisme? Toh, Islam sendiri berbicara mengenai radikalisme, bahkan diwajibkan untuk bersiap-siap memerangi musuh-musuh?

Tentu, pernyataan ini membuat ulama besar Al-Azhar, mantan menteri wakaf itu mempertanyakan pernyataan mereka. Radikalisme ala Islam yang mana yang dituduhkan oleh mereka?

Menurut Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq, Al-Quran berbicara mengenai keharusan mempersiapkan diri untuk memerangi musuh itu adalah hanya sebatas penjagaan diri. Hal ini tentu telah diaplikasikan di setiap negara di zaman dulu hingga hari ini. Pemerintah mempunyai para tentara yang menjaga keamanan negaranya di sepanjang masa.

Allah berfirman di dalam Surah Al-Anfal ayat 60:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ

Artinya: Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian.

Dalam ayat ini, jika ditinjau dengan pendekatan bahasa, Prof. Zaqzuq mengatakan bahwa fi'il kata Rahiba semakna dengan Khafa (takut). Maka, makna ترهبون به عدو الله وعدوكم  sama dengan تخوفون به عدو الله وعدوكم

Artinya menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian

Al-Quran

Kumpulan tulisan dengan kata kunci Al-Quran dan cabang ilmunya bisa teman-teman temukan

di sini

Makna kata "Irhab" yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah memusuhi seseorang dengan semena-mena atau semaunya. Tetapi maksud Irhab di sini adalah sarana untuk menggentarkan. Yaitu tujuannya untuk menghalang-halangi atau mencegah musuh-musuh Islam. Atau dengan makna lain, Irhab dalam ayat ini bermakna mengambil cara penjagaan atau kehati-hatian untuk menjamin perlindungan keamanan melawan musuh yang datang dari pihak manapun.

Hari ini, orientasi makna Irhab berubah.  Yang awalnya suatu penjagaan, kini menjadi makna meneror, membunuh, memorak-porandakan, dan memusuhi orang-orang yang aman lagi tenang, yang terjadi secara nyata di dunia kita. Padahal, apabila kita telitimelihat ayat setelahnya dan ayat sebelumnya, di sana justru membicarakan mengenai kedamaian dan ketenangan.

وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا

Artinya: Tetapi jika mereka condong kepada perdamaian, maka terimalah. (Surah Al-Anfal ayat 61)

Maksudnya, jika musuh-musuh kalian condong kepada perdamaian, maka terimalah perdamaian mereka itu. Hal ini yang telah dilakukan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW di saat Perdamaian Hudaibiyyah dan lainnya. Tidak ada dalam Islam kecondongan kepada perang kecuali ketika diharuskan baginya.

Profesor dalam bidang filsafat ini menyatakan bahwa Islam adalah agama yang tidak menerima secara mutlak meneror atau aksi teror kepada orang-orang yang aman, memusuhi orang yang berlepas diri dan orang-orang yang tenteram dan damai. Islam sendiri adalah agama yang jelas-jelas telah mengokohkan  penjagaan atas jiwa manusia dan dianggap sebagai salah satu tujuan pokok syariat Islam (Maqhasid Asy-Syari'ah). Bahkan dalam agama Islam, seseorang membunuh satu jiwa manusia sama halnya seperti membunuh seluruh manusia.

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا

Artinya: Barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. (Surah Al-Maidah ayat 32)

Mewaspadai Hijrah Salah Arah
Banyak pelaku hijrah yang lantas keluar dari pekerjaannya usai menuruti doktrin panutan. Lalu, bagaimana sebenarnya ulama memaknai hijrah?

Maka, dengan demikian, Islam jelas-jelas menolak segala bentuk dan macam radikalisme dengan penolakan yang sangat tegas. Radikal adalah musuh bersama. Mereka adalah orang-orang yang telah melampaui batas. Sedangkan Allah tidak mencintai orang-orang yang telah melampaui batas. Dalam ayat yang terdapat izin untuk menindak balasan terhadap musuh, Al-Quran memperteguh argumentasi atas itu dengan jelas dalam ayatnya yang berbunyi:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Artinya: Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Surah Al-Baqarah ayat 190)

Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq pun mempertegas bahwa menisbatkan radikalisme kepada agama Islam atau menyifati radikalisme berasal dari Islam -seperti yang dilakukan musuh-musuh Islam- itu tidaklah benar. Karena Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Almaghfurlah Syekh Zaqzuq mempertanyakan permasalahan dunia kita hari ini yang hingga sekarang gagal dalam membatasi pengertian pemahaman radikalisme itu sendiri. Terjadi kekeliruan paham antara radikalisme dan menjaga hak-hak kenegaraan. Bagi sebagian orang menjaga hak-hak hari ini dianggap sebagai aksi radikal, sedangkan melampaui batas dianggap sebagai pengorbanan. Contoh yang jelas atas itu adalah apa yang terjadi pada problematika tanah milik Palestina.

Spirit Isra Mi’raj dalam Menyelamatkan Bumi
Di bulan Rajab yang mulia, Rasul mendapatkan hadiah Isra Mi’raj. Dari perjalanan besar ini terdapat kunci umat manusia untuk menyelamatkan bumi.

Islam dari dulu tidak pernah bersanding dengan radikalisme atau memusuhi manusia manapun. Manusia adalah bangunan Allah. Orang yang merusak bangunan-Nya berhak mendapatkan laknat Allah. Manusia dalam pandangan Islam dilihat sebagai khalifah di muka bumi ini, mereka dituntut untuk meramaikan, menciptakan peradaban, dan menegakan keadilan di setiap lini kehidupan.

Namun, ajaran islam yang luhur itu telah diperburuk dari dua sisi; luar dan dalam. Yaitu dari sisi musuh-musuh Islam yang selalu menuduh umat muslim sebagai agama radikalisme dan kekerasan. Di sisi lain ada sebagian umat muslim yang berusaha menafsirkan sebagian teks-teks keagamaan dengan hawa nafsunya, dan melepaskan sebagian ayat-ayat Al-Quran dari konteksnya. Padahal, ajaran Islam datang membawa rahmat bagi alam semesta. Tak sedikit dalam teks-teks Al-Quran yang menjelaskan kasih-sayang Tuhan. Islam adalah agama yang memperlihatkan keselamatan dan kedamaian. Maka dengan demikian, Islam bukanlah agama radikalisme. Islam agama kasih sayang bagi sesama umat manusia.

💡
Baca juga ulasan lain di TAKARIR atau tulisan menarik Irfan Rifqi Fauzi

Latest