Skip to content

Dunia Islam Merespon Toa

Alim ulama Mesir mempunyai pengalaman dalam menyikapi polemik toa di masjid. Tulisan ini menceritakan bagaimana para ulama dunia merespon hal ini.

FOTO Ilustrasi toa masjid (Tempo)
FOTO Ilustrasi toa masjid (Tempo)

“Haadza ghawghaa`iyyatut tadayyun; Ini sikap beragama yang kacau dan meresahkan”!

Begitu komentar singkat Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi, saat ditanya perihal TOA masjid yang memekakkan telinga. Beliau bahkan menambahkan, “TOA menjadi petaka terbesar umat di era modern”.

Saat itu, tak ada yang berani menghujat Syekh Asy-Sya'rawi seperti (halnya yang) dialami Gus Yaqut saat ini. Siapa yang tidak kenal Syekh Asy-Sya'rawi di Mesir. Salah seorang ulama terkemuka di Mesir abad 20. Beruntungnya, penulis sempat bertemu beliau di tempat favoritnya: Masjid Sidnal Husein dan Sayidah Nafisah, di era tahun 90-an.

Nyala Api Menara
Menara tidak hanya dipergunakan untuk mengumandangkan azan. Ada fungsi lain yang menarik untuk ditilik.

Kegusaran Syekh Asy-Sya'rawi beralasan. Di kota dengan julukan negeri “seribu menara”, masjid/musala (tentu saja) berdekatan. Saat adzan tiba, keluar suara bertalu-talu dan sahut-sahutan dengan nada dan irama macam-macam. Lebih-lebih di pagi gulita. Sudah ada yang “bengak-bengok” (yuhabhab) setiap jelang subuh tiba. Padahal, kata Syekh Asy-Sya'rawi, di waktu Subuh itu ada orang sakit dan orang tua yang tidak bisa tidur sepanjang malam, mereka baru perlahan tertidur pulas jelang subuh.

Wajar, bila tahun 2004, Menteri Wakaf Mesir, Mahmud Hamdi Zaqzuq, melontarkan gagasan “Satu adzan untuk semua” (al-adzân al-muwahhad). Adzan akan dikumandangkan di satu tempat. Oleh muadzin yang bersuara merdu dan syahdu. Serta disiarkan oleh seluruh masjid di wilayah yang waktu salatnya sama.

Pro-kontra bermunculan. Termasuk di kalangan ulama Al-Azhar. Wacana “Satu adzan untuk semua” bukan bid'ah, kata Zaqzuq. Ini tidak ada kaitannya dengan syariat. Jumhur ulama membolehkan, karena hanya soal pengaturan. Gagasan ini pernah disampaikan Menteri Zaqzuq kepada Menag Maftuh Basuni, saat kunjungan ke Kairo tahun 2008. Terkait wacana Menteri Zaqzuq, dukungan Mufti Mesir, Syekh Ali Jum'ah ia peroleh. Tetapi, justru koleganya di Jurusan Aqidah-Falsafah, Prof. Ahmad Al-Musayyar menudingnya akan menghilangkan syiar agama.

Walhasil, pro-kontra soal TOA di Mesir saat itu terus berkepanjangan. Sampai akhirnya, Menteri Wakaf Prof. Mukhtar Jum’ah, pada awal 2019 menyatakan, “tidak ada kata mundur dan menyerah untuk adzan muwahhad”.  Bahkan di Senin 25 Februari 2019, uji coba “satu adzan untuk semua” dimulai.

Itulah ikhtiar Mesir mengatur TOA yang bising. Lumayan ramai polemiknya. Tidak kalah dengan di Indonesia. Padahal, Surat Edaran (SE) Menag tidak se-ekstrem gagasan “satu adzan untuk semua” di Mesir. Dan pula bukan “bid'ah” baru. Empat puluh empat tahun silam, sudah ada aturan serupa. Beberapa negara Islam pun sudah lebih dahulu mengatur. Umumnya dengan konsep “satu adzan untuk semua”.

Uni Emirate Arab (UAE) yang pertama sukses menerapkannya di tahun 2004. Tidak tanggung-tanggung, dipancarkan melalui satelit untuk meng-cover 1050 masjid saat itu. Disusul Suriah pada tahun 2007, lalu Palestina 2016 dan Yordania pada Oktober 2017. Terbaru, Mei tahun lalu (2021), Saudi Arabia juga mengeluarkan aturan soal TOA.

Pesan Sosial Surah At-Takatsur
Tafsir dengan pendekatan sosial dirasa menarik untuk dibaca hari ini. Antara lain Tafsir Al-Maraghi terhadap Surah At-Takatsur berikut ini.

Menteri Urusan Islam, Dakwah dan Bimbingan Arab Saudi, Syekh Abdul Lathif Alu Asy-Syeikh mengeluarkan Surat Edaran (SE) agar suara keluar Toa hanya diperbolehkan saat adzan dan ikamah. Itu pun tidak boleh melebihi sepertiga suara maksimal Toa. Yang melanggar akan ditindak secara hukum. Sangat tegas. Aturan tersebut didukung oleh barisan ulama Salafi-Wahabi. Berbeda dengan polemik Toa Gus Yaqut yang hanya berupa himbauan. Tanpa sanksi hukuman. Itu pun dihujat habis-habisan.

Aturan tersebut, menurut Alu Asy-Syeikh, untuk mengurangi dampak mudarat Toa yang mengganggu orang-orang sakit, lanjut usia dan anak-anak di rumah-rumah sekitar masjid. Dan, agar syiar adzan tidak rusak oleh suara-suara yang saling beradu. Yang menjawab adzan pun tidak bingung. Pengaturan itu penting untuk hadirkan syiar adzan yang syahdu.

Bersambung...

💡
Simak rubrik KHAWASH atau tulisan menarik Dr. Muchlis Hanafi

Latest