Membahas Sejarah Perpustakaan Al-Azhar

Adanya perpustakaan merupakan salah satu indikator seberapa maju peradaban dan kebudayaan suatu bangsa. Kalimat ini menjadi pembuka dalam kata pengantar yang disampaikan oleh Syekh Nadzir Muhammad ‘Ayyad, Sekretaris Jenderal (Amin ‘Am) Akademi Riset Keislaman (Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah) Al-Azhar untuk buku ini. Nyatanya, perpustakaan merupakan wujud upaya manusia dalam menjaga warisan kebudayaan para pendahulu. Selain itu, ia juga surga bagi para talib dan peneliti dalam mencari sumber-sumber pustaka, entah untuk penelitian akademisnya atau sekadar memperkaya wawasannya pada suatu topik yang disuka.

Buku yang terbilang tipis ini ditulis oleh seorang alim dari keluarga yang terhiasi dengan banyaknya keturunan yang alim nan saleh, ialah Syekh Abu Al-Wafa Al-Maraghi yang wafat pada 18 Rajab 1401 H (21 Mei 1981 M). Ia menyelesaikan buku ini pada 31 Januari 1944 dan menamainya Kilmah Tarikhiyyah ‘an Al-Maktabah Al-Azhariyyah, Sebuah Buku Bersejarah tentang Perpustakaan Al-Azhar. Buku pertama kali yang membahas Perpustakaan Al-Azhar.

Syekh Abu Al-Wafa Al-Maraghi adalah saudara Syekhul-Azhar Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang menjabat Syekhul-Azhar (periode pertama) pada 1928 M. Ia juga merupakan saudara seorang alim lain, yakni Syekh Ahmad Mushthafa Al-Maraghi sahib Tafsir Al-Maraghi, Al-Ijaz Syarh Dala’il Al-I’jaz, dan sejumlah kitab lain yang penyuntingannya juga melibatkan Syekh Abu Al-Wafa. Ada pula saudaranya yang lain seperti Syekh Abdullah Al-Maraghi, Direktur Urusan Masjid di Kementerian Wakaf di zamannya yang juga menulis banyak kitab bertema fikih. Ulasan buku ini pun rasanya akan dipenuhi nama-nama para alim dari keluarga Al-Maraghi jika terus merunut saudara dan kerabat beliau yang lain.

Mahmud Abu Daqiqah, Ulama Kontemporer Pakar Akidah
Kitab karangannya masih menjadi diktat di Universitas Al-Azhar. Tulisan ini menceritakan riwayat hidup sang mualif nan alim, Mahmud Abu Daqiqah.

Buku yang diterbitkan oleh Al-Azhar melalui Akademi Riset Keislaman di tahun 2020 ini disunting dan dilengkapi oleh Dr. Abdulmun’im Abdurrahman Abdulmajid Al-‘Adawi, salah satu guru besar sejarah di Universitas Al-Azhar. Maka tak heran, buku ini dibagi menjadi 2 bagian: bagian pertama yang ditulis oleh Syekh Abu Al-Wafa Al-Maraghi membentangkan awal pendirian Perpustakaan Al-Azhar hingga masa beliau sebagai Kepala Perpustakaan (Amin Al-Maktabah) dan bagian kedua dari tahun 1944 hingga 2016, yakni tahun selesainya pelengkapan (tatimmah) oleh Dr. Abdulmun’im Al-‘Adawi.

Awal Mula

Di Cambridge University pada tahun 2007, Syekh Ahmad Ath-Thayyib yang waktu itu belum menjadi Syekhul-Azhar menyampaikan sebuah pidato bertajuk Al-Azhar Jami’an wa Jami’atan sebagaimana termaktub dalam buku beliau Al-Qaul Ath-Thayyib terbitan Majlis Hukama Al-Muslimin. Beliau menyinggung bahwa Al-Azhar dalam sejarahnya mempunyai dua perpustakaan yang berbeda. Pertama, perpustakaan (khizanah) yang banyak dikisahkan para sejarawan dalam buku-buku sejarah. Ia muncul pada 381 H (991 M) atau dua puluh tahun setelah pendirian Masjid Al-Azhar. Kini ia telah tiada. Kedua, perpustakaan di era modern yang sampai hari ini masih berjaya. Ia resmi berdiri pada awal tahun 1314 H (1897 M) di masa penguasa Mesir Khedive Abbas Hilmi II, di periode kepemimpinan Syekhul-Azhar Hassunah An-Nawawi, dan atas inisiatif Syekh Muhammad Abduh yang saat itu menjadi anggota majelis tertinggi di Al-Azhar bernama Majlis Idarah Al-Azhar, cikal bakal Al-Majlis Al-A'la li Al-Azhar hari ini.

Webinar Terbaru OIAA Bahas Buku Al-Qaul Ath-Thayyib
Buku terlaris terbitan Majlis Hukama Al-Muslimin tahun ini diangkat sebagai topik webinar Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA).

Perpustakaan Al-Azhar modern ini melalui sejumlah fase yang panjang. Dengan dikepalai seorang yang disebut Amin Al-Maktabah, Al-Azhar melalui ketetapan Syekhul-Azhar Hassunah An-Nawawi di masanya mengangkat Syekh Muhammad Hasanain Makhluf untuk mengepalai perpustakaan. Kitab-kitab dikumpulkan dari sejumlah hunian (riwaq) di Masjid Al-Azhar dan beberapa masjid serta madrasah di sekitarannya seperti Masjid Muhammad Bik Abu Dahab dan Masjid Al-Fakahani.

Sebagaimana lazimnya masa merintis, buku ini mengisahkan berbagai fase susah maupun senang yang dilalui Perpustakaan Al-Azhar. Seperti pengumpulan manuskrip yang tidak begitu saja berjalan mulus hingga adanya masa-masa sulit untuk pengadaan buku. Namun, sejumlah capaian-capaian gemilang juga berhasil terekam dengan baik di buku mungil ini. Misalnya, dimulainya tradisi penghibahan kitab-kitab milik pribadi oleh para syekh yang dimulai oleh Syekhul-Azhar Hassunah An-Nawawi, keberhasilan penyusunan katalog raksasa pertama pada masa Syekh Abu Al-Wafa Al-Maraghi, hingga berkembang pesat menjadi salah satu badan di Al-Azhar yang berperan penting dalam pendataan para murid dan guru, para mustahik zakat, serta pusat pemeliharaan warisan budaya Islam.

Al-Maktabah Al-Azhariyyah Hari Ini

Pada masa awal, perpustakaan ini sempat bernama resmi Al-Kutubkhanah Al-Azhariyyah lalu berubah menjadi Al-Maktabah Al-Azhariyyah dan hari ini menjadi Maktabah Al-Azhar Asy-Syarif. Lokasinya masih berada di dalam area Masjid Al-Azhar, yakni di Madrasah Al-Aqbughawiyyah, Madrasah Ath-Thaybarsiyyah, dan dua tempat lain di bagian atap. Keempatnya tak jauh dari gerbang utama yang dikenal dengan nama Bab Al-Muzayyinin.

Ide untuk membangun satu gedung khusus untuk Perpustakaan Al-Azhar muncul pada masa Syekhul-Azhar Muhammad Mushthafa Al-Maraghi yang tak lain adalah saudara penulis buku Kilmah Tarikhiyyah ini. Sempat redup dan belum jua terwujud dalam kenyataan hingga ide itu sempat dihidupkan lagi di masa Syekhul-Azhar Abdulhalim Mahmud (wafat 1978 M). Olehnya, ide itu berujung pada kesepakatan yang ditandatangani bersama para pemangku jabatan terkait pembangunan gedung. Tetapi, proyek besar itu baru benar-benar terlaksana di masa Syekhul-Azhar Jadalhaq Ali Jadalhaq (wafat 1996). Pemindahan seluruh koleksi dari lokasi awal ke gedung baru yang sudah siap dilaksanakan pada tahun 1995. Gedung empat belas lantai kini masih kokoh berdiri di area Masyakhah Al-Azhar (Kantor Syekhul-Azhar), Hadiqah Al-Khalidin, Ad-Darrasah, Kairo meski sudah mulai dialihfungsikan menjadi Pusat Fatwa Elektronik Al-Azhar. Meski lokasinya berjarak cukup jauh dan penamaannya pun berbeda, Perpustakaan Al-Azhar ini kerap disalahsangkakan dengan Perpustakaan Pusat Universitas Al-Azhar (Al-Maktabah Al-Markaziyyah) yang bertempat di dalam kampus Al-Azhar, Madinat Nasr, Kairo.

Renovasi Masjid Al-Azhar dari Masa ke Masa
Meski telah lebih dari 1 abad, bangunan Masjid Al-Azhar masih kokoh. Hal ini tentu tak lepas dari perhatian masyarakat muslim dari waktu ke waktu.

Capaian-capaian terbaru Perpustakaan Al-Azhar dalam bagian akhir buku ini juga dirinci dengan baik. Siapa saja para syekh, tokoh bangsa, dan dermawan beserta jumlah buku yang dihibahkan tertulis rapi sesuai tahun. Sumbangan dari para syekh dan cendekiawan inilah yang membuat Perpustakaan Al-Azhar penuh dengan khazanah yang tak ternilai harganya. Koleksinya pun tidak sebatas berbahasa Arab. Ada yang berbahasa Inggris, Jerman, Perancis, dll. Koleksi manuskripnya mencapai angka 50.000, sementara buku cetaknya lebih dari 250.000 judul. Itu belum dengan majalah, koran, dan jurnal. Katalog yang termutakhir saja berhasil terbukukan dalam 28 jilid.

Saking besarnya perhatian untuk Perpustakaan Al-Azhar, Uni Emirat Arab melalui Proyek Amir Muhammad Rasyid Alu Maktum juga tercatat ikut memberi sumbangsih. Dari pembangunan situs daring, penyusunan katalog, hingga gedung modern yang rampung dibangun akhir tahun 2020 lalu tak jauh dari asrama Madinah Al-Bu’uts Al-Islamiyyah. Sebagaimana disebutkan dalam buku ini dan diakui para pegawai, pemindahan besar-besaran pun dijadwalkan dalam hitungan bulan ke depan. Perpustakaan yang dahulu bermula dari ruangan-ruangan di area masjid itu nantinya akan dilengkapi museum, auditorium, dan pojok-pojok khusus, baik yang menyasar pengunjung anak-anak hingga para peneliti yang khusyuk nan larut dalam melimpah ruahnya sumber pustaka.

💡
Baca juga artikel lain di rubrik RESENSI atau tulisan menarik Mu'hid Rahman