Skip to content

Menelaah Selawat dan Puji-pujian untuk Nabi

Kitab berukuran mungil yang sarat wawasan seputar selawat dan madah. Karya seorang saleh nan alim didikan Al-Azhar, Syekh Muhammad Zaki Ibrahim.

FOTO: Sampul kitab Syekh Muhammad Zaki Ibrahim. (Istimewa)
FOTO: Sampul kitab Syekh Muhammad Zaki Ibrahim. (Istimewa)

Salah satu alim ulama Al-Azhar yang cemerlang nan masyhur di era 80-an adalah Syekh Muhammad Zaki Ibrahim (wafat 1998). Ilmunya luas, wawasannya menyamudera, dan karyanya banyak. Tulisan-tulisannya menghiasi sejumlah media nasional Mesir di masanya. Para murid beliau yang berbakti menerbitkan karya-karya beliau, sehingga kita mudah menemukannya di maktabah spesialis tasawuf, tak jauh dari area kampus Al-Azhar di bilangan Ad-Darrasah, Kairo.

Selain sebagai alim pakar hadis, Syekh Muhammad Zaki Ibrahim merupakan seorang pendiri Akademi Sufi Al-‘Asyirah Al-Muhammadiyyah, mursyid tarekat yang berakar Asy-Syadzuliyyah. Beliau dijuluki Al-Imam Ar-Ra'id. Jika dialihbahasakan, kurang lebih menjadi Sang Imam nan Hulubalang.

Dari sejumlah karyanya, ada satu kitab yang secara ukuran terbilang mungil namun isinya bisa menambah wawasan seputar selawat, utamanya di momen maulid. Untaian pemaparan beliau dalam pembahasan selawat dan puji-pujian di buku ini sangat sistematis dan penuh faedah. Kitab ini berjudul Fiqh Ash-Shalawat wa Al-Mada’ih An-Nabawiyyah. Buku ini telah diterbitkan kali ketiga pada tahun 2011. Penyuntingnya adalah Muhyiddin Husein Yusuf Al-Isnawi, salah seorang murid berbakti beliau.

Keutamaan Menyambut Maulid dengan Gembira
Umat Islam dianjurkan bersenang hati menyongsong bulan maulid. Alim ulama dalam sejumlah kitab klasik menjabarkan keutamaannya.

Hadiah untuk Baginda Rasul

Pada awal kitab ini, Muhyiddin Al-Isnawi memaparkan bahwa dalam proses penyuntingan ia juga membandingkan naskah pada dua terbitan lawas di masa sang guru hidup. Pertama, terbitan yang disertakan dalam Majalah Al-Muslim tahun 1984 M. Kedua, terbitan Mathba’ah Al-Hadharah yang berselisih setahun setelahnya, tepatnya pada 1985 M. Ia sebagai penyunting juga menambahkan sejumlah revisi, beberapa keterangan hadis, dan poin-poin penjelasan yang didapatnya dari Syekh Muhammad Zaki Ibrahim.

Di mukadimah, Syekh Muhammad Zaki Ibrahim mengemukakan asbab penulisan kitab ini. Beliau mengemukakan kebahagiaannya sebab Al-Azhar mengundangnya ikut serta dalam muktamar internasional bertema sirah Nabi Muhammad SAW dan ilmu-ilmu yang mengitarinya. Menurut beliau, rangkaian literatur Fiqh As-Sirah yang membahas riwayat hidup Nabi Agung SAW masihlah kurang lengkap. Meski sempat jatuh sakit, beliau tergerak untuk merampungkan materi muktamar yang akhirnya menjadi kitab ini. Beliau mengungkapkan bahwa kitab ini baginya merupa hadiah untuk Baginda Nabi dengan mengharap syafaatnya.

Syekh Muhammad Zaki Ibrahim juga menegaskan bahwa kitab ini ia tulis secara umum dan sekilas. Diksi dalam pemaparan dalam kitab ini lugas dan terus terang. Harapan beliau, karangannya mampu menggugah, memperluas wawasan, dan menambah kecintaan umat muslim dalam berselawat kepada Rasulullah SAW.

Dari Ragam Selawat hingga Para Penyair

Kitab yang terdiri dari 184 halaman ini dibagi dalam empat bab:
1. Ma’a Ayat Ash-Shalat wa At-Taslim (Mengurai Makna Selawat)
2. Al-Mawlid (Membahas Maulid)
3. Al-Amdah An-Nabawiyyah (Puji-pujian kepada Nabi)
4. Syu’ara Ahli Al-Bait (Senarai Penyari Ahlulbait)

Pada bab pertama, Syekh Muhammad Zaki Ibrahim memaparkan kewajiban seorang muslim untuk berselawat, redaksi-redaksi selawat dan salam, juga pembagian macam-macamnya yang berdasarkan dua hal: Pertama, maslak al-wudhuh wa at-tashrih yakni selawat-selawat dengan corak terus terang dalam diksinya, jelas maknanya. Kedua, maslak ar-ramz wa at-talwih yakni selawat yang bercorak simbolis atau penuh dengan gambaran-gambaran yang ditemui penyusun selawat itu, seperti pengalaman spiritualnya, pemaknaannya terhadap risalah kenabian, gejolak cintanya pada Baginda Nabi, dan lain sebagainya yang berujung pada pemilihan kata yang tidak mudah untuk dipahami.

Dengan menyitir Surat Al-Ahzab ayat 56 yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Syekh Muhammad Zaki Ibrahim memaparkan poin-poin yang menguatkan perintah berselawat itu. Menurutnya selawat dan salam kepada Rasulullah SAW juga merupakan pengingat seorang muslim pada beberapa hak; Allah SWT secara khusus, Rasul-Nya, dan Islam secara umum.

Terdapat 14 poin yang dipaparkan oleh Sang Imam terkait kewajiban berselawat dan pemaknaannya. Yang menarik, Syekh Muhammad Zaki Ibrahim menolak pemaknaan ash-shalat (selawat) yang berasal dari Allah SWT dengan makna sempit, yakni sebatas karunia (ar-rahmah) atau ampunan (al-maghfirah). Ia memaknai selawat Allah SWT sebagai pemberian-Nya yang utuh, umum, purna, dan lengkap. Segala bentuk pemuliaan kepada Nabi SAW yang pernah terlintas pada manusia yang sesuai dengan kedudukan Tuhan, yang merupakan puncak keutamaan manusia.

Selawat juga merupakan sebentuk wujud bakti (al-wafa’), kesetiaan (al-wala’), dan kecondongan hati (al-intima’) pada diri seorang muslim. Dalam ketiga poin ini, menurut Al-Imam Ar-Ra’id Syekh Muhammad Zaki Ibrahim, terkandung makna syukur terkait banyak hal. Seperti syukur atas keutamaan diutusnya Nabi Muhammad SAW, atas kehendak Allah SWT menjadikan kita sebagai bagian dari umat Rasul SAW, atas keutamaan pahala yang berlipat, dll.

Abdulqahir al-Jurjani, Sang Pelopor Paramasastra Arab
Riwayat hidup pelopor ilmu Balaghah. Sahib kitab Dalail al-I’jaz asal kota Jurjan.

Sedangkan pada pembahasan ragam selawat, Sang Imam menuliskan beragam redaksi selawat. Beberapa contoh redaksi selawat yang disusun dengan gaya terus terang dan lugas di antaranya: selawat Sayyidina Ali, selawat Ibnu Mas’ud, selawat Al-Imam Asy-Syafi’i, selawat Asy-Syadzuli, selawat Asy-Syekh At-Tazi, dan sejumlah selawat lain. Syekh Muhammad Zaki Ibrahim melampirkan redaksi selawat beserta penjelasan sekilas tentang riwayat dan penyusunnya.

Pada selawat yang bercorak simbolis dan sarat pengalaman spiritual penyusunnya, Syekh Muhammad Zaki Ibrahim membahas sikap para ulama yang memilih berhati-hati dalam memaknai redaksi yang acapkali susah dicerna. “Karena sesungguhnya mengeluarkan seorang muslim dari agama Allah SWT hanya karena ucapan atau laku yang mempunyai beragam kemungkinan itu berbahaya… Apabila hukum hudud saja yang sedemikian urgennya dapat ditangguhkan sebab ada syubhat (kekurangjelasan), apalagi hal-hal yang bersifat rumit dalam pikiran dan pengekspresian.” Dalam titik ini sosok beliau sebagai seorang ahli hadis dan didikan Al-Azhar tampak jelas. Al-Azhar sejak dahulu mengajarkan agar berimbang dan mengambil jalan tengah serta menekankan kehati-hatian dalam bersikap.

Makna Maulid, Puji-pujian, dan Senarai Penyair

Pada bab kedua, Syekh Muhammad Zaki Ibrahim mengawali pembahasan dengan menguraikan dua maksud dalam kata maulid. Pertama, maulid sebagai sebuah perayaan umat muslim dengan berkumpul, berzikir, bersedekah, dan sejumlah amal baik lain dalam momen kelahiran Nabi Agung Muhammad SAW. Kedua, maulid sebagai kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama terdahulu yang berisikan kisah-kisah Rasul SAW. Berisi pengagungan dan dirangkai ringkas dengan corak khas, seperti bersajak, indah dibaca, dan membangkitkan cinta pada Baginda.

Pada makna kedua ini, Sang Imam menegaskan bahwa kitab-kitab jenis ini tidaklah sama seperti kitab tarikh atau kitab yang merekam peristiwa besar lain. Kitab-kitab maulid mempunyai sejumlah daya dan keistimewaan bagi umat Islam seperti sebagai pengingat, kabar gembira, penyubur jiwa, pelepas dahaga seorang muslim yang mengharapkan syafaat Nabinya. Dengan membacanya kecintaan seorang muslim kepada Nabi Muhammad SAW tumbuh hingga menggerakkannya untuk lebih mengenal dan meneladani sosok mulia ini.

Dalam pembahasan ini Syekh Muhammad Zaki Ibrahim memaparkan sejarah penulisan kitab maulid hingga judul apa saja yang kekal hingga hari ini dibaca oleh umat muslim sedunia. Beliau juga memaparkan karakteristik kitab-kitab yang tidak terlalu memperhatikan status periwayatan hadis. Namun, beliau memaklumi tersebab tujuan dari kitab-kitab maulid adalah pembangkitan rasa cinta, pembaruan kerinduan kepada Baginda, bertabaruk dengan mendengarkan keteladanannya, juga memperbanyak selawat begitu mendengar banyaknya nama Rasulullah SAW disebut.

Selanjutnya, bab ketiga buku ini membahas puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Syekh Muhammad Zaki Ibrahim membagi jenis pujian itu menjadi dua: prosa dan syair. Syekh Muhammad Zaki Ibrahim yang sebenarnya juga dikenal sebagai ulama penyair menuliskan sejumlah model puji-pujian. Dari pujian di era Rasul hingga pujian yang masyhur seperti Al-Burdah milik Al-Bushiri. Keindahan syair-syair yang dipaparkan itu rasanya sulit diulas secara sekilas dalam tulisan sederhana ini.

Buku mungil namun kaya wawasan ini diakhiri dengan senarai madah dari kalangan ahlulbait, termasuk Syekh Muhammad Zaki Ibrahim. Beliau dengan tawaduk meminta ampun, beristighfar kepada Allah SWT sebelum memaparkan karya beliau. Setidaknya dua kali beliau meminta maaf sekaligus beristighfar. Padahal beliau memang ahlulbait dan seorang alim berwawasan luas (bahkan menguasai banyak bahasa asing) yang mempunyai karangan syair-syair berisi madah kepada Rasulullah SAW. Agungnya kecintaan dan keinginan bertabaruk kepada kakek agung beliau menggerakkan usahanya menulis karya-karya berupa syair.

Risalah Nabi Melawan Domestikasi Perempuan
Tradisi jahiliah memandang perempuan sebagai makhluk kelas dua, kotor, dsb. Risalah Nabi Muhammad SAW datang dengan pandangan yang berlainan.

Dalam terbitan buku yang ketiga, diikutsertakan sejumlah kisah yang ditulis oleh Syekh Muhammad Zaki Ibrahim. Di dalamnya beliau mengisahkan pengalaman spiritual yang dialami oleh dirinya dan sejumlah sahabatnya, termasuk beberapa kisah yang mengabadikan buah dari ketekunan melanggengkan berselawat kepada Rasulullah SAW. Semoga kita semua mendapat anugerah dan buah dari selawat dan salam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.


Baca juga artikel lain di rubrik TAKARIR atau tulisan menarik Mu'hid Rahman

Latest