Skip to content

Syekh Abdulhakam ‘Atha, Sosok Sederhana yang Menjadi Guru Para Guru

Sosok alim besar di Al-Azhar yang wafat pada tahun 1933 M ini dikenal bersahaja. Banyak jabatan penting pun dipercayakan kepadanya dari sang guru.

FOTO: Makam Syekh Abdulhakam 'Atha, ulama besar di Al-Azhar. (istimewa)
FOTO: Makam Syekh Abdulhakam 'Atha, ulama besar di Al-Azhar. (istimewa)

Ia adalah sosok alim Al-Azhar bernama Abdulhakam bin ‘Atha bin Abdulfattah bin Abduljalil Al-Falih An-Nawawi Al-Maliki Al-Azhari. Ia dilahirkan pada tahun 1282 H (1865 M) di sebuah desa bernama Nawai, Markaz Mallawi, Provinsi Usyuth. Dari desa ini ia dinisbatkan dengan An-Nawawi. Al-Maliki adalah nisbat kepada mazhab fikih yang ia anut. Adapun Al-Azhari nisbat kepada Al-Azhar tempat ia menuntut ilmu.

Masa Kecil dan Belajar

Masa kecilnya ia lalui di desa tersebut. Ia dididik langsung oleh sang ayah, yakni Syekh ‘Atha, seorang alim besar yang masyhur dengan keilmuan dan ketakwaannya. Bersama sang ayah, ia mempelajari ilmu-ilmu dasar beserta tarbiah Islam yang baik.

Urgensitas Ujian Seleksi Masuk Al-Azhar
Hal ihwal seleksi nasional masuk Universitas Al-Azhar yang dipersoalkan beberapa orang.

Setelah dirasa mampu untuk memasuki jenjang berikutnya, sang ayah memasukkan Abdulhakam kecil ke Al-Azhar pada tahun 1879 M, ketika ia berumur empat belas tahun. Setelah melalui masa belajar di Al-Azhar selama enam belas tahun, beliau mendapatkan Syahadah Al-‘Alimiyyah pada tahun 1895 M. Meskipun, tidak didapatkan di dalam buku-buku sejarah yang menuliskan tentang beliau siapa saja guru-gurunya ketika belajar selama di Al-Azhar kecuali Syekhul-Azhar Muhammad Abu Al-Fadhl Al-Jizawi. Yang jelas, siapa saja yang mendapatkan syahadah tertinggi Al-Azhar tersebut pasti telah belajar semua fan keilmuan dan diuji oleh para pembesarnya.

Masa Mengabdi

Syekh Abdulhakam ‘Atha mengabdikan dirinya sebagai pengajar di Al-Azhar setelah mendapatkan syahadah tersebut. Beliau mengabdikan dirinya selama tiga puluh tahun. Jumlah murid di halakah keilmuannya dalam buku sejarah disebutkan hingga mencapai ratusan talib. Tak hanya talib, halakah beliau juga dihadiri oleh para ulama. Alhasil, beliau juga dikenal dengan Syaikh Asy-Syuyukh, yang berarti gurunya para guru.

Di antara para muridnya seperti Syekh Isa Mannun dan Syekh Shalih Syaraf, yang keduanya menjadi anggota Haiah Kibar Al-‘Ulama di masa setelahnya. Begitu juga Syekh Ahmad Fahmi Abu Sunnah dan Syekh Abdulwahhab Abdullathif yang keduanya adalah pengajar di Fakultas Syariah Islamiyyah Universitas Al-Azhar.

Meniti Berbagai Profesi

Di samping mengajar, pada tahun 1912 M Majlis Al-Azhar Al-A’la melantik beliau sebagai ketua Lajnah Imtihan Al-‘Alimiyyah bagi para talib Al-Azhar yang ingin mendapatkan syahadah. Adapun para ulama lain yang menjadi anggota di lajnah tersebut yaitu Syekh Muhammad Qindil Al-Hilali, Syekh Dusuqi Al-‘Arabi, Syekh Yunus Al-‘Athafi, dan Syekh Abdulmu’thi Asy-Syarsyimi.

Dalam catatan hidup, yang beliau inginkan pada asalnya hanya ingin sebatas mengajar saja, tak lebih dan tak kurang. Beliau tidak terlalu berkenan dengan beberapa jabatan dan profesi yang membuatnya menerima gaji dan pekerjaan yang dapat menyibukkannya. Namun, dalam banyak hal, beliau tidak dapat menolak. Karena gurunya, Syekhul-Azhar Muhammad Abu Al-Fadhl Al-Jizawi melihatnya sebagai sosok yang pantas menjabat profesi penting di Al-Azhar. Akhirnya, karena titah sang guru, beliau tak dapat menolak.

Berbagai titah sang guru tersebut di antaranya agar beliau menjadi:

-       Ketua Lajnah Imtihan Al-‘Alimiyyah yang telah disebutkan sebelumnya;

-       Syaikh (Kepala Sekolah) Al-Qism Ats-Tsanawi dan Al-Qism Al-‘Ali pada tahun 1920 M;

-       Anggota Majlis Idarah Al-Jami’ Al-Azhar pada tahun 1924 M sesuai ketetapan nomor 57. Turut dilantik bersama beliau Syekh Muhammad Bakhati, Syekh Mahmud Ad-Dinari, dan Syekh Abdulmu’thi Asy-Syarsyimi;

-       Syaikh (Kepala Sekolah) Ma’had Al-Azhar Usyuth pada tahun 1928 M selama setahun, hingga kemudian dipindah menjadi Syaikh Ma’had Al-Azhar Az-Zaqaziq hingga pensiun.

Anggota Haiah Kibar Al-‘Ulama

Syekh Abdulhakam ‘Atha dilantik menjadi anggota Haiah Kibar Al-‘Ulama pada tanggal 8 Rabiulawal 1349 H (3 Agustus 1930 M). Turut dilantik bersama beliau pada hari itu Syekh Abdul Majid Al-Labban dan Syekh Muhammad Asy-Syafi’i Azh-Zhawahiri, saudara Syekhul-Azhar Muhammad Al-Ahmadi Azh-Zhawahiri.

Sepercik Tata Krama Para Ulama Nahwu
Laku ulama yang penuh tata krama patut menjadi teladan bagi masyarakat muslim. Dalam memilih istilah, para ahli nahwu menjaga betul sikap santun.

Karya Tulis

Syekh Abdulhakam ‘Atha tak lupa meninggalkan beberapa karya untuk generasi selanjutnya, yaitu:

-       Al-Minah Al-Ilahiyyah fi Al-Akhlaq Ad-Diniyyah. Masih berbentuk manuskrip di Maktabah Al-Azhar dengan nomor 31846/295.

-       Risalah fi Mabadi Al-‘Ulum. Masih berbentuk manuskrip di maktabah yang sama dengan nomor 48931/2940.

Akhir Hayat

Setelah melalui kehidupan yang dipenuhi dengan pengabdian kepada Al-Azhar selama 69 tahun, Syekh Abdulhakam ‘Atha menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 10 Zulhijah 1351 H (6 April 1933 M) sebagaimana yang tertulis jelas di depan pintu makamnya. Hal ini juga dikuatkan di dalam kitab Tarajim A’yan Al-Usar Al-‘Ilmiyyah fi Mishr. Adapun dalam kitab Haiah Kibar Al-‘Ulama fi Siyar A’lamiha Al-Ajilla disebutkan bahwa beliau wafat pada tanggal 5 Zulhijah 1351 H (1 April 1933 M) dan ini tidak benar. Catatan kaki yang dirujuk juga tidak menguatkan apa-apa.

Jenazah beliau disalatkan di Masjid Al-Azhar tempat beliau mengabdi, hingga kemudian dibawa ke Qarafah Mujawirin dan dimakamkan di pemakaman keluarganya yang bersampingan dengan makam keluarga Syekh Ahmad Nashr Al-‘Adawi.

Beliau meninggalkan tiga anak perempuan, yang semuanya beliau nikahkan dengan Syekh Muhammad Ali Salamah (pengarang Manhaj Al-Furqan fi ‘Ulum Al-Quran), Syekh Quthb Abu Al-‘Ula, dan Haji Mahmud Hasan.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik BIOGRAFI atau tulisan menarik Amirul Mukminin

Latest