Skip to content

Syekh Hasanain Makhluf, Alim Besar Al-Azhar yang Menjabat Mufti Agung Dua Kali

Sosok alim kabir nan saleh di Al-Azhar bernama Syekh Hasanain Makhluf. Kealimannya mengantarkan menjadi mufti tertinggi di Mesir hingga dua kali.

FOTO Papan makam Syekh Hasanain Makhluf di kawasan Qarafah Al-Mujawirin, Kairo. (istimewa)
FOTO Papan makam Syekh Hasanain Makhluf di kawasan Qarafah Al-Mujawirin, Kairo. (istimewa)

Ia adalah sosok alim bernama Hasanain bin Muhammad bin Hasanain bin Muhammad bin ‘Ali Makhluf Al-‘Adawi Al-Hanafi Al-Azhari. Terdapat perbedaan pendapat perihal tanggal lahirnya. Kebanyakan buku yang menulis biografi tentangnya menyebutkan bahwa ia lahir pada Sabtu, 16 Ramadan 1307 H (6 Mei 1890 M). Namun, menurut Dr. ‘Imad Hilal di dalam buku ensiklopedisnya Al-Ifta’ Al-Mishri, hari dan tanggal lahirnya yang paling tepat adalah Senin, 15 Ramadan 1307 H (5 Mei 1890 M) sesuai hasil kajian dari berbagai data dan fakta sejarah yang ada.

Masa Belajar

Hasanain Muhammad Makhluf lahir dan dibesarkan di tengah keluarga yang alim lagi mencintai ilmu dan ulama. Ayahnya, Syekh Muhammad Makhluf Al-Maliki Al-Azhari, merupakan Wakilul-Azhar pada masa itu. Sedangkan ibundanya Sayidah Hamidah Mar’i merupakan anak dari salah seorang ulama Al-Azhar, Syekh Mar’i. Hasanain Muhammad Makhluf dibesarkan kedua orangtuanya dengan khazanah keilmuan Islam yang begitu kental. Beliau menyelesaikan setoran hafalan Al-Qurannya pada umur 10 tahun di bawah bimbingan seorang alim qiraat Mesir kenamaan Syekh Muhammad ‘Ali Khalaf Al-Husaini.

Mudahnya Mempelajari Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat kerap dianggap rumit untuk dipelajari hingga peminatnya kian sedikit. Padahal ilmu ini tidaklah susah jika kita mau mulai mengenalnya.

Setelah menyelasaikan hafalan Al-Quran, Hasanain Muhammad Makhluf muda diarahkan oleh ayahnya untuk menghafalkan berbagai matan ilmu, mulai dari ilmu bahasa hingga ilmu syariat. Tidak hanya bimbingan dan pengajaran dari ayahnya saja, ia juga diarahkan untuk menimba ilmu ke banyak ulama besar Al-Azhar pada masa itu dan menetap di Riwaq Ash-Sha’ayidah di Masjid Al-Azhar. Di antara guru-gurunya adalah Syekh Muhammad Ath-Thukhi, Syekh Abdullah Diraz, dan Syekh Muhammad Abduh. Walaupun ayah dan kakeknya bermazhab Maliki, namun ia sendiri belajar dan memperdalam mazhab Hanafi. Ia mempelajari fikih mazhab Hanafi dari gurunya Syekh Muhammad Bakhit Al-Muthi’i, serta usul fikih kepada Syekh Muhammad Radhi Al-Bahrawi.

Pada masa itu, dalam sistem kurikulum pembelajaran di Al-Azhar dikenal tiga tingkatan; Awwaliyyah, Tsanawiyyah, dan 'Aliyyah. Setiap tingkat membutuhkan waktu empat tahun belajar hingga selesai. Hasanain Muhammad Makhluf muda hanya menyelesaikan pendidikannya di Al-Azhar hingga jenjang Tsanawiyyah. Beliau tidak melanjutkan ke jenjang 'Aliyyah, melainkan meneruskan pendidikannya di Madrasah Al-Qadha Asy-Syar’i. Madrasah kehakiman ini didirikan di bawah naungan Syekhul-Azhar Hassunah An-Nawawi, dan masih berafiliasi dengan Al-Azhar. Madrasah ini didirikan guna mencetak kader terbaik kadi, mufti, pengacara, dan para alim dalam dunia peradilan.

Setelah memperdalam berbagai macam fan ilmu selama empat tahun, ia dinyatakan lulus dari madrasah ini setelah berhasil melalui ujian di hadapan para ulama besar Al-Azhar pada masa itu. Di antara penguji kelulusan saat itu ialah Syekhul-Azhar Salim Al-Bisyri, Syekh Bakri ‘Asyur Ash-Shidfi (Mufti Agung Mesir saat itu), dan Syekh Abdulkarim Salman. Dengan kelulusannya dari ujian tersebut, maka ia berhak mendapatkan ijazah yang dikenal dengan nama Syahadah Al-‘Alimiyyah.

Kisah Kedermawanan Syekh Salim Al-Bisyri
Banyak kisah menarik dari kehidupan para ulama. Salah satunya kisah Syekhul-Azhar Salim Al-Bisyri, alim yang dikenal murah hati nan penderma.

Dunia Kehakiman

Selepas mendapatkan Syahadah Al-‘Alimiyyah, Syekh Hasanain Muhammad Makhluf mulai mengajar di Masjid Al-Azhar sekitar dua tahun lamanya. Setelah itu, beliau memulai karirnya sebagai kadi di Mahkamah Qina Al-Ibtidaiyyah Asy-Syar’iyyah. Dari sini, karir beliau meningkat pesat hingga akhirnya berdasarkan Surat Keputusan Kerajaan Nomor 5 tahun 1946 M, beliau diangkat sebagai Mufti Agung Kerajaan Mesir. Syekh Hasanain Muhammad Makhluf menjabat sebagai mufti agung selama kurang lebih empat tahun, terhitung semenjak 26 Safar 1365 H (5 Januari 1946 M) hingga 20 Rajab 1369 H (7 Mei 1950 M). Ini merupakan periode pertamanya diamanahi jabatan sebagai mufti tertinggi di Mesir.

Beliau mengakhiri periode pertamanya sebagai mufti karena saat itu beliau telah memasuki umur 61 tahun. Menurut peraturan perundangan bahwa usia itu telah memasuki masa pensiunnya. Setelah Syekh Hasanain Muhammad Makhluf menyerahkan jabatannya sebagai mufti, beliau digantikan oleh Syekh ‘Allam Nashshar. Syekh ‘Allam Nashshar sendiri tidak terlalu lama mengemban jabatan sebagai mufti Mesir, hanya satu tahun lebih. Hal tersebut karena di saat pengangkatan beliau sebagi mufti, beliau telah berumur 59 tahun. Pada saat itu, Wizarah Al-'Adl (Kementerian Kehakiman Mesir) telah melayangkan permohonan kepada Syekh ‘Allam Nashshar agar bersedia menambah masa kepemimpinannya sebagai mufti setidaknya satu tahun berikutnya. Namun, Syekh ‘Allam Nashshar belum dapat memenuhi permintaan tersebut.

Mufti Agung di Periode Kedua

Setelah Syekh ‘Allam Nashshar meletakkan jabatannya sebagai mufti, Wizarah Al-'Adl tidak dapat menemukan sosok pengganti yang lebih layak daripada Syekh Hasanain Muhammad Makhluf, sehingga Syekh Hasanain Muhammad Makhluf diminta kembali untuk mengampu jabatan sebagai mufti agung Mesir. Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Kerajaan Nomor 17 tahun 1952 yang dikeluarkan pada 26 Februari 1952 menjadi sebuah penanda resmi dimulainya periode kedua masa khidmah Syekh Hasanain Muhammad Makhluf menjadi mufti nomor satu di Mesir.

Al-Azhar

Sepilihan tulisan yang mengisahkan sejarah Al-Azhar dapat teman-teman temukan

di sini

Pada periode kedua kepemimpinan Syekh Hasanain Muhammad Makhluf ini, Mesir dilanda kegoncangan besar. Situasi politik saat itu sangat panas, dengan semerbaknya paham komunis yang menyebar di tengah masyarakat Mesir kala itu. Paham ini pulalah yang memunculkan pergerakan untuk menggulingkan Raja Faruk. Pergerakan itu terus memuncak, sehingga pada 23 Juli 1952 M, meletuslah Revolusi Mesir. Revolusi itu membuat Mesir yang awalnya berbentuk kerajaan bertransformasi menjadi sebuah negara berbentuk republik dengan Muhammad Najib sebagai presiden pertamanya dan Jamal Abdunnashir sebagai wakilnya.

Pada era ini, Syekh Hasanain Muhammad Makhluf berkali-kali diminta untuk mengeluarkan fatwa tentang keabsahan komunisme di dalam Islam. Namun, Syekh Hasanain Muhammad Makhluf tetap berpegang teguh pada idealismenya bahwa Islam dan komunis tidaklah sejalan. Komunis tidak menerima adanya kepemilikan pribadi, sedangkan Islam sangat menghormati dan melindungi kepemilikan pribadi, sehingga menurut pertimbangannya, komunis jelas sangat tidak sejalan dengan Islam. Hal tersebut membuat hubungan antara Syekh Hasanain Muhammad Makhluf dan pemangku jabatan saat itu menjadi buruk. Friksi dan hubungan buruk tersebut sangat terlihat jelas antara Syekh Hasanain dan Wakil Presiden Jamal Abdunnashir, sedangkan terhadap Presiden Muhammad Najib tidak ditemukan data yang menjelaskan hubungan keduanya.

Syekh Hasanain Makhluf dalam momen bersama Presiden Mesir Muhammad Husni Mubarak.
Syekh Hasanain Makhluf dalam momen bersama Presiden Mesir Muhammad Husni Mubarak.

Syekh Hasanain Muhammad Makhluf terakhir menerbitkan fatwanya sebagai mufti pada pertengahan tahun 1374 H (1954 M). Setelah itu, beliau berhenti mengeluarkan fatwa secara resmi sebagai seorang mufti agung. Beliau melepas jabatannya sebagai mufti tanpa menunggu keputusan resmi dari pihak berwenang saat itu, sehingga terdapat kekosongan jabatan mufti untuk sementara waktu setelah masa kedua Syekh Hasanain Muhammad Makhluf, sampai pada 27 Safar 1374 H (24 Oktober 1954 M), Syekh Ahmad Mughits mengambil peran sementara sebagai Pelaksana Tugas (al-qa'im bi a'mal) Mufti Agung Mesir hingga terpilihnya mufti berikutnya. Selama kepemimpinan Syekh Hasanain Muhammad Makhluf, lembaga fatwa Mesir Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah mencatat sebanyak 8588 fatwa telah beliau terbitkan sebagai jawaban dari berbagai permasalahan yang masuk.

Kontekstualisasi Fikih di Era Kiwari
Selain ubudiah, fikih belum bisa membumi secara aplikatif & efektif dalam masyarakat. Padahal mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama Islam.

Selain sebagai mufti agung, Syekh Hasanain Muhammad Makhluf juga diberi amanah untuk mengampu berbagai jabatan lain seperti menjadi anggota Hai’ah Kibar Al-‘Ulama di Al-Azhar hingga menjadi salah satu penggagas berdirinya Universitas Islam Madinah, Arab Saudi.

Syekh Hasanain Muhammad Makhluf kembali ke haribaan Kekasihnya pada 19 Ramadhan 1410 H (19 April 1990 M) dan dikebumikan di pemakaman keluarganya di Qarafah Al-Mujawirin, Kairo, Mesir. Wallahu a’lam.

💡
Baca juga artikel lain di rubrik BIOGRAFI atau tulisan menarik Muhammad 'Auf Al Hariri

Latest