Skip to content

Syekh Ibrahim Khalifah, Pemuka Para Mufasir Al-Azhar

Alim nan mufasir yang menjadi rujukan para guru besar tafsir Universitas Al-Azhar. Ialah Syekh Ibrahim Khalifah sosok yang saleh dan ahli zikir.

FOTO Syekh Prof. Dr. Ibrahim Khalifah (istimewa)
FOTO Syekh Prof. Dr. Ibrahim Khalifah (istimewa)

Bagi orang yang belajar di Al-Azhar, terkhusus para pelajar jurusan Tafsir dan Ilmu Al-Quran, nama Syekh Ibrahim Khalifah sudah tak asing didengar. Bahkan dapat dikatakan bahwa para pakar dan dosen di Fakultas Usuludin hari ini adalah muridnya. Dalam pembahasan seputar ilmu Al-Quran, tidak ada karya ulama Al-Azhar setelah masa beliau kecuali menukil dari beliau. Oleh karena itu, beliau dikenal dengan sebutan Syaikhul-Mufassirin (Pemuka Para Mufasir).

Beliau bernama Ibrahim bin Abdurrahman bin Muhammad Khalifah Al-Azhari, sosok kelahiran Kota Bila, Provinsi Kafr Asy-Syaikh, Mesir. Beliau dilahirkan pada tanggal 14 Rajab 1359 Hijriah, bertepatan dengan tanggal dan bulan kemerdekaan Indonesia, yakni 17 Agustus 1940 Masehi.

Masa Belajar

Masa kecil Ibrahim Khalifah dilalui dengan belajar di salah satu Kuttab di daerahnya. Di sana, ia mempelajari tajwid dan ilmu dasar agama hingga hafal Al-Quran pada umur 12 tahun. Dalam salah satu cerita, beliau pernah berkisah mengenai fase belajar setelah menghafal Al-Quran. Beliau berkata, “Karena ada beberapa hal, saya baru bisa belajar ke Al-Azhar setahun setelahnya. Jadi, saya baru masuk ke Ma’had Al-Azhar di Al-Manshurah pada umur 13 tahun, tepatnya pada tahun 1953 Masehi. Kala itu, masa belajar di ma’had (madrasah menengah) dilalui selama 4 tahun. Setelahnya, para talib akan mendapatkan Syahadah Al-Ibtidaiyyah atau yang sekarang dikenal dengan I’dadiyyah. Kemudian, saya melanjutkan belajar di jenjang Tsanawiyyah selama 5 tahun. Setelah menyelesaikan jenjang ini, saya mendapatkan Syahadah Ats-Tsanawiyyah dan meraih peringkat keempat untuk skala nasional Mesir.”

Solusi Maraknya Kasus Pemerkosaan di Pesantren
Kasus pencabulan dan rudapaksa banyak terjadi belakangan. Mirisnya aksi itu dilakukan oknum pengajar agama. Kontrol sosial ialah jalan keluarnya.

Kemudian, di tahun yang sama setelah menyelesaikan jenjang Tsanawiyyah, Ibrahim Khalifah remaja yang telah berumur 23 tahun itu melanjutkan jenjang belajarnya di Fakultas Usuludin, Universitas Al-Azhar pada tahun ajaran 1962/1963 M. Pada masa ini, beliau belajar kepada para pembesar Al-Azhar, seperti Syekhul-Azhar Abdulhalim Mahmud, Syekh Ahmad As-Sayyid Al-Kumi, Syekh Abdulwahhab Ghazlan, Syekh Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Syekh Muhammad Abu Syahbah, Syekh Mushthafa Al-Hadidi Ath-Thair, Syekh Muhammad As-Samahi, Syekh Muhammad Ali Ahmadin, Syekh Ali Mahmud Khalil, dan masih banyak lagi.

Di masa belajar, beliau termasuk salah satu murid yang cerdas dan cemerlang. Alhasil, setelah lulus pada tahun ajaran 1965/1966 M, beliau meraih peringkat satu di jurusan Tafsir dan Hadis (sebelum akhirnya kedua jurusan ini dipisah). Beliau pernah berkata perihal kelulusannya ini, “Saya menjadi alumnus pada tahun 1966 M dengan memperoleh nilai Mumtaz plus Martabah Asy-Syaraf Al-Ula. Saya menempati peringkat pertama di Fakultas Usuludin.”

Dalam buku Al-Azhar Asy-Syarif fi ‘Idihi Al-Alfi, tertulis dengan jelas mengenai siapa saja yang mendapatkan peringkat awal dari tiap jurusan, dari tahun pertama berdiri Universitas Al-Azhar hingga tahun ajaran 1981/1982 M. Nama Syekh Ibrahim Khalifah pun turut termaktub di dalamnya. Hal ini memperkuat kisah yang beliau sampaikan sendiri tersebut.

Belajar dan Khidmah

Saking cerdasnya Syekh Ibrahim Khalifah semasa belajar hingga akhirnya memperoleh peringkat pertama, jalan untuk mengajar di Universitas Al-Azhar menjadi lebih mudah baginya. Setelah kelulusannya, sesuai dengan Ketetapan Menteri Wakaf dan Urusan Al-Azhar Nomor 44 tahun 1966 M, beliau dilantik menjadi asisten dosen (Mu’id) di Jurusan Tafsir dan Hadis, Fakultas Usuludin pada 31 Oktober 1966 M.

Sembari menjadi asisten dosen, pada tahun yang sama beliau juga melanjutkan jenjang belajarnya pada program Magister (Qism At-Takhashshush) di Universitas Al-Azhar. Kala itu, program persiapan (tamhidi) dilalui selama 2 tahun dengan imtihan tertulis dan lisan pada tiap akhir semester. Setelahnya, tiap talib diharuskan untuk menulis riset sesuai dengan jurusan yang diambil pada tahun kedua. Dalam hal ini, beliau menuliskan sebuah riset berjudul Al-Ahruf Al-Muqaththa’ah fi Al-Quran Al-Karim.

Setelah menyelesaikan program ini pada tahun 1968 M, beliau melanjutkan masa belajarnya pada jenjang Doktoral. Di sela-sela menjalani pendidikan kampus, beliau diangkat menjadi dosen madya (Mudarris Musa’id) di Jurusan Tafsir pada 5 Oktober 1972 M. Setahun setelahnya, beliau berhasil meraih gelar Doktoral pada tahun 1973 M dengan risalah ilmiah berjudul Al-Muhkam wa Al-Mutasyabih fi Al-Quran Al-Karim.

Setelah melalui masa belajar hingga memperoleh gelar doktor, beliau lalu fokus dalam berkhidmah untuk Fakultas Usuludin. Akhirnya, pada 30 Januari 1974 M, beliau kembali naik karir dari dosen madya hingga menjadi dosen (mudarris). Karirnya terus naik hingga beliau menjadi profesor madya (ustadz musa'id) pada 1 Januari 1980 M, lalu profesor (ustadz) pada tahun 27 Juni 1984 M, hingga menjadi Kepala Jurusan (rais qism) Tafsir 9 Januari 1991 M. beliau menjabat sebagai rais itu selama kurang lebih 14 tahun hingga mencapai umur pensiun pada 16 Agustus 2005 M, yakni pada usia 65 tahun.

Selain mengajar di Universitas Al-Azhar, beliau juga pernah menjadi dosen terbang di beberapa negara. Beliau pergi ke Saudi Arabia sebagai guru besar di Universitas Ummul Qura sejak tahun 1977-1981 M. Beliau juga pergi ke Aljazair sebagai guru besar di Universitas Amir Abdulqadir selama satu tahun ajaran 1989/1990 M. terakhir, beliau pergi ke Yordania sebagai guru besar di Universitas Yarmuk dari tahun 2003-2005 M.

Syekh Ibrahim Khalifah (berpeci hitam) bersama para guru besar di Fakultas Usuludin, Universitas Al-Azhar.

Sifat dan Manakib

Syekh Ibrahim Khalifah dikenal memiliki sifat mulia. Hal ini banyak disaksikan oleh para guru besar Al-Azhar yang masih hidup saat ini. Beliau juga terkenal dengan pribadi yang cerdas. Mengenai hal ini, Syekh Ahmad Ma’bad Abdulkarim pernah bercerita dalam salah satu muhadarahnya, “Saya mempelajari Tafsir Imam Ar-Razi kepadanya. Ketika mengajar, beliau membaca semua teks Imam Ar-Razi di dalam tafsir tersebut. Setelah beberapa waktu berlalu dalam pelajaran tersebut, di akhir beliau mengurutkan pembahasan yang ada dengan urutan dan metode tersendiri, berbeda dengan urutan pembahasan Imam Ar-Razi.”

Selain itu, Syekh Ahmad As-Sayyid Al-Kumi, sang guru, ketika mengoreksi riset ilmiah para talib program Doktoral, selalu melemparkan banyak hal kepada muridnya, yakni Syekh Ibrahim Khalifah, seraya berkata, “Ya Syekh Ibrahim, kami ingin meminta faedah darimu.”

Resensi

Kumpulan ulasan buku dan kitab menarik dapat teman-teman baca

di sini

Beliau juga dikenal dengan sosok yang senantiasa berzikir. Salah satu muridnya, Syekh Mahmud Ibrahim An-Naffadh pernah berkata, “Lisannya senantiasa basah oleh kalimah zikir kepada Allah. Tasbih tidak pernah berpisah dengan tangannya. Saya dapat berkata bahwa beliau termasuk ke dalam golongan orang yang Allah sebutkan dalam firman-Nya, ‘(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring [Surah Ali Imran: 191].’ Jika tidak ada orang yang berbincang dengannya dalam pembahasan ilmiah, ia akan sibuk dengan berzikir. Kami bersaksi dengan apa yang kami ketahui. Kebiasaan tersebut bahkan senantiasa beliau lakukan hingga detik-detik ajal menjemput."

Karya Tulis

Syekh Ibrahim Khalifah meninggalkan banyak karya tulis, baik ditulis sebagai riset ilmiah program Magister dan Doktoral, majalah, artikel, dan diktat kampus Universitas Al-Azhar. Salah satu muridnya, Syekh Muhammad Salim Abu ‘Ashi pernah berkata mengenai karya gurunya, “Guru kami memiliki banyak karya ilmiah yang jumlahnya lebih dari sepuluh. Karya-karya ini menandakan bahwa beliau sangat tekun mendalami spesialisasi ilmiahnya. Karyanya juga menggambarkan karakteristik metodologi, ketelitian, ketekunan, dan realisasi pemikiran pribadi beliau dalam menelaah sumber-sumber pustaka, yang hal itu menjadi bukti atas kepribadian dan pendapatnya. Saya mendapatkan karunia bisa mempelajari karya-karyanya langsung kepada beliau. Begitu pun dengan kitab-kitab turats lainnya.”

Namun, dari banyaknya karya ilmiah yang beliau tulis, hanya beberapa saja yang dicetak ulang dan masih dapat ditemui di beberapa toko kitab. Adapun karya-karya beliau seperti:

-       Al-Muhkam wa Al-Mutasyabih fi Al-Quran Al-Karim (risalah Doktoral)

-       Al-Ahruf Al-Muqaththa’ah fi Al-Quran Al-Karim (risalah Magister)

-       Ad-Dakhil fi At-Tafsir

-       Dirasat fi Manahij Al-Mufassirin

-       Al-Ihsan fi Mabahits min ‘Ulum Al-Quran

-       Minnah Al-Mannan fi ‘Ulum Al-Quran

-       Dirasat fi Tafsir Al-Quran Al-Karim

-       Dilalah Al-‘Am Baina Al-Qath’iyyah wa Azh-Zhanniyyah

-       Bahtsan Haula Suwar Al-Quran

-       At-Tafsir At-Tahlili (Surah An-Nisa, Surah An-Nur)

-       Ta’liqat ‘ala Tafsir An-Nasafi (Surah Al-Isra, Surah Maryam, dan Surah An-Nur)

-       Asyaja’ah Al-Adabiyyah fi Al-Quran

-       Huquq Al-Marah wa Wajibatuha fi Al-Quran

-       Al-Ma’iyyah fi Al-Quran

Ragam Pendapat Ulama tentang Sab’atu Ahruf
Meski berbeda, Sab’atu Ahruf kerap dikira khalayak sebagai tujuh macam qiraat (Qiraah Sab’ah) Al-Quran. Begini beragam pendapat ulama tentangnya.

Akhir Hayat

Setelah melalui kehidupan dunia selama 73 tahun dengan penuh khidmat kepada Al-Azhar, Islam, dan pembaharuan dalam keilmuan tafsir dan ilmu Al-Quran, Syekh Ibrahim Khalifah mulai sakit-sakitan. Beliau dibawa ke Rumah Sakit Al-Muqawilun Al-‘Arab, Kairo. Setelah beberapa waktu dirawat, beliau akhirnya menutup mata di tempat tersebut pada Sabtu siang, 13 Syakban 1434 H, bertepatan dengan 22 Juni 2013 M.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik BIOGRAFI atau tulisan menarik Amirul Mukminin

Latest