Skip to content

Memoar Syekh Hasan Al-‘Aththar dan Musim Panas di Mesir

Musim panas di Mesir bisa sangat menyiksa. Bagi Syekh Hasan Al-‘Aththar misalnya, sebagaimana diceritakan As-Saqqa, murid kinasihnya di Al-Azhar.

FOTO Bab Al-Muzayyinin, salah satu gerbang di Masjid Al-Azhar, Kairo, Mesir.
FOTO Bab Al-Muzayyinin, salah satu gerbang di Masjid Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Membaca biografi para tokoh memang sangat menarik. Banyak hal-hal yang dapat kita petik dari kisah mereka. Apalagi jika kisah itu ditulis oleh mereka sendiri (autobiografi) atau ditulis oleh orang sezamannya, baik ditulis oleh keluarga, murid, dan lainnya.

Kisah para tokoh tak hanya ditulis dalam ranah-ranah yang serius saja, namun juga dalam ranah-ranah yang biasa atau malah sepele. Dengannya, kita dapat mendapat gambaran suasana hidup kala itu.

Dalam sebuah sumber yang dinukil oleh Ahmad Basya Taymur, cendekiawan Mesir, ia mengisahkan sebuah memoar yang ditulis oleh Syekh Burhanuddin As-Saqqa (1212–1298 H) kala bercerita mengenai gurunya, Syekh Hasan Al-‘Aththar (1182–1250 H), sosok Imam Akbar Al-Azhar yang namanya masyhur hingga kini. Memoar ini sangat jarang diceritakan dalam buku-buku biografi, padahal kisahnya ditulis langsung oleh sang murid kinasih. As-Saqqa bercerita:

Syahdan, sejumlah penduduk Makkah yang sedang berkunjung ke Mesir sangat takjub dengan keilmuan Syekh Hasan Al-‘Aththar. Mereka berkeinginan agar beliau berkenan menetap bersama mereka sebagaimana Ibnu Hajar Al-Haitami dahulu (yang berasal dari Mesir lalu menetap di Hijaz), agar mereka dapat mengambil manfaat dari beliau.

Mereka lalu bertemu, berkumpul, dan berkonsultasi kepada beliau. Hal ini terus mereka lakukan hingga akhirnya beliau luluh dan mau memenuhi permintaan mereka.

Syekh Hasan Al-‘Aththar pun bersiap-siap sembari menunggu hari keberangkatan tiba. Ketika kabar kepergian sang guru tersebar, para muridnya sangat bersedih. Tidak ada yang bisa mereka perbuat untuk menahan kepergian sang guru.

Biografi

Sepilihan riwayat hidup para tokoh dapat teman-teman temukan

di sini

Seusai pengajian, aku (As-Saqqa) mengalihkan beliau untuk keluar selasar (shahn; serambi atau beranda tidak beratap) di Masjid Al-Azhar. Kala itu, kami kebetulan sedang berada di puncak musim panas. Aku pun berinisiatif untuk bertanya beberapa permasalahan kepada beliau. Dilanjutkan satu persatu oleh murid yang lain. Tiap satu murid selesai bertanya, murid lain memulai pertanyaan baru. Sembari menjawab, beliau seringkali mengangkat kakinya secara bergantian kiri dan kanan saking panasnya lantai pada hari itu. Hal itu kemudian membuat beliau menjadi gelisah dan mangkel kepadaku karena aku yang memulai persoalan.

Melihat itu, akupun berkata kepada beliau, "Wahai Tuanku, engkau saja tidak mampu menahan terik matahari di Mesir, bagaimana engkau akan menahan terik matahari di Makkah padahal di sana panasnya berkali-kali lipat dari Mesir?"

Ternyata hal ini membuat Syekh Hasan Al-‘Aththar akhirnya memikirkan kembali rencananya. Beberapa waktu kemudian, beliau akhirnya mengurungkan niatnya untuk beranjak dari Mesir. Beliau pun berterima kasih kepadaku.

Kisah ini benar-benar mampu menarik kita untuk masuk ke dalam kehidupan Syekh Hasan Al-‘Aththar. Bagaimana raut dan ekspresi beliau kala mengangkat kakinya sembari menjawab pertanyaan para murid, harmonisasi antara beliau dengan Syekh Burhanuddin As-Saqqa selaku murid kinasihnya, dan masih banyak lagi yang lainnya.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik BUDAYA atau tulisan menarik Amirul Mukminin

Latest