Skip to content

Ihwal Syawal adalah Bulan Pernikahan

Bulan Syawal menjadi pilihan masyarakat muslim Indonesia untuk menikah atau menikahkan keluarganya. Bagaimana pendapat para ulama terkait hal ini?

FOTO Ilustrasi pernikahan (Unsplash/Denny Muller)
FOTO Ilustrasi pernikahan (Unsplash/Denny Muller)

Selain identik dengan lebaran, bulan Syawal juga lekat dengan tradisi pernikahan. Begitu memasuki bulan Syawal, kita akan dihadapkan pada fenomena banyaknya hajatan pernikahan di berbagai daerah. Padahal, di zaman dahulu, orang-orang Arab Jahiliah sangat antipati dan takut untuk mengadakan acara pernikahan di bulan Syawal. Masyarakat Arab zaman dahulu meyakini bahwa bulan Syawal adalah bulan yang di dalamnya terdapat pantangan untuk melakukan pernikahan. Orang yang berani melakukan pernikahan di bulan Syawal, maka dirinya atau rumah tangganya akan senantiasa diliputi kesialan. Keyakinan masyarakat Arab tersebut sejatinya tidak memiliki dasar, bahkan sekadar warisan dari masyarakat Jahiliah. Lantas apakah kebiasaan umat Islam di Indonesia yang menikah atau menikahkan keluarganya di bulan Syawal itu ada dasarnya? Supaya lebih jelas, mari kita simak tulisan ini hingga tuntas.

Berdasarkan histori, Rasulullah SAW sendiri menikahi Siti Aisyah pada bulan Syawal. Dalam riwayat yang lain, pernikahan Rasulullah dengan Ummu Salamah pun juga berlangsung di bulan Syawal. Fakta sejarah itu yang kemudian bisa dijadikan sebagai dasar anjuran menikah di bulan Syawal. Hal ini sekaligus menepis keyakinan bahwa pernikahan di bulan Syawal adalah dari warisan Jahiliah seperti gambaran perilaku orang Arab Jahiliah di atas.

عن عَائِشَة رَضِيَ اللَّه عَنْهَا قَالَتْ: تَزَوَّجَنِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّال، وَبَنَى بِي فِي شَوَّال، فَأَيّ نِسَاء رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْده مِنِّي؟ قَالَ: وَكَانَتْ عَائِشَة تَسْتَحِبّ أَنْ تُدْخِل نِسَاءَهَا فِي شَوَّال

Artinya: “Dari Sayidah Aisyah RA berkata, ‘Rasulullah SAW menikahiku di bulan Syawal dan mulai mencampuriku juga di bulan Syawal, maka istri beliau manakah yang kiranya lebih mendapat perhatian besar di sisinya daripada aku?’ Salah seorang perawi berkata, ‘Dan Aisyah merasa senang jika para wanita menikah di bulan Syawal.’” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi)

Berangkat dari hadits di atas, Imam An-Nawawi kemudian menjelaskan bahwa hadits tersebut menjadi dasar anjuran menikah dan melakukan hubungan suami-istri di bulan Syawal. Hadits ini juga sekaligus sebagai bantahan atas keyakinan orang awam bangsa Arab saat itu yang bersumber dari tradisi Jahiliah terkait hukum makruh menikah di bulan Syawal. Imam An-Nawawi dalam Syarah Muslim (5/179) lebih jauh kemudian memaparkan bahwa:

فِيهِ اسْتِحْبَاب التَّزْوِيج وَالتَّزَوُّج وَالدُّخُول فِي شَوَّال، وَقَدْ نَصَّ أَصْحَابنَا عَلَى اسْتِحْبَابه، وَاسْتَدَلُّوا بِهَذَا الْحَدِيث، وَقَصَدَتْ عَائِشَة بِهَذَا الْكَلَام رَدّ مَا كَانَتْ الْجَاهِلِيَّة عَلَيْهِ، وَمَا يَتَخَيَّلهُ بَعْض الْعَوَامّ الْيَوْم مِنْ كَرَاهَة التَّزَوُّج وَالتَّزْوِيج وَالدُّخُول فِي شَوَّال، وَهَذَا بَاطِل لَا أَصْل لَهُ، وَهُوَ مِنْ آثَار الْجَاهِلِيَّة

“Hadits tersebut mengandung anjuran untuk menikah, menikahi, dan berhubungan suami-istri pada bulan Syawal. Para ulama Syafi’iyah lantas menjadikan hadits ini sebagai dalil terkait anjuran tersebut. Siti Aisyah menghendaki dengan ucapannya ini sebagai penolakan terhadap keyakinan yang berlaku sejak zaman Jahiliah dan anggapan tak berdasar sebagian orang awam tetang kemakruhan menikah dan melakukan hubungan suami-istri di bulan Syawal. Ini merupakan keyakinan yang tidak benar dan tidak berdasar karena warisan Jahiliah.”

Munakahat

Kumpulan tulisan dengan topik pernikahan dan keluarga islami dapat teman-teman temukan

di sini

Menurut Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, hadits ini mengandung anjuran untuk menikahkan, menikah, atau berhubungan suami-istri pada bulan Syawal. Dengan hadits ini pula para ulama dari kalangan mazhab Syafi’i menegaskan pandangan atas kesunahan hal tersebut. Lebih lanjut, Muhyiddin Syaraf An-Nawawi menyatakan bahwa perkataan Sayidah Aisyah RA di atas ditujukan untuk menyangkal kemakruhan menikah, menikahkan, atau berhubungan suami-istri di bulan Syawal, yang telah menjadi praktik pada masa jahiliyah dan menguasai pikiran sebagian orang awam pada saat itu.

Dus, jika kita mau mengiterpretasikan lebih jauh makna tersirat dari dari hadis dan penjelasan Imam An-Nawawi di atas, bahwa ada anjuran lain pada bulan Syawal (selain anjuran puasa Syawal), yakni ada anjuran untuk menikah, menikahkan, atau berhubungan suami-istri di bulan Syawal. Hal ini karena menurut para ulama dari kalangan Syafi’iyah, bulan Syawal merupakan waktu yang mulia dan sangat dianjurkan untuk menikah atau menikahkan. Namun, meski begitu, tidak lantas menikah di bulan lain tidak afdal dan menjadi tidak dianjurkan. Dalam konteks ini, mesti dipahami bahwa menikah di bulan Syawal itu dianjurkan apabila memang seseorang itu sudah memungkinkan menikah pada bulan tersebut. Jika ternyata belum siap, maka dianjurkan untuk menikah di bulan lain sekira ia telah siap, misalnya dianjurkan menikah pada bulan Safar, berdasar riwayat Az-Zuhri yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW menikahkan putrinya Sayidah Fatimah RA dengan Ali bin Abi Thalib RA pada bulan Safar.

وَقَوْلُهُ وَيُسَنُّ أَنْ يَتَزَوَّجَ فِي شَوَّالٍ أَيْ حَيْثُ كَانَ يُمْكِنُهُ فِيهِ وَفِي غَيْرِهِ عَلَى السَّوَاءِ فَإِنْ وُجِدَ سَبَبٌ لِلنِّكَاحِ فِي غَيْرِهِ فَعَلَهُ وَصَحَّ التَّرْغِيبُ فِي الصَّفَرِ أَيْضًا رَوَى الزُّهْرِيُّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّجَ ابْنَتَهُ فَاطِمَةَ عَلِيًّا فِي شَهْرِ صَفَرٍ عَلَى رَأْسِ اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا مِنْ - الْهِجْرَةِ اهـ

Artinya: “Pernyataan, ‘Dianjurkan untuk menikah pada bulan Syawal’, maksudnya adalah sekiranya memungkinkan untuk dilaksanakan pada bulan tersebut, sedangkan pada bulan yang lain juga sama. Apabila ditemukan sebab untuk menikah di bulan selain Syawal, laksanakanlah. Begitu juga anjuran untuk menikah pada bulan Shafar adalah sahih. Dan dalam hal ini, Az-Zuhri meriwayatkan Hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW menikahkan putrinya yaitu Sayidah Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib RA pada bulan Shafar pada penghujung bulan ke dua belas dari hijrah Nabi,” (Abdulhamid Asy-Syirwani, Hasyiyah Asy-Syirwani, Mesir-Maktabah Mushtafa Muhammad, tanpa tahun, juz VII, halaman 189-190).


💡
Baca juga artikel lain di rubrik ISLAMUNA atau tulisan menarik Ahmad Muhakam Zein

Latest