Skip to content

Muhammad bin Muhammad Asy-Syafi'i Azh-Zhawahiri, Sang Alim dari Keluarga Ulama

Riwayat hidup Syekh Muhammad, putra ulama besar Al-Azhar, cucu alim kabir Mesir dari keluarga Azh-Zhawahiri yang hidup di jalan ilmu dan pendidikan.

FOTO: Kompleks makam keluarga Azh-Zhawahiri di Kairo. (@sarkub_mesir)
FOTO: Kompleks makam keluarga Azh-Zhawahiri di Kairo. (@sarkub_mesir)

Ia bernama panjang Muhammad bin Muhammad Asy-Syafi'i bin Ibrahim bin Ibrahim bin Mushthafa bin Suwailim bin Abdulkarim bin Mushthafa Azh-Zhawahiri Asy-Syafi'i. Seorang alim nan fakih, pengajar di Masjid Al-Azhar dan banyak madrasah diniah besar di Mesir, serta salah satu dosen pertama di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Syekh Muhammad lahir di tengah keluarga ulama pada 14 Rajab 1310 H (31 Januari 1893 M) di sebuah desa bernama Al-Mujaffaf, Distrik Diyarb Najm, sebuah distrik tua yang pada mulanya dikenal dengan nama Diyar Bani Najm, di Provinsi Asy-Syarqiyyah, Mesir.

Nisbat Azh-Zhawahiri merujuk kepada keluarga besarnya. Sementara Asy-Syafi'i yang ada di akhir nama (bukan pada nama ayah) merujuk kepada mazhab fikih yang dianutnya. Meskipun belum ada data terang mengenai tarekat apa yang diambil dalam suluk tasawufnya, kuat dugaan ia mengambil Tarekat Asy-Syadzuliyyah sebagaimana keluarga ini melalui kakeknya, Syekh Ibrahim, dan pamannya Syekhul-Azhar Muhammad Al-Ahmadi dikenal sebagai pemuka tarekat Sayidi Abu Al-Hasan Asy-Syadzuli.

Membumikan Tasawuf di Era Digital
Tasawuf hari ini belum merambah sektor dakwah Islam dan masyarakat secara luas. Hal itu karena dakwah Islam masih dikuasai nuansa Fikih-Oriented.

Keluarga Ulama

Marga yang tersemat pada nama Syekh Muhammad, yakni Azh-Zhawahiri dikenal sebagai keluarga yang berhias ilmu lagi terpandang. Banyak sekali nama-nama besar ulama berasal dari keluarga ini. Ayah Syekh Muhammad, yaitu Syekh Muhammad Asy-Syafi'i Azh-Zhawahiri (w. 1940 M) adalah seorang alim kabir Al-Azhar. Bahkan anak dan ayah ini, keduanya merupakan anggota lembaga elite Jama'ah Kibar 'Ulama Al-Azhar yang kini dikenal dengan Haiah Kibar Al-'Ulama. Kakeknya, yakni Syekh Ibrahim Azh-Zhawahiri (w. 1907 M) juga merupakan ulama besar Al-Azhar dan Syekhul-Ma'had di Ma'had Al-Azhar Thantha pada masanya. Pamannya, yakni Syekh Muhammad Al-Husaini Azh-Zhawahiri (w. 1946 M) pun dosen kenamaan di Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar. Sementara pamannya yang lain yang lebih muda ialah Syekhul-Azhar Muhammad Al-Ahmadi Azh-Zhawahiri (w. 1944 M), sosok yang punya andil besar membidani lahirnya Universitas Al-Azhar modern pada tahun 1930 M. Nama-nama anggota keluarga besar Azh-Zhawahiri penuh dengan nama alim, guru besar, hingga dokter. Lebih jauh lagi tentang mereka bisa dibaca di kitab Tarajim A'yan Al-Usar Al-'Ilmiyyah fi Mishr karangan Jalal Muhammad Hamadah.

Urgensitas Ujian Seleksi Masuk Al-Azhar
Hal ihwal seleksi nasional masuk Universitas Al-Azhar yang dipersoalkan beberapa orang.

Masa kecil Muhammad bin Muhammad Asy-Syafi'i Azh-Zhawahiri dihabiskan untuk belajar ilmu-ilmu keislaman mendasar. Ia juga menyelesaikan hafalan Al-Quran di usia belianya sebagaimana tradisi para ulama Mesir. Setelah dirasa cukup dengan bekal keilmuan dasar, Muhammad muda disekolahkan di Masjid Al-Ahmadi, Thantha yang merupakan jejaring Masjid Al-Azhar, Kairo. Di jenjang pendidikan awal itu ia mengambil mazhab Imam Asy-Syafi'i dalam berfikih.

Ia belajar dan mengaji kepada para ulama besar zaman itu. Sosok pemuda yang dikenal bersungguh-sungguh itu lalu berhasil menyelesaikan pendidikan jenjang atas Al-Qism Al-'Ali. Muhammad bin Muhammad Asy-Syafi'i muda pun melanjutkan pendidikan hingga meraih gelar prestisius juga tertinggi Al-Azhar saat itu, yakni Syahadah Al-'Alimiyyah pada 27 Syawal 1334 H (26 Agustus 1916 M) dengan predikat Ad-Darajah Ats-Tsaniyyah. Karena kecermelangan itu dikeluarkanlah ketetapan untuk langsung mengangkatnya menjadi pengajar di Masjid Al-Ahmadi.

Di Jalan Ilmu

Syekh Muhammad Muhammad Asy-Syafi'i Azh-Zhawahiri meniti kehidupan di jalan ilmu. Sejak saat itu, beliau tercatat aktif mengajar di sejumlah departemen yang ada di Masjid Al-Azhar serta sejumlah madrasah-madrasah di bawah naungannya.

Dari catatan sejarah, karir mengajar beliau tercatat beberapa kali berpindah. Beliau berpindah tugas mengajar dari Masjid Al-Ahmadi di Thantha menuju Ma'had Al-Azhar Al-Iskandariyyah pada 4 Syakban 1340 H (1 April 1922 M). Beberapa tahun setelah itu, tepatnya pada Rajab 1343 H (Februari 1925 M) beliau pindah untuk mengajar di jenjang Al-Qism Al-'Ali di Masjid Al-Azhar. Lalu, pada 15 Ramadan 1349 H (2 Februari 1931 M) beliau mengajar pada jenjang lebih atas, yakni pada Qism At-Takhashshush.

Karir beliau yang terakhir ini berkaitan erat dengan keluarnya Qanun Al-Azhar Tahun 1349 H (1930 M) yang menetapkan pendirian Universitas Al-Azhar modern yang terdiri dari 3 fakultas: Syari'ah Islamiyyah, Ushuluddin, dan Bahasa Arab. Qanun ini mengatur banyak hal terkait pembentukan perkuliahan modern Al-Azhar. Di antara poin yang kemudian menjadi kaitan dengan karir Syekh Muhammad bin Muhammad Asy-Syafi'i Azh-Zhawahiri adalah yang mengatur tentang pembentukan tiga kulliyyat (fakultas), penunjukan masing-masing dekan yang saat itu disebut Syekhul-Kulliyyah, juga pemilihan para alim untuk menjadi dewan pengajar.

Pada pertemuan para pimpinan Al-Azhar yang dihelat 3 Rabiul Awwal 1350 H (18 Juli 1931 M) dikeluarkanlah beberapa keputusan spesifik. Termasuk di dalamnya nama-nama para pengajar terpilih untuk menjadi para dosen pionir di masing-masing jurusan yang masih baru. Salah satu nama terpilih itu adalah Syekh Muhammad Muhammad Asy-Syafi'i Azh-Zhawahiri yang diangkat untuk mengajar di Qism At-Takhashshush sebagai jenjang program spesialisasi di bawah Fakultas Ushuluddin.

Sebagaimana disebut dalam kumpulan arsip Dzakirah Al-Azhar yang dinukil kitab Haiah Kibar Al-'Ulama fi Siyar A'lamiha Al-Ajilla bahwa selain beliau, terdapat 9 nama alim lain yang terpilih di program tersebut yaitu: Syekh Mahmud Abu Daqiqah, Syekh Amin Muhammad Asy-Syaikh, Syekh Hamid Muhaisin, Syekh Muhammad Abdullah Diraz, Syekh Muhammad Asy-Syirbini, Syekh Abdulaziz Khaththab, Syekh Muhammad Al-'Azabi Rizq, Syekh As-Sayyid Mushthafa Qinawi, dan Syekh Hasan Al-Manshuri.

Syekh Muhammad Muhammad Asy-Syafi'i Azh-Zhawahiri tak henti-hentinya mengajar hingga dikenal khalayak luas serta diakui keilmuannya. Selain itu, beliau juga meraih predikat awal sebagai pengajar (mudarris min ad-darajah al-ula) pada tahun 1354 H (1935 M).

Ulama Besar Al-Azhar

Pada 23 Rajab 1370 H (29 April 1951 M), Syekh Muhammad bin Muhammad Asy-Syafi'i Azh-Zhawahiri dipilih untuk meraih keanggotaan di lembaga elite milik Al-Azhar yang menghimpun para ulama besar, yakni Jama'ah Kibar 'Ulama Al-Azhar (Dewan Ulama Senior Al-Azhar). Keanggotaan itu diresmikan dengan Ketetapan Kerajaan (al-amr al-malaki) Nomor 22 Tahun 1951 M yang juga menghimpun 4 nama lain selain beliau. Mereka adalah: Syekh Muhammad Al-Khadhr Husain (Syekhul-Azhar), Syekh Abdurrahman Taj (Syekhul-Azhar), Syekh Muhammad Muhammad Abdurrahman Ath-Thanikhi, dan Syekh Afifi Utsman. Sebagaimana ditegaskan dalam qanun yang mengatur, para ulama yang mendapat keanggotaan itu juga dianugerahi penghargaan tingkat tinggi bidang pendidikan dari Mesir, yakni Kiswah Tasyrif 'Ilmiyyah min Ad-Darajah Al-Ula.

Baik di keilmuan dan administratif, karir Syekh Muhammad terus naik. Beliau tercatat diangkat untuk menjadi Syekhul-Kulliyyah (sekarang dekan) Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar Kairo pada 7 Jumada Al-Ula 1373 H (11 Januari 1954 M).

Lalu, tak berselang lama, tepatnya pada Jumada Al-Akhirah 1373 H (Februari 1954 M), terbit keputusan untuk mengangkat beliau menjadi anggota majelis tertinggi di institusi ini, yakni Al-Majlis Al-A'la li Al-Azhar selama tiga tahun. Tidak berhenti di situ, beliau juga tercatat pernah mengepalai Fakultas Syari'ah Islamiyyah dengan menjadi Syekhul-Kulliyyah yang ditetapkan pada 10 Jumada Al-Akhirah 1374 H (2 Februari 1955 M).

Dua fakultas pernah beliau nahkodai hingga karir di bidang administratif itu pun terus naik. Beliau meraih promosi menjadi Mudir 'Am Ba pada 8 Rajab 1374 H (1 Maret 1955 M) dan dianugerahi penghargaan nasional bernama Wisam Al-Istihqaq atas baktinya terhadap negara. Kenaikan pangkat di medan administratif Al-Azhar lalu berakhir dengan keberhasilan meraih derajat Mudir 'Am pada 29 Safar 1376 H (4 Oktober 1956 M).

Dengan adanya peraturan batas umur anggota Dewan Ulama Senior Al-Azhar yang berlaku saat itu, yakni 65 tahun, akhirnya beliau pensiun dari lembaga yang berisi para ulama sepuh itu pada 12 Rajab 1377 H (1 Februari 1958 M).

Sumbangsih dan Karya

Selain dalam dunia pendidikan, Syekh Muhammad bin Muhammad Asy-Syafi'i Azh-Zhawahiri juga dikenal sebagai sosok yang menggemari bacaan sastra, memiliki rasa (dzauq) yang kuat, serta aktif memberi kritik sastra. Kenangan sosok beliau yang demikian diabadikan oleh Syekh Dr. Abdulmun'im Khafaji yang menukil pernyataan-pernyataan beliau seputar syair anggitan Muhammad Al-Asmar dalam prolog terbitan antologi milik penyair itu.

Dalam karya tulis, Syekh Muhammad tercatat mempunyai 3 karya. Pertama, Al-Minhaj Al-Qawim fi Al-Manthiq Al-Qadim wa Al-Hadits. Kitab dalam ilmu mantik ini ditulis bersama sejumlah syekh lain para guru besar Ushuluddin di masanya. Judul kitab ini juga termaktub dalam kitab Al-Manahij Al-Azhariyyah terbitan Al-Azhar yang menghimpun daftar kitab kredibel dan diakui oleh institusi ini. Kedua dan ketiga, satu kitab dalam ilmu balaghah dan lainnya dalam ilmu ushul fikih. Namun, keterangan lebih jauh tentang dua kitab ini belum penulis dapatkan.

Syekh Muhammad juga tercatat pernah memberi sumbangsih berupa harta untuk negeri Mesir. Sejak 1355 H (1937 M) selama dua tahun penuh, beliau menyisihkan gaji bulanan untuk diberikan kepada program bela negara saat itu.

Kisah Kedermawanan Syekh Salim Al-Bisyri
Banyak kisah menarik dari kehidupan para ulama. Salah satunya kisah Syekhul-Azhar Salim Al-Bisyri, alim yang dikenal murah hati nan penderma.

Akhir Hayat

Sepanjang hidup, Syekh Muhammad bin Muhammad Azh-Zhawahiri membaktikan dirinya di jalan ilmu dan pendidikan. Dari pengajar madrasah hingga menahkodai dua fakultas serta meraih sejumlah penghargaan negara. Beliau menunaikan tugas di berbagai lini hingga mencapai usia pensiun dan sampailah pada hari Jumat, 5 Jumada Al-Ula 1384 H (11 September 1964 M). Hari di mana beliau menghembuskan nafas terakhirnya di dunia, memenuhi panggilan kekasihnya, Sang Khalik Allah Yang Maha Kuasa. Beliau dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di Qarafah Al-Mujawirin, Kairo.


💡
Baca juga artikel lain di rubrik BIOGRAFI atau tulisan menarik Mu'hid Rahman

Keterangan Foto Utama:

*Foto: Kompleks pemakaman keluarga Azh-Zhawahiri di Kairo koleksi Komunitas Sarkub Mesir (@sarkub_mesir)

Latest